Katakanlah bila mau.. Jujur dengan semua pilihan walau itu tak sejalan
.....
Agung melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah, dengan penuh percaya diri tak lupa senyum yang tak pernah lepas semenjak siang tadi.
Ia merebahkan dirinya di sofa besar ruang santai keluarga, istrinya datang menghampiri dengan secangkir kopi panas yang disajikannya di meja.
" Ayah keliatannya seneng banget.. Beda sama kemaren-kemaren." Istrinya begitu penasaran apa yang membuat suaminya berubah menjadi bergembira.
Agung mengambil cangkir kopi dari atas meja kemudian menyesapnya sedikit lalu menyimpannya kembali.
"Ayah baru ketemu sama Dita.. "
" Dita? Dita yang dijodohin sama Barra? Papa ke Bandung?." Rentetan pertanyaan mulai bermunculan dari mulut ibu satu anak itu.
" Bukan Bu.. Tapi ke perusahaan kita. Dita itu yang dimaksud kakeknya Barra adalah sekretaris ayah dulu.."
" Hah... Dita yang anaknya sopan itu yah?."
"Iya, Dita yang itu. Yang kata ibu apa-apa buat Dita oleh-oleh dari luar negeri, makanan semuanya buat Dita."
" Ya ampun yah.. Kok bisa kebetulan gini sih ya.. Ibu setuju sekali kalo Dita jadi mantu kita. Biar Dita tidak punya orang tua tapi ibu yakin Dita bisa ngemong Barra." Ibunya Barra menyambut suka cita kabar baik dari suaminya. Dita memang kenal dengan ibunya Barra dan sudah beberapa kali bertemu ketika berkunjung ke kantor.. Agung memang pernah bercerita kalau Dita adalah anak yatim piatu, membuat hati ibunya Barra menjadi terenyuh. Ingat dengan anaknya bagaimana kalu Barra tidak berayah dan beribu.
"Kapan kita undang Dita kerumah yah?."
" Terserah ibu aja, ibu yang atur ya.."
*****
" Barra.. Sini ayah mau bicara sama kamu sebentar."
Dengan langkah benar-benar terpaksa sepulang dari kantor sore tadi Barra menghampiri ayahnya dengan terpaksa. Sebenarnya ia tidak mau berbicara dulu dengan kedua orang tuanya sebelum api dihatinya padam.
" Ada apa lagi?."
" Barra.. Ayah serius kali ini. Kamu tetap harus menikah dengan Dita!!."
"Yah, gimana aku mau nikah kenal aja nggak.. Pake logika dong Yah, Barra nggak mau kalo bukan dengan gadis yang Barra kenal." Barra tetap teguh pada pendiriannya.
Saat itu Agung bisa meredam emosi semampunya, ia tidak ingin mengeluarkan kata-kata kasar atau ribut dengan anaknya. Ia ingin semuanya berjalan sesuai yang diharapkan.
" Barra, ayah setuju dengan keputusan yang ada di surat wasiat kakekmu. Tidak bisa dibantahkan lagi. Lagi pula ayah tau dan kenal dengan Dita, gadis yang akan jadi istrimu."
" Gadis dari kampung maksud ayah.. "
" Barra anak ibu, Dita memang dari kampung tapi dia tidak kampungan. Dengerin ibu, usia kamu itu sudah mau kepala tiga loh. Masa kamu nggak mau nikah kaya temen-temen kamu. Lagian kamu kenal dengan Dita. Malah kamu ketemu tiap hari." Lemah lembut ibunya mencoba merangkul sang anak, anak lelaki biasanya akan mudah menuruti perkataan ibu dari pada ayah.
" Maksud ibu apa? ketemu siapa?."
" Dita itu sekretari kamu dikantor Barr..." Ayahnya sudah tidak tahan ingin segera memberitahukan kenyataan itu pada anaknya.
" Dita?."
Mendadak Barra lupa tentang sosok Dita sekretarisnya di Kantor. Walaupun ia baru menjabat selama dua bulan setidaknya ia harus ingat rupa gadis itu. Gadis yang ia temui setiap hari bahkan mejanya pun dilewatinya ketika akan masuk kedalam ruangannya.
" Sial.. Aku bahkan tidak mengingatnya sedikitpun."
