Pukul satu siang lebih enam belas menit. Abby keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang lebih rapi dan wajah yang lebih segar. Matanya melirik sesosok lelaki yang masih tertidur dengan pulas di atas ranjangnya. Entah sejak kapan Juna bergabung dengan Abby, ikut tidur di sana. Namun yang pasti, saat bangun tadi dia cukup kaget karena keberadaan lelaki itu.
Abby terdiam untuk sejenak. Berdiri di samping ranjang sembari menatap Juna dengan seksama. Lihatlah, ranjang yang menurut Abby begitu luas itu nyatanya tak mampu menampung tubuh besar Juna dan juga kaki panjangnya.
Untuk apa orang ini pulang? lalu alasan apa lelaki ini berada di kamarnya sekarang sampai berani tidur di sampingnya tadi? Abby menghela nafas pelan sembari mengambil remot untuk mematikan penghangat ruangan. Semakin siang nyatanya cuaca semakin hangat daripada tadi.
Perempuan itu mengotak-atik ponsel yang jarang dia sentuh, lalu mengirimkan sebuah pesan pada Mira agar membawa makan siang mereka ke kamarnya. Perutnya bergemuruh minta diisi, namun dia terlalu malas untuk turun. Lagipula, di sini masih ada Juna. Rasanya tidak etis jika dia meninggalkan lelaki itu begitu saja.
Tidak lama, Mira dan Lina datang mendorong sebuah troli yang penuh dengan makanan. Keduanya berjalan pelan saat melihat Abby yang memberikan isyarat agar tidak berisik. Mereka langsung mengerti saat melihat siapa yang tengah berbaring di atas ranjang. Mereka tentu saja terkejut, namun untuk saat ini hanya diam yang dapat mereka lakukan.
"Anda ingin kami menatanya di mana, Nona?" kamar Abby begitu luas meski tak seluas kamar Juna. Ada beberapa spot yang memang khusus disediakan untuk Abby agar tidak bosan saat berada di kamar.
Abby menunjuk pintu balkon yang terbuka lebar dengan dagunya, "di sana akan terasa lebih baik. Lagipula, cuacanya tak sedingin tadi."
Dua pelayan itu mengangguk dan langsung menata semua makanan di atas meja bundar yang tidak terlalu besar. Namun walau begitu, tempat tersebut masih mampu untuk menampung semuanya.
"Terimakasih, kalian boleh pergi."
"Kami permisi dulu, Nona."
"Jika Anda membutuhkan sesuatu, Anda tinggal memanggil kami."
Abby hanya tersenyum kecil dan membiarkan dua orang itu berlalu. Setelahnya, perempuan itu menghempaskan tubuhnya di atas sofa melingkar yang empuk dan nyaman. Makanan yang mewah dan masih hangat, pemandangan langit biru yang menyelimuti ibukota, tempat yang nyaman dan juga cuaca yang hangat. Jika itu di dunianya yang dulu, mungkin dia harus pulang ke kediaman keluarganya agar bisa menikmati semua ini. Tidak mungkin seorang kesatria kerajaan akan mendapatkan kenyamanan seperti ini dengan mudah.
"Oh, Kakak bangun?" menegakkan tubuhnya yang tadi hanya berselonjor malas. Lelaki itu datang dengan wajah yang masih basah dan duduk tepat di samping Abby. Melihat tetesan air yang turun dari anak rambut dan juga rahang Juna, Abby tidak tahan untuk mengambil handuk kecil yang masih bersih dan memberikannya pada Juna.
Juna menerimanya dalam diam dan mengusapkan handuk tersebut pada bagian wajahnya. "Terimakasih." Ucapnya singkat yang dibalas dengan anggukan singkat Abby.
Perempuan itu menuangkan jus jeruk ke dalam gelas yang sudah diisi dengan butiran es batu, kemudian menyimpan gelas pertama di depan Juna. Setelahnya, dia menyimpan untuk dirinya sendiri. Tak cukup sampai di situ, Abby juga mengelap garpu, sendok dan pisau dengan tisu kering dan memberikannya pada Juna.
