Sudah hampir setengah jam Barra memutar-mutar disekitar komplek perumahan kecil, ia berniat mencari rumah kontrakan Dita. Masih belum juga ketemu sampai ia harus bertanya pada warga sekitar yang sedang berada diluar rumah.
Setelah mendapat petunjuk dari warga sekitar, Barra ditunjukan pada sebuah rumah kecil bercat putih yang berada di ujung seberang jalan. Beruntung Dita sedang berada duduk di kursi yang berada dihalaman rumah.
Mobil Barra diparkirkan tepat di depan rumah Dita. Dengan gaya perlente, Barra turun dari mobil dan menghampiri Dita. Sontak kedatangan Barra membuat Dita terkejut.
" Dita.. "
" Pak Barra.. Ada apa yah, kenapa anda kemari?."
" Boleh duduk?."
" Oh silahkan.."
Hari itu merupakan hari ketiga dimana Dita resign dari perusahaan. Tiga hari pula Barra tersiksa dengan pikirannya sendiri. Barra bimbang bagaimana ia mengambil keputusan untuk masa depannya itu. Antara menikah dan menolak. Tapi penghinaan yang ia lakukan untuk Dita dirasa membuat hati Dita sakit sampai dia memutuskan resign.
" Dit.. Kedatanganku kemari untuk minta maaf sama kamu."
" Maaf untuk apa ya pak?."
" Perkataanku tempo hari sudah menyinggung mendiang orang tuamu."
Dita terdiam, pandangannya lurus kedepan kemudian tersenyum.
" Saya tidak menyimpan dendam atas perkataan bapak, saya paham ko pak karena ketidaktauan bapak. Mungkin bapak menolak untuk menikah dengan saya. "
Dita sebenarnya seorang gadis penuh percaya diri, tidak pernah menyimpan dendam pada seseorang ataupun balik menyakiti orang lain yang pernah menyakitinya.
" Jadi kamu udah maafin aku?."
" Saya kan udah bilang saya tidak dendam artinya saya udah maafin bapak.."
" Kalo gitu kamu mau balik lagi kerja kan?."
" Duh gimana ya pak.. Saya rasa gak bisa."
" Oh kalo gitu berarti kamu melanggar perjanjian kerja dong."
"Maksud bapak?." Dita mengernyitkan keningnya tidak paham apa perkataan Barra.
" Ini kontrak kerja kamu kan dengan perusahaan? Ini tandatangan kamu bukan?." Barra memperlihatkan selembar kertas kontrak kerja Dita dengan Barra group.
Disana tertulis jelas bahwa Dita tidak bisa mengajukan pengunduran diri sebelum jangka waktu 3 tahun.
" Iya pak.. Ini tandatangan saya.. "
" Oke berarti kamu bisa dong paham dengan konsweksinnya kalo ngelanggar. Jadi aku anggap resign kamu yang kemaren lusa itu dianggap tidak pernah ada."
" Lagian kamu itu gadis berbakat Dit, kamu bisa ngehandle semua kerjaan dengan telaten."
" Apa pak?."
" Aduh kenapa lagi gue sampe ngomong gitu sama Dita."
" Udah.. Lupain aja!."
" 0h ya saya hampir lupa, bapak mau minum apa?."
" Gak usah.. Bentar lagi juga mau balik ko. Sebenernya ada hal lain yang pengen aku bicarain sama kamu."
"Apa lagi pak?."
" Tentang perjodohan kita itu, aku rasa tidak ada salahnya buat aku terima."
" Duh.. ko mendadak susah ngomong gini sih.. Barra ..Barra. Giliran sama ni cewek mendadak pikun."
" Mending bapak pikirin lagi semuanya baik-baik yah.. Saya tidak mau karena ada paksaan. Apalagi saya tidak tahu menahu masalah ini. Ini mendadak sekali. Kakek Nitinegoro memang orangnya sangat baik sekali dan saya belum pernah mendengar masalah ini sebelumnya."
" Aku udah pikirin baik-baik ko.. Kamu tenang aja!."
" Ya udah.. Aku balik dulu yah.. Udah sore bentar lagi gelap. Gak enak sama tetangga. "
" Iya pak.. Silahkan."
*****
Tidak dipikirkan baik-baik gimana. Setelah menerima surat pengunduran diri Dita, Barra hampir setengah gila. Ia bahkan seperti orang frustasi, memikirkan tentang perasaan Dita yang terluka oleh mulut sadisnya. Hingga ia berpikir untuk berdamai dengan keadaan dan menerima apa yang diwasiatkan kakeknya.
