Karena pembicaraan singkatnya dengan Juna semalam, maka siang ini Abby menyempatkan diri untuk mengunjungi salah-satu pusat perbelanjaan setelah menyelesaikan kelasnya. Demi kesopanan dan menjaga hubungan baik dua keluarga yang sudah terjalin sejak lama, Abby menyetujui ucapan sang kakak yang menyuruhnya untuk mendatangi kediaman Aditama demi menemui Melly yang baru tiba di tanah air kemarin sore.
Dari apa yang Abby dengar dari Juna, ibu dari Gara tersebut sepertinya sangat menyukainya. Dan dari ingatan yang dia miliki pun, Melly adalah satu-satunya orang yang tidak mengabaikannya saat dia membuat keonaran demi mengais perhatian dari Gara. Melly jelas mendukung pertunangan anaknya dengan Abby. Lalu, bagiamana nanti ke depannya saat dia harus menjelaskan hubungannya dengan Gara yang memang akan segera berakhir?
Abby tidak sendiri, Erik dengan patuh mengikutinya di belakang persis anak itik yang mengikuti induknya. Padahal Abby sudah melarangnya tadi, namun dengan tegas Erik menjawab bahwa dia tidak dapat membantah perintah langsung dari Juna. Abby sampai heran dibuatnya, apa alasan Erik begitu patuh pada Juna dan dengan setia mengabdikan diri menjadi bawahannya, alih-alih mempertahankan profesinya menjadi seorang atlet?
"Aku tidak tahu apa yang disukai oleh Tante Melly." Abby menatap ke sekeliling demi mencari sebuah toko yang berkualitas. Tidak mungkin bukan dia membelikan barang murahan untuk Nyonya Aditama tersebut? namun yang dia dapat adalah orang-orang yang tengah menatapnya dengan binar, beberapa di antara mereka bahkan tidak segan untuk mengeluarkan ponsel demi bisa mendapatkan gambarnya.
Abby tidak mungkin mendadak menjadi seorang selebritis bukan hanya karena akhir-akhir ini wajahnya sering menghiasi layar televisi?
Elang mendekat dan berbisik di dekatnya, "Nona merasa tidak nyaman? apa Anda ingin saya mengusir mereka?" lelaki itu cukup khawatir karena kerumunan itu semakin banyak. Jika dibiarkan, itu akan sangat merepotkan. Erik belum siap menerima kemarahan Juna karena dirinya tidak becus menjaga Abby.
Yang ditanya hanya menggeleng dan mencoba untuk tidak peduli. Lagipula, orang-orang itu terlihat tidak berani mendekat. Mungkin karena takut saat melihat seorang lelaki bertubuh kekar berjalan di sampingnya. "Tidak apa-apa. Ayo kita ke sana saja!"
Tempat yang Abby tuju adalah sebuah toko besar dengan lambang Pr*da di depannya. Sepertinya, itu adalah satu dari sekian banyaknya toko bermerek di sini. Terbukti dengan dua penjaga yang berdiri tegak di depan pintu toko.
"Selamat datang, Nona. Silahkan masuk!" mereka menyapa Abby dengan sopan sembari membukakan pintu.
"Terimakasih." Abby membalas dengan sama sopannya dan melangkah dengan ringan ke dalam toko bersama Erik yang tidak menjauh sedikitpun darinya. Lelaki itu hanya memberi jarak sekitar tiga langkah di belakangnya.
Dan lagi-lagi, Abby mendapat sambutan yang sama di dalam toko. Dia cukup mengerti karena yang dia masuki bukanlah toko sembarangan. Barang yang dijual pastinya berharga fantastis, sesuai dengan kualitas barang yang tinggi, juga pelayanan karyawannya yang baik.
"Selamat datang di toko kami, Nona Abbysca. Saya manajer di sini, dengan senang hati akan membantu Anda dalam menemukan barang yang Anda cari." Wow, orang ini bahkan mengetahui identitasnya. Apa dia terlihat begitu mencolok di sini?
Abby tersenyum kecil, "terimakasih. Saya memang sedang mencari sesuatu." Mulai berjalan mengitari toko, melihat berbagai jenis barang mewah yang terlihat cantik dipajang dengan anggun di dalam etalase.
Si manajer tersebut mengikuti langkah Abby, "kalau saya boleh tahu, barang seperti apa yang Anda inginkan?"
Dengan wajah berpikir, Abby menjawab, "saya ingin sebuah tas dan sepatu untuk wanita pertengahan lima puluh." Sosok Melly dalam ingatannya adalah wanita mandiri yang cukup teguh pendirian, "mungkin warna yang sedikit berani akan cocok untuknya."
