Matahari kini sudah hampir sejajar dengan kepala, menghantarkan hawa panas yang cukup menyengat. Abby, Hari dan juga Erik tengah berjalan bersama. Melewati pemukiman warga yang begitu padat setelah selesai dengan urusan mereka bersama si kakek. Meski nyatanya Abby merasa penasaran dan ingin tahu lebih dalam perihal apa yang Hari bahas tadi, namun dia tak memiliki cukup waktu sekarang. Setengah jam lagi dia ada kelas, jadi dia harus pergi.
"Apa tidak apa-apa kita meninggalkan kakek dengan keadaan rumahnya penuh dengan bingkisan? perlukah kita menaruh beberapa penjaga di sana?" Warga sekitar pasti tahu dan melihat sendiri kalau ada beberapa orang dengan pakaian mewah telah mengirimkan banyak makanan ke rumah seorang kakek jompo yang hidup sebatang kara. Terbukti dengan tatapan penasaran dari orang-orang yang rumahnya kini mereka lewati.
Hari menggeleng, "tidak perlu, Nona. Saya sudah memberikan satu kardus berisi bahan sembako untuk tiap satu rumah di sini."
Perempuan itu sedikit terkejut namun tetap melanjutkan langkah, "oh, bagus kalau begitu." Abby senang karena ternyata Hari sudah berinisiatif sendiri demi menghindari kekacauan yang tak perlu.
"Namun demi kenyamanan Anda, saya melarang mereka untuk menghampiri Anda secara langsung, meski itu hanya untuk mengucapkan terimakasih." Lanjut Hari.
Pantas saja, tatapan mereka seperti itu. Pikir Abby.
"Lalu, apa Paman Hari sudah melakukan apa yang aku bilang?" menatap Hari yang berjalan di samping kirinya.
"Karena konsekuensinya cukup berat kalau uang tersebut di simpan di rumah beliau, jadi saya menyimpannya di bank dan akan diberikan secara teratur satu bulan sekali." Hari langsung mengatur semuanya kurang dari sepuluh menit saat Abby memintanya untuk memberikan bantuan uang pada kakek tersebut.
Dan lagi-lagi Abby harus mengangguk puas dengan apa yang Hari lakukan saat mengerjakan tugas. Pantas saja Juna begitu mengandalkan Hari dan mempertahankan lelaki itu sebagai kepala pelayan selama ini. Meneruskan apa yang ayahnya lakukan dulu.
"Apa Kakak tidak marah dengan apa yang aku lakukan? Paman Hari pasti meminta izin padanya dulu, bukan?" Abby sedikit berjinjit saat melewati jalan setapak yang berlubang. Sepertinya, daerah ini memang belum tersentuh bantuan pemerintah. "Wah, jalan ini cukup parah. Aku baru sadar sekarang. Aw!" perempuan itu hampir terjatuh jika saja Erik tidak memegangi lengannya.
"Hati-hati, Nona. Anda baik-baik saja bukan?" lelaki muda yang sedari tadi hanya diam mendengarkan percakapan ayah dan nonanya itu kini angkat bicara.
Abby sedikit meringis, "terimakasih, aku tidak apa-apa."
"Tolong perhatikan langkah kaki Anda, Nona!" meski wajah tua itu masih tenang, namun hatinya cukup was-was tadi. Jangan sampai dia mendapat masalah hanya karena tidak bisa menjaga adik dari tuannya dengan baik. Yang ditegur hanya memberikan senyuman kecil, tanda dia mengerti. Orang kepercayaan kakaknya itu cukup menakutkan saat sedang marah.
Hari berdehem singkat, "apa yang terjadi di rumah dan apa yang terjadi pada Anda tak pernah lepas dari pengawasan Tuan Juna, Nona. Jadi, tentu saja apa yang saya lakukan barusan atas izin beliau. Tuan tidak marah, mungkin hanya sedikit bingung dengan apa yang saya laporkan."
Sama seperti Hari yang pada awalnya merasa kaget dan juga bingung, Juna pun merasakan hal yang sama sepertinya. Terbukti dari nada suaranya yang terdengar penasaran, juga beberapa pertanyaan yang orang itu ajukan pada Hari.
