Akhir pekan berlalu. Dan di Senin pagi yang agak mendung ini, Abby sudah siap untuk pergi belajar dan bertemu orang banyak. Meski hatinya merasa berat meninggalkan kebiasaan santainya sejak terbangun di dunia ini, namun Abby sadar kalau dia tidak bisa terus menerus seperti ini. Dia harus bergerak dan membuat takdir hidupnya sendiri.
Abby kembali bercermin. Pakaian yang dia kenakan terbilang sederhana. Hanya celana hitam panjang berbahan kain dan sweater kebesaran berwarna serupa. Tubuhnya ramping dan tak terlalu tinggi, itu membuat dia terlihat akan tenggelam oleh pakaiannya sendiri. Namun Abby lebih suka seperti ini, karena dengan begitu bentuk tubuhnya tidak akan terlalu terlihat.
Selera berpakaiannya sangat berbanding terbalik dengan Abby yang dulu. Dia bahkan hampir menjerit saat melihat jajaran gaun terbuka dengan warna terang yang menyakiti mata memenuhi isi lemarinya. Sudah sampai tahap mana kebodohan Abby sehingga saran konyol dari Lilyana selalu diterimanya dengan mudah. Lilyana selalu menyarankan Abby agar mengenakan jenis pakaian seperti itu agar menarik perhatian Gara. Namun itu adalah sebaliknya.
Dan sekarang, Abby jelas tidak akan peduli dengan kesukaan lelaki itu. Dia juga tidak akan menjadi idiot dengan terus mendengarkan masukan sesat dari Lilyana. Dia akan memakai apapun menurut selera dan kesukaannya sendiri.
Berjalan menuruni anak tangga dengan hati-hati dan menunduk kecil saat mendapati beberapa pelayan menyapanya dengan ramah dan sopan. Sampai di meja makan, dia disuguhi oleh berbagai jenis makanan lezat yang pastinya akan menggugah selera orang yang menatapnya.
Namun menurut Abby, itu terlalu berlebihan. Tidak ada orang lain di rumah ini selain dirinya, jadi mengapa mereka harus repot-repot membuat makanan sebanyak ini? tidak mungkin juga bukan Abby memakan semuanya sekaligus?
"Selamat pagi, Nona. Saya ingin menyampaikan pesan dari Tuan Arjuna, kalau mulai hari ini Anda akan diantar dan dijemput oleh Erik."
Abby menoleh ke samping setelah menghabiskan sarapannya. Di sana berdiri seorang lelaki tua yang kemarin datang menjemputnya ke rumah sakit. Sudut matanya melirik name tag yang tertera di seragam pegawainya. Hari. Perempuan itu mengangguk pelan.
"Aku mengerti. Terimakasih, Paman Hari." Abby memberikan senyuman kecil dan pergi dari sana setelahnya. Meninggalkan Hari yang termangu di tempatnya. Lelaki itu merasa heran dan tidak menyangka dengan sikap majikannya. Wajah dan sorot mata Abby terlihat begitu berbeda di matanya.
"Awalnya saya juga cukup heran, Pak. Tapi sekarang saya sudah mulai terbiasa. Saya senang karena sekarang Nona terlihat lebih tenang daripada yang dulu." Mira berdiri di samping Hari dan ikut menatap kepergian Abby.
Hari tidak menjawab, lelaki itu masih diam dengan pandangan lurus ke depan. Kilatan aneh terlihat di netra hitamnya.
. . .
Sedangkan di sisi lain, Abby yang pergi bersama Erik nampak diam dan menikmati perjalananya. Menatap gedung pencakar langit yang sampai saat ini tidak berhenti membuat Abby kagum dengan kemegahannya sejak pertama kali dia melihat. Sesaat, perempuan itu bergidig dengan hawa dingin yang menerpa karena jendela mobil yang terbuka. Memang paling benar tadi dia mengenakan pakaian yang cukup hangat. Pagi ini cuaca memang sedikit tidak bersahabat.
"Mohon untuk sedikit menjauh dari kaca Nona, saya akan menutupnya karena udara cukup dingin." Erik menegur dari balik kursi kemudi.
Abby mengerutkan kening namun tidak berkata apa-apa. Dia menurut dan menjauhkan wajahnya dari sana, menatap jendela mobil yang perlahan tertutup dengan sendirinya.
