"Hah kukira kelas 12 sudah tidak diwajibkan untuk mengikuti kegiatan MOP. Kenapa kita harus ikut di tengah gempuran ulangan harian dan presentasi?" Nesya mengeluh, bersandar pada sandaran tempat duduk, menatap langit-langit ruangan yang sedikit mendung.
"Mungkin dikiranya kita tidak keberatan jika harus meluangkan satu hari libur kita untuk kegiatan Pramuka ini. Dengan iming-iming nilai A jika berhasil mengerjakan tugasnya juga, semua orang pasti akan memaksakan diri untuk datang. Tidak peduli apakah ada MOP susulan atau tidak."
Ignacia melakukan hal yang sama.
Keduanya merasa sangat lelah setelah upacara dan pelajaran olahraga setelahnya. Sekarang sedang menunggu jam ekonomi yang akan segera dimulai. Untuk saat ini, makan saja tidak berselera saking lelahnya. Tapi salah mereka sendiri karena jarang berolahraga. Sekalinya dimintai berlari mengelilingi sekolah, rasanya tubuh akan melayang.
"Jika seperti ini, yang kita lakukan hanya mengejar angka sebagai pelengkap isi raport dengan harapan bisa mendapatkan jalur undangan masuk perguruan tinggi," timpal Nesya.
Dengan sekuat tenaga Ignacia mengangkat tangan kirinya, melihat jam yang sudah menunjukkan jam mata pelajaran ekonomi. Tapi gurunya masih saja belum datang. Mungkin ingin memberi waktu bagi mereka yang masih menikmati makanan setelah kelelahan berlari.
"Setelah ini ujian lisan Ekonomi, sebaiknya kita mendapatkan nilai yang bagus," bisik Nesya yang seakan-akan ingin pergi tidur dengan posisi nyamannya. Matanya terpejam perlahan, tubuhnya hanya ingin merebahkan diri dan bangun keesokan harinya.
"Ah ujian itu. Aku tidak menyukainya."
"Tapi setidaknya guru ini lebih menyenangkan dan ramah daripada guru kelas 11, Ignacia."
Nesya benar. Mengembalikan kenangan yang tidak begitu bagus tentang guru laki-laki mata pelajaran ekonomi di kelas mereka tahun lalu.
"Bu Ery datang," suara bersahutan teman-teman yang baru saja kembali dari luar. Mereka buru-buru masuk, meletakkan minuman berwarna yang baru mereka bawa dari kantin dan menyiapkan mata pelajaran ekonomi di atas meja.
Suasana kelas menjadi sedikit riuh dalam beberapa detik. Buru-buru semuanya membereskan sampah bekas makanan dan duduk dengan tenang. Sementara itu sang guru sudah sampai di daun pintu, menatap isi kelas dengan tatapan ramah.
"Padahal saya sudah datang terlambat 10 menit agar kalian bisa segera menghabiskan makanan setelah olahraga. Tapi rupanya kalian masih saja makan dan bahkan ada yang baru membeli minuman dari kantin," ucap sang guru. Beliau melangkahkan kaki masuk ke dalam kelas, membawa dua buah buku berubah absen dan buku paket ekonomi.
Orang-orang di dalam kelas saling pandang, melihat meja lain yang memiliki makanan sebagai hiasannya.
"Hari ini kita ujian lisan ya." Dan suara dari Bu Ery yang sudah duduk di tempatnya menarik atensi semua orang. Kini suasana di dalam kelas menjadi agak aneh. Berpikir bagaimana ujian yang akan dilangsungkan sebentar lagi.
"Saya akan memanggil nama secara acak dari setiap kelompok. Jadi tidak semuanya yang akan maju. Dan yang saya panggil, harap segera maju ke depan." Semua orang dapat melihat senyuman di wajah Bu Ery. Namun senyuman ramah biasanya mengartikan banyak hal.
Ya, Ignacia baru ingat. Kelompok di pelajaran ekonomi itu.
Dari tempatnya, Ignacia membuka buku catatan, berbisik pada Nesya untuk menunjukkan catatan soal Debet dan Kredit yang pernah ditulis di papan. Selama bab ini, Ignacia hanya menikmati waktu mengerjakan tugas yang diberikan bersama Nesya. Jadi dia hanya mengandalkan catatan milik temannya.
"Ignacia Maheswari."