"Sebenarnya, daripada memberinya uang sebagai ucapan terimakasih, ada hal yang lebih ingin aku lakukan untuknya. Tapi, mungkin aku harus membicarakannya dulu pada kakak nanti." Mereka menghentikan langkah kala dua buah mobil mewah sudah terpampang di depan mata. Abby merasa tidak nyaman dengan tatapan orang-orang yang begitu ingin tahu terhadap mereka. Tidakkah mereka seharusnya memberikannya sedikit privasi?
Menyadari Abby yang seperti itu, Hari lekas membuka pintu mobil belakang, "silahkan masuk, Nona! perlengkapan kuliah Anda sudah ada di dalam mobil. Erik akan mengantar Anda." Hari berujar sopan, mempersilahkan Abby agar cepat masuk.
"Terimakasih, Paman Hari. Aku banyak merepotkan." Masuk ke dalam mobil dan duduk dengan nyaman di sana.
"Itu sudah kewajiban saya, Nona. Selamat siang." Hari menutup pintu dan menatap versi lain dari dirinya yang lebih muda dengan pandangan mengusir, "sana pergi! kenapa masih ada di sini?" nada suaranya berubah menjadi ketus saat Erik memberikan ekspresi penuh keluhan.
"Aku ini putramu atau bukan?" Lelaki muda itu mendengus sebelum berlalu. Memutari mobil dan mengambil alih kemudi.
"Aku pergi, Paman Hari. Sampai jumpa. Terimakasih sekali lagi." Abby melambai sebelum benar-benar pergi.
Yang ditinggalkan hanya menunduk dan kembali berdiri tegap dengan pandangan tenang. Tidak terganggu sama sekali dengan gerutuan anaknya yang tak bermutu tadi. Kemudian, usai mendapati mobil yang membawa Abby menghilang, dia beralih menatap seseorang yang baru keluar dari mobil yang satunya lagi.
"Kita harus mendapatkan banyak informasi tentangnya hari ini, Tuan Juna pasti akan menagihnya tak lama lagi. "
. . .
Ini adalah pertama kalinya Abby menginjak perpustakaan kampus semenjak dia kembali berkuliah. Biasanya, dia akan meminjam berbagai buku yang dia butuhkan dari perpustakaan Juna di rumah. Jika bukan karena tugasnya harus dikumpulkan sore ini, mungkin Abby akan memilih pulang dan mengerjakannya di rumah saja.
Selain karena merasa cukup baru dengan suasana banyak orang seperti ini meski semuanya nampak tenang, namun beberapa orang yang mencuri pandang ke arahnya adalah hal yang membuatnya tidak nyaman. Untung saja ada Elang yang masih bersikap normal layaknya teman. Jadinya, Abby mencoba untuk abai saja.
"Aku senang karena ternyata kita satu kelompok. Kapan lagi aku bisa berbicara denganmu kalau bukan karena ada hal penting seperti membahas tugas dan materi?" ujar Elang di sela-sela kegiatannya membaca buku. Tangan kanannya terlihat cukup sibuk, bergantian membuka halaman demi halaman, juga membubuhkan catatan kecil penting di atas buku mungil di sampingnya.
Sedangkan Abby sibuk dengan bukunya yang lain. Perempuan itu tak terlihat seserius Elang, namun dia juga tidak bisa dianggap santai. Keningnya akan berkerut saat mendapati informasi di dalam buku yang baru pertama kali dia lihat. Semua yang ada di sana seolah penting untuk kelancaran tugasnya.
"Tadi sebelum kelas masuk, ada seseorang yang mencarimu." Celetuk Elang, sedikit melirik Abby dari ekor matanya.
"Siapa?" jawab Abby dengan asal.
"Perempuan yang biasa bersamamu itu, siapa namanya? Lily? Lya? ah, aku lupa namanya."
Perempuan yang kini sudah menguncir rambut panjangnya tersebut sedikit terkekeh, "Lilyana maksudmu?"
"Nah itu, benar. Lilyana datang dan mencarimu seperti tengah di kejar setan. Aura di sekitarnya juga terlihat sedikit menyeramkan." Menatap Abby dengan pandangan menerawang ke arah lain. Seperti tengah mengingat kejadian beberapa jam yang lalu.
