Bagi sebagian besar wanita, impian yang paling dinantikan mereka adalah moment pernikahan. Namun tidak bagi, Lunna. Mau tidak mau ia harus menikah dengan Jack Harlow. Sedari malam, Lunna susah untuk tertidur sebab hari ini dia akan menikah dengan seorang pria yang paling menyebalkan, menurutnya. Dia tak mau image-nya hancur di depan publik karena sebuah video berak itu!
Ternyata Jack telah menabuh genderang perang terlebih dahulu, saat gaun pengantin yang ia pesan malah di kirim ke apartment miliknya. Rencananya pun gagal total. Jadi, sekarang apartment Lunna seperti kapal pecah. Gaun pengantin tergeletak tak beraturan di atas lantai.
Jika sang pengantin, akan bangun pagi-pagi sekali, merias diri dan bersiap-siap ke tempat pemberkatan tepat waktu. Tapi, lain halnya dengan Lunna, dia masih berendam di bathtub sembari menghirup aroma therapy yang dinyalakan di dekat bathtub.
Sementara itu, di kamar Lunna. Kristin mengerutkan dahi, melihat Lunna tak kunjung keluar dari kamar mandi. Sedari tadi, dia nampak gusar karena satu jam lagi acara pernikahan akan dimulai. Ia mondar-mandir, kepalanya celingak-celinguk ke ambang pintu toilet.
"Kenapa Lunna lama banget sih?!" gerutu Kristin tanpa melepaskan pandangan dari pintu.
Dering ponsel, berbunyi. Lantas Kristin melirik sekilas benda pipih miliknya di atas nakas. Tertera nomor tak di kenal menghiasi layar lcd. Dengan cepat jari-jemarinya mengusap layar ponsel.
"Hallo?" sapa Kristin.
"Kemana Lunna?!" teriak seseorang di sana tanpa menyapa terlebih dahulu.
Reflek Kristin menjauhkan ponsel dari telinganya.
"Oh my God, Jack sampai meneleponku," Kristin bergumam pelan saat mengenali suara tersebut. Kembali dia menempelkan benda pipih itu ke indera pendengaran.
"Mana Lunna? Sudah jam berapa ini?! Jika dia tidak segera ke sini! Jangan salah kan aku akan menyebarkan videonya!" Jack berkata cepat lalu mematikan sambungan telepon sebelum mendengar satu dua patah kata terlontar dari bibir Kristin.
Wanita berambut model bob itu berdecak kesal sesaat dengan tabiat asli Jack. Tak mau video berak Lunna tersebar. Tanpa pikir panjang, Kristin berjalan cepat, dan mendobrak pintu kamar mandi Lunna.
Brak!
"Lunna!" panggil Kristin di ambang pintu. Kedua matanya membola, melihat Lunna masih berendam di dalam bathtub.
Mendengar panggilan, Lunna menoleh ke arah Kristin sejenak, lalu melanjutkan kembali mengosok kakinya yang terangkat ke atas. "Ada apa?" tanyanya tenang.
"Lunna! Kau harus cepat ke Gereja! Jangan mandi lagi! Kalau kau tak datang tepat waktu Jack-Jack akan menyebarkan video berakmu!" sahut Lunna berapi-api tanpa jeda sedikitpun.
Tapi respon Lunna di luar dugaan, bukannya panik. Dia malah membalas ucapan Kristin dengan berkata, "Dasar Jack-Jack tidak sabaran. Iya, iya sebentar lagi aku akan selesai. Keluar lah dulu managerku yang cantik!" Ia menggoda Kristin sesaat sambil tersenyum tipis.
"Oh iya, katakan saja otw," kata Lunna lagi.
Kristin melonggo. "Ha? Tapi kau kan masih mandi, belum berangkat Lun?" tanyanya keheranan.
"Sudah lah, jika di negara 62+ tempat tinggal kecilku dulu. Kata itu sangat mujarab. Lakukan saja perintahku, Kris!" Suara Lunna terdengar bossy.
Kristin mendengus kasar, lalu menutup pintu yang gagangnya sudah rusak, akibat tendangan mautnya tadi.
'Ada-ada saja! Otw dari mananya!'
Lima menit berlalu, Lunna sudah selesai membersihkan diri. Kini, ia tengah memoles wajah dengan riasan yang natural.
"Lunna, cepat lah. Jalanan macet di jam seperti ini. Katedral itu jauh! Lagian mengapa kau memintanya menikah di Gereja yang jauh dari tempat tinggalmu!" Kristin benar-benar bingung dengan pemikiran Lunna, karena memilih Gereja yang jauh dari apartmentnya.
Lunna melirik sekilas, enggan menyahut. Satu tangannya masih sibuk membubuhkan blush on di pipi.
Kristin menahan sebal, kala Lunna tak membalas ucapannya. Dia menarik nafas panjang. Tanpa sengaja ekor matanya melirik ponsel Lunna berada di atas nakas berdering.