*****
Sementara Dita baru pulang lembur sekitar jam 9 malam, ketiga karyawan diantarkan kerumah masing-masing dengan mobil kantor. Kepala Dita hampir tidak bisa berpikir lagi, pekerjaannya barusan membuat pikirannya terkuras.. Belum lagi Dita harus secepatnya memberi keputusan.
Sampai di rumah kontrakan yang tidak terlalu besar tapi cukup nyaman untuk ditempati, Dita langsung bersih-bersih. Ia sudah tidak tahan dengan bayangan bantal empuk menantinya dikamar.
" Hari ini rasanya benar-bebar bar-bar.. Uuuhh.." Ia menarik-narik rambutnya cukup keras, cara itu cukup efektif untuk sekedar menghilangkan rasa sakit kepala sejenak.
"Anaknya pak Agung... Bukankah anaknya pak Agung adalah atasanku saat ini.. Ya ampun kenapa aku hampir tidak menyadarinya tadi. "segelisah itu Dita, sampai ia turun dari ranjang dengan ujung telunjuk tangan digigitnya sambil mondar-mandir mencari ide.
"Ini gak mungkin... Masa iya Pak Barra atasan aku..?."
"Aku gak bisa terima.. Gak. Walaupun kekayaannya tidak habis tujuh turunan tetap aku tidak bisa." Dita mencak-mencak kesal sendiri.
Dita ingat tentang sosok kakek Barra, tadi saat di restoran sekilas Agung menceritakannya sedikit bahwa kakeknya Barra adalah sahabat ayahnya Dita.
Ia ingat ketika ia masih tinggal di Bandung dan kakeknya Barra masih hidup, ayahnya pernah menolong kakeknya Barra ketika tergeletak tak sadarkan diri di depan pagar rumahnya selepas pulang lari pagi karena mengalami serangan jantung. Ayahnya Dita saat itu berada tak jauh dari lokasi kejadian, rumahnya tepat bersebelahan dengan rumah kakeknya Barra. Dulu kakeknya Barra, pak Nitinegoro memang pernah tinggal lama di Bandung mengurus salah satu anak usahanya.
Merasa berhutang budi karena kebaikan ayahnya Dita, pak Nitinegoro berinisiatif ingin Dita kelak menikah dengan Barra. Apalagi Dita dikenal anak yang baik. Ketika anak seusianya senang main dan pulang malam, Dita malah senang hati membantu orang tuanya membuat kue. Salah satu alasan yang membuat pak Nitinegoro mantap menjodohkan cucunya dengan Dita.
*****
Tidak seperti hari biasanya Dita berada dikantor dengan perasaan campur aduk, ia masih memikirkan bagaimana reaksi Barra saat bertemu dengannya. Benar saja tak lama Barra pun datang lebih awal dari biasanya. Ketika melewati meja kerja Dita, Barra sekilas melirik kearahnya, hampir tak pernah Barra lakukan sebelumnya.
Deg...
Rasa berdebar yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, Dita menunduk malu tak mampu untuk mengangkat wajahnya dan melihat lurus menyambut sang atasan. Berbeda dengan Barra, ia lebih bisa mengatasi situasi.
Berselang lima menit setelah Barra masuk ke ruangannya, ia menelepon Dita lewat sambungan telepon internal.
" Ke ruanganku sekarang juga!." Suara khas berkharisma terdengar jelas di seberangnya.
" Apa pak..?."
" Kamu tidak mendengarku ya?! AKU BILANG KE RUANGANKU SEKARANG JUGA!!!." Suara Barra cukup memekakan telinga Dita, sampai ia harus menjauhkan pegangan telepon dari telinganya.
Tanpa menunggu lama Dita segera pergi ke ruangan Barra. Entah apa maksud Barra memanggilnya.
" Pak.. Bapak manggil saya?."
" Iya.. Duduk disana!." Barra menunjuk sofa panjang besar yang berada di ruangannya tanpa melihat kearahnya seditpun.
Dita menuruti perintah Barra, tak lama Barra pun mengikuti dan duduk berhadapan dengan Dita.
"Jadi kamu gadis yang mau dijodohkan denganku?." Barra langsung to the point.
" Oh Barra kenapa mata gadis itu sangat meneduhkan, ia juga cantik. Kenapa aku tak sadar ada wanita cantik di dekatku."
*****
Minta tolong nih.. Dukung author ya dengan memberikan komen, like dan votenya.. Thanks
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Cut arita Anggraini
ceritanya mirip film Korea princess hours
2020-09-25
1
Hanum Num
lanjut
2020-08-26
1