Perjalan dari rumah menuju kampus tidak memakan waktu yang lama. Hanya lima belas menit jika tidak macet. Dia keluar saat Erik datang dan membukakan pintu untuknya. Sebenarnya Abby ingin bilang bahwa lelaki itu tak perlu melakukannya, namun pada akhirnya dia hanya diam.
"Silahkan segera hubungi saya jika kegiatan Anda sudah selesai, Nona."
"Bukankah kamu sibuk? kenapa Kak Juna bisa memintamu untuk menjadi supir? tidakkah kamu memiliki pekerjaan?" tanya Abby heran, tidak mengerti dengan pemikiran kakaknya. Bukankah seorang atlet juga sibuk berlatih setiap harinya? mengapa Erik terlihat begitu santai?
Erik hanya tersenyum sopan sebelum menjawab, "saya tidak sesibuk itu Nona. Lagipula perintah Tuan Arjuna adalah suatu keharusan bagi saya." Lelaki itu menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya kemudian menunduk kecil di depan Abby, "saya permisi, Nona."
Terdiam sejenak dengan mata yang mengarah ke depan, Abby sedikit mengerutkan kening sebelum akhirnya hanya mengedikkan bahu. Mencoba untuk tidak ambil pusing dengan sikap Erik.
Setelahnya, perempuan itu berjalan memasuki area kampus yang terlihat ramai. Tanpa mempedulikan tatapan orang-orang yang menatapnya heran dan penasaran, Abby tetap melangkah menuju kelas yang ditujunya.
Sudah satu setengah bulan menghilang pasca kecelakaan, akhirnya mahasiswi cantik namun cukup sering membolos itu kini kembali dengan penampilan yang berbeda. Tak ada lagi pakaian norak yang memperlihatkan beberapa bagian tubuhnya, tak ada lagi riasan tebal yang membuatnya terlihat seperti badut, tak ada juga tas kecil bermerek yang selalu setia dia bawa. Hanya ada Abby dengan pakaian kasualnya juga ransel hitam berukuran sedang yang menempel di punggungnya.
Untuk beberapa saat, mereka tertegun dan serempak berpendapat bahwa Abby terlihat keren sekarang.
"Abby!"
Yang dipanggil berhenti dan menoleh saat mendengar suara cempreng milik Lilyana yang lebih terdengar seperti jeritan. Abby memberikan senyuman ejekan yang cukup berhasil dia sembunyikan saat melihat penampilan Lilyana saat ini.
Dengan gaun selutut berwarna putih gading dan juga rambut sebahu yang hanya digerai. Belum lagi wajah itu hanya dilapisi riasan natural yang memberikan kesan lembut, sungguh berbeda dengan gayanya saat mengunjungi Abby beberapa waktu yang lalu. Lalu, sorot mata yang sendu dan berkaca-kaca itu, sejak kapan perempuan itu memiliki ekspresi wajah begitu? Lilyana nampak seperti peri yang menjelma menjadi manusia sekarang.
Jika Lilyana saja enggan untuk berpenampilan berlebihan, lalu kenapa dia menyarankan Abby agar berprilaku seperti itu? maka sudah sangat jelas, kalau Lilyana memang ingin menciptakan Abby menjadi sosok yang buruk dan murahan di mata semua orang. Dan membuat dirinya sendiri mendapatkan banyak simpati dan perhatian.
"Ada apa dengan penampilanmu?" Lilyana meneliti Abby dari ujung kaki hingga ke ujung kepala dengan kekesalan yang tidak bisa dia sembunyikan. Kenapa Abby bisa tampil sekeren dan secantik ini sekarang?
"Memangnya ada apa dengan penampilanku?" bertanya asal dengan nada suara yang malas. Dia ada kelas sebentar lagi, dan nenek lampir ini malah menghalanginya.
Lilyana menggeleng pelan dan memaksakan senyum, "tidak, kamu hanya terlihat berbeda. Aku lebih suka penampilanmu yang dulu."
Ya, karena dengan penampilan buruk seperti itu kamu bisa terus menertawakanku.