Tubuh seorang gadis berambut panjang yang duduk di samping Neysa itu menegang. Mata coklatnya menatap lurus ke arah sang guru yang duduk di tempatnya. Baru saja dia ingin menulis rumus masalah Debet dan Kredit, namun namanya kemudian di panggil secara tidak terduga.
"Ignacia, ayo silahkan maju," panggil Bu Ery dengan santainya, masih dengan memberikan senyuman ramah. "Saya tidak akan memberikan soal yang sulit. Kita kan sudah pernah mengerjakan soal tentang ini," sambung Bu Ery.
Dengan berat hati Ignacia bangkit dari duduknya. Melepaskan bulpoin yang digunakan tadi dan berjalan ke depan kelas. Mata orang-orang kini mulai tertuju padanya. Ignacia tidak merasa begitu tegang di situasi seperti ini untuk pertama kalinya. Dia tidak khawatir atau merasa takut.
"Buat kolom Debet dan Kredit," pinta Bu Ery.
Ignacia mendekati meja guru, mengambil spidol dan mulai membuat kolom dengan sisa-sisa ingatan. Kolom tanggal, keterangan, ref, Debet kemudian kredit. Beruntung sekali dia masih ingat kolom-kolom yang ada dengan sedikit bantuan dari Bu Ery yang menenangkan.
"Jadi Ignacia, ini soalnya. Seorang pemilik kantor membayar biaya listrik, air dan telfon sebesar 150 ribu rupiah. Sudah hanya itu. Masukkan ke dalam kolom Debet dan Kredit."
Ignacia bersiap-siap untuk menulis. Hari ini mungkin hari keberuntungannya setelah berhasil berlari tepat waktu meksipun tidak begitu cepat di pelajaran olahraga tadi. Dia memasukkan biaya listrik, air, dan telfon ke kolom Debet karena biaya bertambah sementara kas akan berkurang dan masuk ke kolom kredit. Hanya itu.
"Bagus Ignacia. Siapa saja kelompok mu?" Tanya Bu Ery.
Benar juga. Ini berhubungan dengan kelompok. Ignacia tentu tidak mengingat siapa saja yang menjadi anggota kelompoknya karena sudah lama tidak melakukan kerja kelompok. Tapi kemudian mereka-mereka yang adalah anggota kelompoknya menyebutkan nama dan nilainya naik berkat Ignacia.
"Haha aku bangga sekali," batin Ignacia tanpa bisa mengontrol senyuman yang muncul di wajahnya. Rupanya tugas yang dikerjakannya bersama Nesya membawa banyak keuntungan baginya. Terima kasih pada Nesya yang mendukungnya dari tempat duduk dan ikut gugup untuknya.
"Bagus sekali Ignacia, terima kasih. Silahkan duduk kembali," ucap Bu Ery setelah memasukkan nilai.
Ignacia berjalan mendekati tempat duduknya dengan Nesya, pura-pura meletakkan anak rambutnya ke belakang telinga seolah sangat bangga di hadapan Nesya. Lupa jika ada banyak orang yang dapat melihatnya juga hingga banyak yang tertawa melihat tingkah percaya diri Ignacia.
"Kerja bagus, Ignacia," puji teman sekelompok Ignacia sambil mengangkat kedua jempolnya. Sekaligus mereka berterima kasih karena berkat Ignacia, mereka aman. Padahal selama bab ini, Ignacia hanya bekerja sama dengan Nesya dan bukannya mereka yang lebih memilih untuk bekerja sama dengan orang lain.
"Haha padahal kamu baru saja akan menulis rumusnya. Belum selesai menulis rumus, sudah di panggil Bu Ery untuk mengerjakan tugas," Nesya berusaha menahan tawanya dengan apa yang baru terjadi. Ignacia juga sama, keduanya menahan tawa hingga wajahnya memerah.
Receh sekali mereka.
Keberuntungan tidak datang ke perwakilan kelompok selanjutnya yang diminta untuk maju. Entah karena Ignacia sudah menggunakan keberuntungan orang lain atau bagaimana, hingga mereka gagal dan membuat sebuah masalah.
Perwakilan kelompok yang di panggil tidak bisa menjawab hingga anggota kelompoknya ikut terpanggil untuk maju ke depan, membantu, menjelaskan pada teman-teman, dan mereka tidak bisa melakukannya. Pada akhirnya ada sebuah pecahan kecil namun dianggap bercanda oleh yang lainnya.
"Beruntung kamu berhasil, Ignacia," bisik Nesya.