Toh dilihat dari karakter dan sifat Dita, Dita tidak terlalu buruk baginya. Sifatnya lemah lembut, tidak membangkang. Kalaupun dijadikan istri pasti akan menjadi istri yang penurut. Ditambah dengan kecantikan wajah yang dimiliki Dita.
Barra melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah, disana sudah terlihat ayah dan ibunya. Seperti hendak menginterogasinya.
" Barra!!." Agung memanggil Barra dengan suaranya yang menggelegar.
Barra berbalik dan menghampiri ayahnya.
" Ada apa yah?." Barra kemudian mendudukan dirinya di kursi meja makan, kebetulan ayah dan ibunya sedang makan malam.
" Ayah dengar Dita resign dari perusahaan? Pasti ini karena ulahmu ya?."
" Iya yah tapi-"
" Kamu ini selalu melakukan hal seenaknya, apa yang kamu lakukan sampai kamu membuat Dita resign. Kamu pasti sudah membuat perasaanya terluka.. Iya kan?."
" Yah.. Dengerin dulu. Jangan emosi! Awalnya Dita memang resign. Tapi tadi Barra menemui Dita di rumahnya, menjelaskan semuanya. Akhirnya Dita tidak jadi resign dan juga tidak akan bisa resign, kontraknya kan belum selesai."
Waktu penerimaan Dita menjadi karyawan perusahaan Barra group memang seharusnya Dita diberikan surat pengangkatan karyawan tetap setelah masa kerja satu tahun karena dia kompeten dalam bidangnya tapi karena waktu itu Agung punya persepsi lain Dita diberikan surat kontrak selama 3 tahun. Bukan berarti dalam jangka waktu dekat Dita tidak bisa di angkat karyawan tetap, semua kebijakan ada pada pimpinan perusahaan.
" Terus mengenai perjodohan Barra sama Dita, kita sudah sepakat untuk melanjutkannya."
" Benarkah sayang?." Ibunya menghambur, memeluk anak kesayanganya dan mencium kepala Barra tanpa henti.
" Baguslah kalau memang kamu sudah sadar Barra.. Ayah harap kamu bisa mempertanggung jawabkan semua perkataan dan tingkah lakumu!."
" Tenang saja yah.. Barra akan tanggung jawab." Ujarnyaa sembari berlalu meninggalkan kedua orang tuanya dengan menenteng jas di tangannya.
" Barr.. Kamu tidak makan dulu nak?." Teriak ibunya kemudian..
" Sudah tadi diluar..." Sahut Barra dengan teriakannya lagi.
Selama di dalam kamarnya Barra kembali merenungkan langkah besar yang ia ambil.. MENIKAH dengan gadis yang belum ia kenal dekat. Ia menelan salivanya, bagaimana bisa..
Hanya pernikahan, orang lain banyak yang sepertinya. Perjodohan berakhir manis malah sampai punya anak, Barra merinding.. Bagaimana bisa tanpa cinta bisa punya anak.
Bodohnya Barra..
Bisalah Barr.. Toh pernikahan tanpa cinta sudah banyak. Bisa punya anak juga banyak.
Apa karena nafsu?
Bisa saja..
Namanya juga manusia.. Bukan cinta tapi nafsu lebih tepatnya tapi lama-lama akan tumbuh cinta bahkan kehidupan pernikahan yang awet sampai nenek kakek..
Pemikiran-pemikiran seperti itu mencoba diselami direlung hati terdalam Barra.
Begitupun sebaliknya dengan Dita, Ia seorang gadis yatim piatu. Pada siapa ia mengadu, sanak saudara juga jauh. Ia hanya seorang diri.. Pasrah hanya itu yang dapat Dita lakukan, ia sadar mungkin itu semua adalah guratan takdir ditangannya. Ia hanya perlu menjalani dan menjalankan sisanya semampunya, menjalankan bagiannya dengan baik. Tanpa harus ada penolakan. Bukan karena dia senang akan menikah dengan pangeran tampan justru hatinya gundah gulana bagaimana Barra dan dia nanti akan berbagi peran sebagai pasangan suami istri. Membayangkannya saja seakan tidak mampu bagaimana menjalankannya di dunia nyata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Rini Widyaningsih
Bahasanya enak
2020-11-09
1