Abby menghentikan kegiatannya dan mulai memberikan atensi pada Elang. Otaknya sedikit berputar, memikirkan beberapa kemungkinan alasan Lilyana mencarinya. Jika bukan karena ingin meminjam uang, meminta Abby membayarkan sesuatu untuknya, menghasutnya untuk berperilaku buruk, maka kemungkinan terakhir adalah teman palsunya itu ingin meminta bantuannya untuk bertanggungjawab atas kesalahan yang telah dia perbuat sendiri.
Dari semua hal itu, mana yang tengah direncanakan oleh Lilyana?
"Dia menghilang selama beberapa waktu, lalu sekarang dia datang lagi hanya untuk mengacau? akan lebih baik kalau dia tak muncul di hadapanku lagi." Abby berbicara melantur, raut mencemooh nampak di wajah cantiknya.
Terakhir kali Abby berbicara dengan Lilyana adalah waktu di koridor kampus waktu itu, setelahnya dia menghilang entah ke mana. Namun Abby terlalu malas untuk mencari tahu tentang alasan Lilyana tak terlihat di kampus beberapa waktu terakhir.
"Kupikir kamu dan dia cukup dekat. Namun saat melihat reaksimu ini, sepertinya aku salah menduga." pembahasan tentang hal diluar tugas memang selalu menarik untuk diikuti. Elang hampir lupa dengan buku-bukunya sekarang.
Abby menghela nafas tak percaya setelah mendengar ucapan Elang, "ya, dugaanmu memang salah." Siapa yang mau berteman dengan orang yang penuh tipu muslihat seperti itu? jika itu Abby yang dulu, mungkin iya. Tapi sat ini hanya ada Abby yang baru, jadi kemungkinan seperti itu takkan pernah ada.
"Setiap orang akan mendekat dan menjauh jika sudah saatnya, tergantung dengan keuntungan atau kerugian yang dia dapat." Biarkan Abby yang jiwanya berusia ribuan tahun ini sedikit memberikan pelajaran hidup untuk Elang. "Begitupula dengan orang itu. Dia datang mencariku pasti demi keuntungan semata."
"Tidakkah kamu terlalu kejam?" protes Elang dengan nada keras, namun senyuman ejekan terlihat di sudut bibirnya. Hal yang membuat Abby yakin kalau Elang tak se-polos itu.
Namun karena Elang sedang ingin bersandiwara, maka Abby mengabulkannya dengan senang hati. "Kamu terlalu naif, Elang."
"Aku sudah muak dijadikan boneka olehnya. Jadi, aku tidak akan terjerumus untuk yang kedua kali. Sudah berapa banyak kerugian yang aku dapat hanya karena mendengarkan ucapannya? Sungguh, mulut perempuan itu begitu manis." Hati Abby merasa puas karena dapat mengungkapkan hal yang dia pikirkan terkait Lilyana disaat selama ini dia hanya memendamnya di dalam hati.
"Wah, bagiamana jika Lilyana mendengar ucapanmu ini? nanti, kamu tidak akan punya teman bermain lagi." Elang memberikan raut terkejut yang Abby rasa cukup berlebihan.
"Oh biarkan saja. Aku ingin dia tahu sejak lama." Ujar Abby dengan ringan. Bersikap seolah apa yang barusan dia ucapkan tidak akan menimbulkan efek apa-apa.
Dan seseorang yang sejak tadi berdiri di balik lemari buku, kini tengah mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Matanya yang berlensa hijau tua itu memancarkan kemarahan yang akhir-akhir ini semakin menumpuk saja.
Harus bagaimana dia menghadapi perangai Abby yang baru? jika terus seperti ini, maka dia akan benar-benar kehilangan ladang emasnya.
Abbysca sialan!
. . .
TBC
Bonus untuk teman-teman pembaca setia Abby. Hari ini, saya double up . Yeay! terimakasih, semoga cerita ini selalu menjadi hal yang teman-teman nantikan setiap episodenya.
Mohon untuk terus memberikan dukungan dan cinta untuk semua pemain. ^_^
Salam,
Nasal Dinarta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Devi Lusi
ini elang jangan2 orkay nyamar aja jdi cupu
2023-06-10
0
AbC Home
elang itu musuh pa teman y jgn2 kayak si joe yg ngebom abby
2022-09-20
2
Hermalinda Nova
tetap semangaaaat thor
2022-09-08
1