"Aku keren bukan?" Ignacia masih tidak ada habisnya dengan kebanggaannya hari itu.
"Iya, kau keren sekali." Dan Nesya akan selalu mendukung.
...*****...
Di jam pulang, Ignacia dan Nesya sengaja menunggu hingga beberapa menit agar sepeda motor keduanya bisa keluar. Datang sebelum mayoritas orang datang adalah hal yang membuat mereka harus pulang agak terlambat. Tempat parkir sangat sesak jika sudah waktunya pulang. Banyak sepeda motor yang menghalangi satu sama lain.
"Kenapa belum pulang?"
Dan kesempatan itu digunakan Rajendra yang baru selesai membersihkan kelas untuk mendatangi Ignacia dan Nesya yang tengah asik mengobrol soal hari menyenangkan keduanya. Padahal Ignacia mengira jika Rajendra sudah pulang sejak tadi karena tempat sepedanya selalu mudah untuk dikeluarkan.
"Sepeda kami masih belum bisa keluar," Ignacia menjawab.
Nesya melihat jam di pergelangan tangannya, "oh sepertinya kita sudah bisa pulang sekarang. Kelihatannya kita sudah lama menunggu, Ignacia." Kedua gadis tadi bangkit, berjalan dengan Rajendra yang mengekor di belakang Ignacia.
"Nesya, kau tidak menjadi panitia untuk acara MOP?" Rajendra tiba-tiba bertanya.
Kini atensi Ignacia juga tertuju pada teman berkacamatanya. Gadis itu menggeleng dan bertanya baik pada Rajendra. Ignacia dapat melihat dengan jelas jika kekasihnya mengangguk.
Artinya akan ada yang sibuk lagi.
"Panitia, apakah pulangnya akan malam lagi?" Ignacia bertanya pada siapapun yang dapat menjawab. Rajendra yang merespon karena Nesya tidak tahu apapun. Dia lebih bersyukur karena tidak perlu menjadi panitia di hari yang seharusnya sekolah mereka diliburkan.
Rajendra menggeleng, tapi dia tidak tahu pasti kapan akan pulang. Yang jelas, mungkin sedikit lebih lama dari Ignacia. Tapi siapa yang ingin tetap berada di sekolah setelah semua orang pulang? Diam-diam Rajendra ingin jadwal pulangnya bersamaan dengan Ignacia. Mungkin bisa sekalian bertemu lagi.
"Tidak bisakah Rajendra pulang bersamaku saja setelah acaranya selesai? Laki-lakiku juga membutuhkan hari libur seperti yang lainnya. Kenapa menahannya setelah acara selesai? Kedengaran tidak adil," batin Ignacia kesal.
Hari itu rasanya aneh. Ignacia merasakan sesuatu saat berada di dekat Rajendra. Bukan getaran yang biasa dia rasakan saat berada di dekat Rajendra. Tapi seperti pertanda bahwa laki-laki yang berjalan di sebelahnya ini akan kembali sibuk karena menjadi panitia untuk kesekian kalinya.
Rajendra mendapatkan panggilan sebelum ketiganya sampai di tempat parkir paling utara. Rupanya ada panggilan dari seorang teman. Entah tentang apa, Ignacia tidak diberitahu dan hanya diberikan pesan untuk berhati-hati di jalan oleh Rajendra.
Nesya juga diam saat melihat Rajendra perlahan pergi masih dengan telfon yang tersambung. Kemudian pandangannya beralih pada Ignacia yang membeku. Bisa dia lihat jika Ignacia merasa kecewa pada Rajendra meksipun hanya dilihat dari punggungnya saja.
...*****...
Hari-hari sebelum hari diselenggarakannya MOP, Ignacia tidak banyak berinteraksi dengan Rajendra. Laki-laki itu jadi lebih sering menghilang ketika dicari. Selalu sibuk, pulang terlambat, dan kombinasi lain yang sudah biasa bagi Ignacia.
Tidak apa-apa, dia bisa mengganggu Athira atau kedua adiknya yang lain jika merasa bosan. Tapi dia kadang juga ingin tahu apakah Rajendra sudah sampai di rumah atau belum.
...Rajendra ఇ ◝‿◜ ఇ...
