Menghindarimu

"Non.. Udah non tidur aja. Mungkin den Barra malam ini tidak pulang lagi." Suara Bi Iin terdengar disebelahnya sembari memegang bahu Dita.

Sudah hampir satu bulan setelah pindah ke rumah baru, Barra tidak pernah pulang ke rumah. Ia berdalih menginap di apartementnya.

Hampir satu bulan itu juga Dita selalu menyiapkan makan malam untuk suaminya, jaga-jaga kalau Barra pulang. Mereka hanya bertemu ketika di kantor, sebagai sekretarisnya tentu saja Dita tahu apa saja kegiatan Barra setiap harinya. Hubungan antara sekretaris dengan atasan terbilang cukup baik, Barra tidak pernah bersikap buruk ketika dihadapan umum. Bahkan ia terkadang menunjukan sikapnya sebagai seorang suami ketika berada dikantor.

Hati siapa yang tidak ngenes melihat keromantisan mereka berdua, sudah laki-lakinya tampan dan wanitanya cantik. Karyawan kantor sering bergunjing bagaimana cara Dita sampai bisa menaklukan hati pewaris perusahaan Barra Group, ada yang bilang Dita memakai cara licik dan ada yang bilang Dita merayu Barra sampai Barra bersedia menikahinya. Tapi semua kabar burung itu tidak sedikitpun dipermasalahkan keduanya, hanya sebagian kecil orang yang tidak senang melihat kehadirannya sebagai istri dari pimpinan perusahaan mereka.

" Iya bi.. Mending tidur aja. Bibi juga istirahat..." Dengan langkah lesu Dita masuk ke dalam kamarnya. Ia tak mengira Barra akan meninggalkannya setiap hari di istana megah yang sudah dia bangun untuknya.

Tiba-tiba suara ponsel miliknya berbunyi dengan nyaring. Ia ragu-ragu untuk menjawabnya karena dari nomor yang ia tak kenal. Akhirnya karena penasaran takutnya ada hal penting maka Dita memutuskan untuk menjawab panggilan diponselnya.

" Hallo.."

" Hallo Dita, ini ibu.. Apa kabarmu nak?."

Dita membuang nafasnya secara kasar, ternyata dari ibu mertuanya.

" Ibu.. Dita kira siapa. Baik.. ibu apa kabarnya? Dita belum sempat nengokin ibu dan ayah kerumah, akhir-akhir ini banyak pekerjaan di kantor."

" Ibu baik nak.. Tidak apa kami paham ko. Ibu menelpon karena rencananya ibu dan nenek akan berkunjung kerumah kalian.."

" Oh.. Ibu dan nenek mau kemari. Kapan bu? Nanti Dita siapin makanan yang enak-enak.."

" Udah jangan repot-repot, rencananya akhir minggu ini. Mumpung kalian lagi libur kan kalo akhir minggu."

Entah harus bagaimana Dita menyikapi kedatangan mertuanya nanti, sementara Barra saja tidak tinggal dengannya.

" Iya bu.. kami libur akhir minggu.. Nanti Dita bilang sama Barra ya.."

" Ya udah bilangin sama Barra, ibu juga tadi coba telpon Barra tapi tidak ada jawaban terus. Ya udah nanti ibu kabari lagi ya.. Dah sayang."

" Dah ibu..."

Sudah sedari tadi rasanya Dita ingin mengakhiri percakapan dengan ibu mertuanya, takut kalau tiba-tiba bertanya tentang Barra atau ingin bicara dengan Barra. Apa yang harus ia jawab.

*****

" Aku ingin bicara." Ujar Dita seraya menyuguhkan secangkir kopi ke meja kerja Barra..

" Bicara aja.. Ada apa?."

" Lelaki ini.. Kesannya memang seperti lelaki baik hati dan tidak sombong. Tapi kenapa kelakuannya seperti ini." Dita merutuk dalam hatinya.

" Kenapa diam saja, katanya ingin bicara. Apa kamu sedang mengutukku?."

" Oh tidak.. Tidak apa-apa. Lain kali saja kita bicaranya."

Seketika hilang begitu saja beribu-ribu kata yang sudah ia susun, sampai otaknya tak mampu lagi untuk berpikir.

Entah kenapa atau karena rutinitas yang begitu sibuk hari itu sampai Dita lupa untuk memberitahukan Barra tentang rencana kunjungan ibunya kerumah. Barra sudah sedari siang pergi dari kantor untuk meeting dengan kliennya bersama Farhat paling nanti dia akan langsung pulang ke apartementnya. Dan Dita berinisiatif untuk mendatangi apartement Barra sepulangnya dari kantor, sebelumnya Dita mencoba menghubungi Barra berulangkali tapi nihil ponselnya tetap tidak aktif.