Perhatian Abby jelas membuat Juna merasa heran dan juga sedikit asing. Kening lelaki itu mengerut dengan pandangan yang tak lepas dari pergerakan adiknya. "Kamu sedang menginginkan sesuatu?" hanya itu yang terlintas di pikiran Juna sekarang.
Yang ditanya hanya terkekeh kecil dan menatap kakaknya jenaka, "selamat makan." Abby mulai menikmati makanannya tanpa peduli dengan tatapan Juna yang masih mengarah padanya.
Juna mengedikkan bahu, "kamu hanya akan bertingkah baik jika menginginkan sesuatu. Jika bukan karena meminta uang bulanan tambahan, itu pasti akan ada hubungannya dengan Gara." Lelaki itu menenggak minumannya sampai hanya menyisakan seperempat saja. Lalu, mengikuti Abby yang sudah lebih dulu menikmati hidangan.
Abby mengangguk setuju, "ya, tapi aku tidak menginginkan keduanya kali ini. Aku hanya terlalu senang karena Kakak bersedia pulang dan menungguku bangun." Jawabnya jujur.
Tidak ada kebohongan sama sekali dalam ucapannya. Selama ini, Abby memang ingin Juna kembali tinggal bersamanya. Namun karena dia sendiri sadar akan kelakuannya yang membuat semua orang malu dan juga sakit kepala, maka itu tak akan mungkin terjadi.
Selain karena ingin kehadirannya dilihat oleh Gara, kekacauan yang dia buat selama lima tahun terakhir adalah demi mendapatkan perhatian Juna yang dirasa semakin menghilang seiring dengan banyaknya hal buruk yang dia buat. Namun saat tahu bahwa Juna diam-diam memberikan perhatian kecil lewat Hari, Abby tahu kalau lelaki itu tak sepenuhnya lepas tangan.
"Kakak masih alergi kacang-kacangan bukan?" Abby menyendok rebusan kacang polong dari piring Juna dan menyimpannya di atas piringnya sendiri, lalu menaruh potongan wortel rebus miliknya ke dalam piring lelaki itu. "Sepertinya piring kita tertukar." Ujarnya sembari melanjutkan makannya.
Juna tertegun sejenak mengamati semua yang Abby lakukan. Dia menyelesaikan suapan terakhir, menghabiskan sayuran di piringnya dan menyisakan setengah bagian daging di piringnya. Juna tak sanggup memakannya lagi sekarang. Usai membuat gelas jusnya kosong, dia hanya diam sembari memperhatikan Abby yang belum berhenti makan.
"Kakak sudah kenyang?"
"Ya."
Mata Juna hampir melotot saat melihat adiknya menusuk sisa daging di piring Juna dengan garpu dan langsung mengeksekusinya tanpa disimpan di atas piring lebih dulu. Abby menghabiskan semuanya dalam sekejap.
"Tak baik membuang makanan." Abby berkata dengan bijak yang sayangnya lagi-lagi terdengar aneh di telinga Juna.
Apa adiknya memang berubah sebanyak ini semenjak bangun dari koma?
"Kamu tidak terlihat seperti Abby yang aku kenal." Akhirnya Juna berbicara agak panjang setelah dari tadi hanya diam dan berujar singkat.
Untung saja Abby tidak sedang minum, bisa-bisa dia tersedak nanti. Ucapan Juna benar-benar fakta yang menampar Abby dengan kuat. Dia memang bukan Abby Anggara yang sebenarnya. Namun dia juga tak mungkin mengatakan hal seperti itu. Omong-omong, sejauh ini dia bahkan tidak tahu di mana jiwa Abby Anggara berada jika tubuhnya saja kini dipakai oleh seseorang dari masa lalu.
"Memangnya seperti apa Abby yang Kakak kenal? Kakak bahkan tidak tinggal lagi di sini selama beberapa tahun terakhir." Abby mengusap tangan dan bibirnya dengan tisu basah setelah selesai. "Aku jadi mengira-ngira kalau Kakak memang tidak akan kembali menginjakkan kaki di sini. Melihat Kakak ada di hadapanku sekarang seperti sebuah mimpi." Menatap Juna yang terdiam. Ekspresi di wajah lelaki itu, entahlah. Abby tidak dapat menebaknya.