"Lun, Grandpamu menelepon," kata Kristin sembari menyodorkan ponsel pada Lunna.
Seketika kedua mata Lunna berbinar riang. "Benar kah?" Dengan cepat menyambar ponsel di tangan Kristin.
"Hallo Grandpa," sapa Lunna terlebih dahulu. Entah mengapa dia merasa bersalah sebab menikah tanpa persetujuan keluarganya. Terlebih lagi pada sang kakek. Dia diterpa kegundahan sesaat, bingung akan seperti apa kehidupannya setelah menikah. Walaupun hanya menikah kontrak.
"Hallo, Sugar, sedang apa? Sibuk syuting?" Simon Andersean bertanya di ujung sana. Rasa rindu membuncah tatkala mendengar suara cucunya.
Lunna tergugu. Berusaha merangkai kata-kata dibenaknya, sebelum melontarkan balasan.
"Iya, hari ini Lunna akan sibuk pemotretan dengan tema memakai baju pengantin di Gereja, Grandpa," kilah Lunna sembari mengigit bibir bawah.
'Maafkan Lunna, Grandpa, huhuhu,'
"Wah, cucu Grandpa sibuk sekali, Sugar baik-baik saja, Kan?" tanya Simon di ujung sana dengan kekehan kecil.
'Tidak, aku sedang stres Grandpa, karena video berakku, aku harus menikah!' Balasan Lunna tapi dia hanya bisa mengucapnya di dalam hati.
*
*
*
"Baik lah, Sugar jangan terlalu malam tidurnya. Bye!"
Simon Andersean mematikan sambungan telepon setelah mendengar balasan cucunya di sebrang sana. Lalu menaruh kembali ponsel di saku jas. Tubuhnya berbalik, berjalan mendekati meja panjang di ruangan.
"Bagaimana kabarnya?" tanya seorang pria di ujung meja setelah melihat Simon menghempaskan bokong di kursi kayu.
Simon menatap lurus, seulas senyum tipis terukir di wajah. "Iya, Sugarku dia baik-baik saja," katanya sambil menaruh napkin di pangkuan.
Pria berambut putih di ujung sana menarik nafas pelan. "Aku senang mendengarnya, semakin hari dia semakin bertambah cantik."
"Tentu saja! Siapa dulu kakeknya,"sahut Simon dengan wajah angkuh. Kedua tangannya mengambil pisau dan garpu, lalu memotong daging steak.
Pria itu membalas menggeleng pelan. Dia juga melakukan hal serupa, mengiris daging di atas piring dengan pelan. Keduanya menyantap makanan yang disuguhkan dengan tenang dan lahap.
"Apa Lunna sudah tahu kalau Leon bukan ayah kandungnya?" tanya si pria saat melihat Simon menaruh gelas di meja.
Mendengar pertanyaan, Simon melayangkan tatapan datar, nyaris tanpa ekspresi. Tak ada tanda-tanda bibirnya akan bergerak.
"Cih, ternyata kau belum memberitahukan Lunna, dia perlu tahu Simon. Mau sampai kapan?" Si pria bertanya dengan menggeram sebal. Menebak Simon belum mengungkapkan kebenaran yang tersimpan sudah hampir 30 tahun lamanya.
"Tunggu waktu yang tepat," kata Simon sambil memalingkan muka, menghadap kaca raksasa di sisi kiri.
"Jangan kau ulur waktu terus, Simon. Atau aku yang akan memberitahukannya!" Si pria mulai tersulut emosi.
Simon beralih menatap pria tua itu. "Aku hanya tak mau melukainya. Kau tahu sendiri, jika kehidupan Lunna sudah bahagia sekarang. Biar aku saja yang mengatakan padanya."
Si pria terkekeh mengejek' mendengar penuturan Simon. "Cih, kalau kau tak lekas memberitahu Lunna, biar aku saja! Dia perlu tahu semuanya termasuk siapa saja yang terlibat dalam pembunuhan Marvin dan Leticya."
Seketika Simon beranjak sembari mengebrak meja. Hingga piring berdenting sesaat. "Kau tak berhak!"
Si pria bangkit berdiri, lalu mendengus kasar.
"Kata siapa aku tak berhak?! Aku kakeknya juga!"
Lagi dan lagi, Simon memalingkan muka ke samping, enggan menyahut. Nafasnya memburu.
"Dia perlu tahu Simon, apalagi pembunuh orangtua kandungnya berada di gedung tempatnya berkerja. Aku menyayangi Lunna, hanya dia yang tersisa di dalam hidupku."
Pria tua itu melirik Simon sekilas, lalu melangkah cepat ke ambang pintu tanpa mendengarkan balasan Simon.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Surati
penasaran nih siapa sih🤔🤔
2023-02-21
0
Shiro Yuki
pasti ad something ini
2023-01-02
0
Nia sumania
ada apa sebenarnya? jangan sampai pembunuh ortunya Luna adalah si jack
2022-10-29
0