*****

Jam 5.30 PM Dita sampai di apartementnya Barra, tadi ia naik taksi untuk menuju kesana. Sore itu hujan turun cukup deras sampai membuat rambut dan pakaian yang dikenakannya sedikit basah. Sudah dua kali ia memencet bel masih belum ada jawaban, ketika akan memencet bel yang ketiga kalinya barulah pintu apartementnya terbuka.

" Dita... " Barra berdiri dibalik pintu masih mengenakan pakaian yang lengkap seperti tadi saat kekantor.

" Barr.. Aku kesini karena-."

" Siapa sayang..." Seorang wanita muda dan cantik memakai blazzer berwarna coklat muncul dari balik punggung Barra, wanita itu melingkarkan tangannya di pundak Barra. Membuat hati Dita bereaksi.

" Saya sekretarisnya pak Barra.. Maaf sudah mengganggu.. Saya permisi pak."

" Dit.. Dita.." Panggilan Barra tidak dihiraukannya, Dita terus berjalan sedikit berlari kecil agar cepat keluar dari sana.

" Aku kan sudah bilang jangan sembarangan panggil sayang.. Ribet kan urusannya."

" Loh memangnya aku salah ya.. Gadis itu siapa memangnya?." Tanya wanita pemilik nama Andrea itu.

" Siapa memangnya yang datang Barr?." Farhat ikut menimpali.

" Dita.." Sahutnya singkat.

" Wah.. Bisa-bisa salah paham nih.."

"Dita?." Alis Andrea mengernyit.

" Dita istrinya Barra An.."

" Istrinya...?? Sorry Barr.. Aku kira bukan siapa-siapa. Ko tadi dia bilang sekretaris kamu?."

" Memang sekretarisnya kalo dikantor, nah kalo dirumah baru istrinya.."

Barra hanya terdiam tidak ingin memperpanjang urusan barusan. Ia masih sibuk mengecek semua proposal yang ada dimeja.

Andrea adalah sahabat sekaligus klien Barra, ini kali kedua perusahaan Barra dan Andre menjalin kerjasama. Karena tadi tiba-tiba kepala Barra merasa pusing, Farhat mengusulkan agar meeting dilakukan di apartementnya.

*****

Sekitar jam 10 malam, Barra memutuskan untuk pulang kerumahnya. Ia merasa tidak enak hati ketika Dita melihatnya dengan Andrea. Setidaknya Barra bisa menjelaskan agar Dita tidak salah paham.

" Kamu pulang?."

" Iya.. Aku pulang."

" Kamu mau mandi? Aku akan menyiapkan air hangatnya."

" Tidak usah.. Besok saja. Kepalaku sedikit pusing dari tadi siang."

" Oh.. Kalo gitu kamu istirahat saja."

Dita kemudian menyiapkan satu lagi selimut untuk Barra.

" Dit.. Aku harap kamu tidak salah paham soal tadi sore. Itu Andrea.. Kita bertiga sedang meeting bersama Farhat juga ada didalam."

Dita tidak menjawab pernyataan Barra sedikitpun.

Apa yang harus Dita jawab? Apa harus marah.. Marah juga tidak ada gunanya.

" Aku mengerti.."

" Tapi aku tidak mengerti satu hal.." Tambah Dita kemudian, momen yang pas untuk menanyakan semua pertanyaan yang berkecamuk dihatinya.

" Hal apa?."

" Kenapa kamu tidak tinggal denganku dirumah ini?."

Barra menelan salivanya, ia merasa berat untuk mengungkapkan isi hatinya saat itu.

" Aku lelaki normal Dit.."

" Maksudmu?."

" Kita tinggal dalam satu atap rumah yang sama.. Aku juga seorang lelaki biasa. Aku hanya tidak ingin sampai menyentuhmu disaat keadaan kita seperti ini jadi aku memutuskan untuk menghindar darimu."

Jleb...

Apa rasanya ditinggal dan dihindari suami sendiri.. Kini ia tahu apa alasan dibalik itu semua, dan kini ia sadar sesadar-sadarnya apa yang harus ia lakukan selanjutnya.

Terpopuler

Comments

Nadya Vatyma

Nadya Vatyma

nyeseek bngt jd dita😭

2021-01-24

0

Rini Widyaningsih

Rini Widyaningsih

Kasihan Dita jd istri ga dianggap

2020-11-09

0

_sshinta

_sshinta

Mampir di ceritaku juga ya kak "BERI AKU KEBAHAGIAAN" terimakasih. Like, komen, dan vote sebanyak- banyaknya ya kak.

Mari saling dukung :)

2020-05-21

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!