"Tidak apa, aku hanya merasa nyaman dengan pakaian seperti ini." Abby menatap jengah pada orang-orang di sekitar yang tengah memperhatikan keduanya. Saat di kehidupannya dulu, dia selalu mencari cara agar terhindar dari segala bentuk keramaian. Namun sepertinya, kali ini dia tidak bisa menghindar.
"Abby, setelah selesai kelas nanti kamu ada waktu bukan? kita sudah lama tidak berbelanja bersama." Tanya Lilyana dengan raut wajah menuntut, seolah apa yang dikatakannya adalah hal yang biasa.
Berbelanja bersama? maksudmu, aku harus menjadi uang berjalanmu selama kamu belanja bukan?
Abby tersenyum tipis, kemudian menggeleng. "Aku masih dalam tahap pemulihan diri, Lilyana. Jadi, aku tidak diperbolehkan keluar. Apalagi jika itu bukan hal yang penting."
Bukan hal penting? Lilyana nampak pias. Perempuan itu tengah memaki Abby habis-habisan dalam hati.
"Aku harus pergi karena ada kelas. Sampai jumpa, Lilyana!" Abby tidak bisa berlama-lama menghadapi manusia pengganggu yang akan membuat harinya rusak nanti, jadi lebih baik dia pergi.
Perempuan cantik itu berlalu, meninggalkan 'temannya' sendirian dengan tubuh kaku dan raut wajah memerah marah. Lalu, apa peduli Abby?
Keadaan di dalam kelas kala itu tak jauh berbeda dengan koridor. Banyak orang yang menghadiri kelas yang sama dengan Abby. Sebagian besar dari mereka mengalihkan atensi pada sosok Abby yang berjalan dengan tenang tanpa memperhatikan keadaan sekitar. Mencari tempat duduk kosong yang paling dekat dengannya, tak peduli jika orang yang disampingnya berjengit kaget karena kehadirannya.
Karena sebelumnya Abby jarang sekali masuk, maka mungkin saja di antara mereka akan ada beberapa orang yang merasa asing dengan sosoknya. Terbukti dengan tatapan penasaran yang mereka layangkan. Apalagi dengan penampilan kasual dan wajah cantik seperti itu, Abby benar-benar terlihat menarik.
"A..Abbysca."
Abby menoleh ke samping, seorang lelaki seusianya kini tengah menatap dirinya kaget. Meksi penampilannya terkesan agak culun, namun wajah tampan itu tak bisa disembunyikan. Wajah Abby nampak berpikir dengan tatapan yang tak lepas dari si lelaki, "ya? apa kita saling mengenal?"
Orang itu gelagapan, "tidak, kita hanya pernah beberapa kali saling bicara." Melihat jika perempuan di sampingnya masih bingung, lelaki itu pun memperkenalkan diri dengan seulas senyum kecil di wajahnya. "Elang."
Abby menatap tangan yang terulur di depannya, kemudian perlahan menggapainya dengan hati-hati. Ini merupakan satu hal yang baru untuknya. Abby tak pernah berkenalan dengan cara seperti ini saat dulu. "Abbysca." Lanjutnya.
Elang terkekeh kecil memperlihatkan lesung pipinya, "aku tahu. Abbysca Anggara. Delapan puluh persen mahasiswa di kampus ini tentu tahu siapa kamu."
Melihat wajah cantik itu terkejut, Elang tidak sanggup untuk tidak melanjutkan. "Abbysca Anggara. Adik dari pewaris Anggara Grup yang sering mangkir kelas kerena sibuk mengejar cinta tunangannya, Sagara Aditama."
Abby menunjukkan raut terkejut meski itu hanya sedikit, "apa aku memang seperti itu?"
Elang terkekeh dan memalingkan wajah ke arah depan, "ya, beritamu di mana-mana memang seperti itu."
"Kamu menghilang hampir dua bulan pasca kecelakaan tunggal karena harus memulihkan diri. Apa sekarang kamu sudah merasa lebih baik?"
Lelaki ini, kenapa sikapnya justru mengingatkan Abby pada seseorang di masa lalu?
. . .
TBC
Bab 5 datang. Terimakasih bagi yang sudah membaca sampai sini. Mohon berikan dukungan dan cinta untuk Abbysca. ^~^
Salam,
Nasal Dinarta
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
AbC Home
nice
2022-09-20
1