^^^Hari ini pulang terlambat lagi? |^^^
| Kelihatannya begitu
^^^Huh selalu saja seperti ini |^^^
^^^Kamu pasti akan pulang malam |^^^
^^^Bahkan matahari saja sudah pulang lebih dahulu |^^^
^^^Sebelum kamu |^^^
| Ya mau bagaimana lagi?
| Aku sedang mempersiapkan acara penting
| Yang akan kamu datangi besok
Padahal Rajendra hanya mengetikkan tiga kalimat singkat di pesannya. Tapi kenapa Rajendra terlihat keren di mata Ignacia sekarang? Rajendra sedang mempersiapkan acara penting yang akan Ignacia datangi. Hoho itu terdengar keren.
...*****...
Di hari H, seperti kegiatan Pramuka kebanyakan, akan dibentuk regu di setiap kelasnya. Tapi untuk kelas 12, ini hanya sebagai formalitas saja. Nanti di acaranya juga mereka akan tetap duduk di barisan kelas masing-masing tanpa peduli regu apa yang mereka dapatkan.
Keberuntungan mereka datang sehari sebelum hari ini datang. Mereka berada di dalam satu regu meksipun tahu jika ini hanya untuk formalitas belaka.
"Yang penting kita bisa bersama," kata Nesya dengan bahagianya. Karena biasanya mereka tidak pernah satu kelompok jika ditentukan orang lain.
Di tengah keramaian, sempat-sempatnya Ignacia menemukan Rajendra yang tengah meminta teman sesama anggota organisasinya untuk melakukan sesuatu. Wajahnya yang tegas, serius, juga semua ucapannya yang begitu sesuai membuat Ignacia hampir tidak bisa mengalihkan pandangan.
Laki-laki itu lebih tinggi darinya, dia memiliki sikap pemimpin yang mendarah daging, sangat bertanggung jawab dan bisa diandalkan. Baju Pramuka terlihat sangat cocok untuknya. Lebih dari seragam lain yang dia punya. Oh ya jangan lupakan alis tebal yang menambah poin menawannya.
Rajendra terlihat keren.
Di sela-sela kegiatan yang hanya mendengarkan seorang narasumber dengan powerpoint yang lebih mirip dengan powertext pun masih digunakan Ignacia untuk mengirimkan pesan pada Rajendra yang kelihatannya tidak sibuk dari kejauhan. Caranya mengambil ponsel saja terlihat keren di mata Ignacia.
...Rajendra ఇ ◝‿◜ ఇ...
^^^Kamu terlihat keren hari ini |^^^
^^^Kenapa bisa begitu? |^^^
^^^Apa yang sudah kamu lakukan? |^^^
| Keren darimananya?
| Haha sepertinya kamu sedang salah lihat
Ignacia sudah jujur, namun Rajendra saja yang menolak kejujuran kekasihnya. Mungkin dia tidak menatap cermin sebelum pergi ke sekolah hari ini. Atau mungkin dia sudah tidak merasa tampan karena sudah berada di sekolah sedari pagi. Berbeda dengan kalangan kelas 12 yang diminta untuk datang lebih siang daripada kelas 10 dan 11.
"Sekarang kamu jatuh cinta pada kekasihmu sendiri?" Nesya yang terus mendapati Ignacia menatap Rajendra dalam diam pun tentu merasa aneh. Untuk kedua kalinya dia melihat Ignacia jatuh cinta pada laki-laki yang sudah memiliki status yang jelas dengannya. Sebuah hal yang jarang terjadi.
"Kurasa aku harus banyak-banyak minum, Nesya."
"Hah?" Nesya kebingungan.
"Hari Rajendra terlihat berbeda. Dia menjadi lebih keren dari sebelumnya? Apa karena dia menjadi panitia hari ini?" Masih ada tatapan penuh perasaan dari Ignacia pada Rajendra disana.
Seharusnya laki-laki itu melihatnya.
"Kurasa kamu memang sedang jatuh cinta padanya, Ignacia. Selamat ya. Tidak akan ada seseorang yang menghalangimu untuk jatuh cinta padanya."
"Hah, dia terlihat keren. Bagaimana ini?" Ignacia jadi bingung sendiri di samping Nesya yang menatapnya aneh. Memang agak menyeramkan jika Ignacia sudah bisa merasakan emosi seperti ini. Sikapnya jadi berubah salah tingkah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments
𝒀𝑶𝑺𝑯𝕌𝔸ˢ
debit kredit... itu kelemahan terbesarku.
2023-09-28
1
kimraina
Ada aqua 😹 kaya iklan 😆
2023-07-07
1
mama zha
kakak dukung kamu yang rajin up nha
2023-06-30
1