"Saya senang dengan cara Nona mendeskripsikannya, itu memudahkan saya dalam mencarikan pilihan untuk Anda." Manajer tersebut menganggukkan kepalanya singkat ke arah seorang pegawai yang sejak tadi diam dengan sopan dengan jarak yang agak jauh dari mereka. Tak lama, pegawai itu kembali dengan membawa sesuatu di tangannya.
"Ini adalah koleksi terbaru kami. Bahannya terbuat dari saffiano, kulit berkerikil yang dipoles dengan ornamen permata yang khas. Tidak terlalu mencolok namun begitu elegan. Tersedia dua warna. Karena Nona bilang ingin warna yang lebih berani, saya menyarankan yang ini." Menyerahkan sebuah tas mewah berwarna maroon dengan kedua tangannya yang terlindungi oleh kaos tangan.
Sebenarnya, Abby tidak terlalu paham dengan penjelasan lelaki pertengahan tiga puluh di depannya, namun dia setuju kalau tas tersebut memang cocok untuk Melly. Itu seperti menggambarkan karakternya yang kuat meski harus berjuang seorang diri, menjadi orang tua tunggal untuk Gara. Abby jadi sedikit prihatin dengan keadaan wanita itu.
"Baiklah, saya akan mengambil yang ini. Lalu untuk sepatunya..bisakah Anda memberikan saya sepatu dengan hak yang tidak terlalu tinggi? tapi tolong sesuaikan dengan warna tasnya!" Abby tidak ingin dibuat pusing dengan semua ini, jadi merupakan keputusan yang baik karena dia bisa mengandalkan sang manajer.
Lelaki itu tersenyum semakin lebar, senang karena menghadapi orang kaya yang tidak membuat repot dan banyak mau. "Serahkan pada saya, Nona."
Akhirnya, setelah hampir setengah jam Abby berada di sana. Dia bisa pulang dengan menenteng dua kantung belanjaan dengan merek yang sama. Kepergiannya diantar dengan senyuman lebar dan wajah senang sang manajer, juga para bawahannya.
"Nona Abbysca tidak terlihat seperti apa yang diberitakan dulu-dulu. Dia cantik, dermawan, juga tidak berisik seperti nona muda kaya lainnya."
"Auranya begitu luar biasa. Kamu lihat wajah naturalnya? aku bahkan yakin kalau dia tidak mengenakan riasan apa-apa selain pewarna bibir."
"Tidak ada yang lebih cocok bersanding dengan Sagara Aditama selain Abbysca Anggara."
"Aromanya sangat harum, aku jadi ingin tahu dia memakai parfum mahal dari brand mana?"
"Aku sempat mengambil gambarnya dari belakang tadi dan punggungnya pun terlihat cantik. Bisakah aku memamerkannya di sosial mediaku?"
Obrolan ringan dari beberapa karyawan wanita di toko tersebut baru berhenti saat manajer mereka datang untuk menegur.
Sedangkan Abby yang tengah dibicarakan, kini sudah kembali ke dalam mobilnya, meski harus melewati orang-orang yang menatapnya terang-terangan dengan senyum simpul atau meladeni ibu-ibu yang mengajaknya bicara karena mengidolakannya. Sungguh, dia ini bukanlah publik figur. Bagaimana bisa mereka mengidolakannya begitu saja? apa keunggulan yang dia miliki?
Rasa sejuk dari pendingin mobil cukup mampu melemaskan ototnya yang kaku karena lelah mengelilingi pusat perbelanjaan. Mata perempuan itu terpejam sembari menyandarkan punggungnya pada kursi.
"Sepertinya, begitu banyak orang yang menyukai Anda." Selain Abby sendiri, Erik juga cukup terkejut dengan antusiasme orang-orang saat melihat Abby. Bagiamana satu berita sederhana kemarin bisa menjadi ledakan seperti ini?
"Ya, itu seperti petaka bagiku." Menjawab tanpa membuka mata.
Akan lebih baik kalau mereka bersikap tidak peduli hampir membencinya seperti dulu, daripada memandangnya layaknya tengah memandang seorang Dewi. Abby tidak ingin mengabulkan harapan orang-orang yang berekspektasi terlalu tinggi padanya.
Menghadapi mereka itu, merepotkan.
. . .
TBC
Selamat malam. Jangan lupa vote dan komentarnya agar saya semakin semangat update ya teman-teman! ^_^
Terimakasih sudah datang malam ini.
Salam,
Nasal Dinarta
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
AbC Home
abby jd famous
2022-09-20
1