Sebenarnya Abby tidak menyangka kalau dia akan mengatakan itu. Tidak, lebih tepatnya Abby tidak mengerti dengan ucapan dan tingkah yang dia lakukan sejak tadi. Seperti ada sesuatu yang mendorongnya untuk bersikap demikian. Semua yang dia bicarakan, semua yang dia lakukan begitu murni, seolah itu memang dari hatinya. Padahal, Abby sudah berencana akan diam dan membiarkan Juna mengatakan maksud dan tujuannya mendatanginya. Namun lihat, dia malah bersikap sebaliknya.
Helaan nafas terdengar dari Juna. Netra hitamnya beralih dari wajah Abby hanya untuk menatap keindahan taman bunga milik sang ibu yang masih terawat apik hingga sekarang. "Aku dengar kamu sudah tidak mendatangi kantor Gara lagi sekarang. Hanya kuliah dan menghabiskan waktu di rumah. Saldo rekeningmu bahkan tidak berkurang. Ada apa denganmu?"
"Memangnya ada apa? aku hanya ingin membuat waktuku sedikit lebih berguna." Abby menaikkan dua kaki ke atas sofa dan memeluk mereka dengan kedua tangan. Wajahnya dia simpan di atas lutut sembari menatap Juna dengan senyuman kecil. Cukup terhibur dengan raut terkejut di wajah kakaknya.
Tak lama Juna kembali mendapatkan ketenangannya, lalu memberikan tatapan mencemooh, "wah, itu terdengar seperti besok akan kiamat." Saking tidak mungkinnya Abby mau menyerah pada Gara, sampai Juna pernah berpikir kalau adiknya itu rela melepaskan segalanya demi mendapatkan Gara.
Abby berdecih namun tidak kembali menimpali. Dia malah terpikirkan hal lain, "apa Kakak baik-baik saja?"
"Hah?"
"Bagaimana hari Kakak selama ini? apa Kakak merasa nyaman hidup sendiri? apa Kakak merasa lelah mengurusi perusahaan keluarga tanpa bantuan siapa-siapa? Semenjak ayah dan ibu pergi, Kakek juga ikut menghilang dari hidup kita. Tidakkah Kakak merasa lelah?" pertanyaan penuh perhatian itu keluar dari mulut Abby dengan bertubi-tubi.
Orang tua mereka pergi tepat setelah Abby bertunangan dengan Gara. Meninggalkan luka dan tanggung jawab besar bagi keduanya. Karena tidak memiliki sanak saudara dari pihak ibu maupun ayah, mereka harus merasa cukup dengan kehadiran sang kakek yang berusaha menggantikan peran orang tua untuk keduanya.
Meski pada akhirnya, orang itu pergi dan menghilang entah ke mana. Namun ayah dari ayah mereka tersebut sudah memastikan kalau dua cucunya akan hidup dengan nyaman dan bisa bertanggung jawab mengurusi harta peninggalan keluarga. Dan Juna harus berjuang seorang diri bersama beberapa orang kepercayaannya karena Abby hanya tahu menghabiskan uang saja.
"Maaf karena aku tidak bisa membantu. Aku belum bisa jadi berguna untuk sekarang." Abby malu jika mengingat kelakuan si pemilik tubuh. Perempuan ini memang benar-benar pantas disebut 'tak berguna'.
Dengan wajah yang masih belum bisa dikontrol, Juna kembali menghela nafas tidak percaya, "hah, kiamat sepertinya memang akan terjadi besok."
. . .
TBC
Hallo teman-teman, saya kembali dengan bab 8.
Saya senang dan bersyukur sekali karena cerita ini mendapatkan perhatian dan dukungan dari teman-teman pembaca. Saya jadi semakin semangat untuk memberikan yang terbaik.
Mohon untuk terus memberikan cinta bagi semua pemain. Sehat selalu. Terimakasih banyak. ^_^
Salam,
Nasal Dinarta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
AbC Home
juna shock
2022-09-20
1
Iana
kapan up thor semangat
2022-09-04
1
Hermalinda Nova
lanjut kan thor
2022-09-03
1