"Aku pulang," lirih Ignacia begitu memasuki rumah. Kedua orang tuanya kebetulan tidak sedang ada di ruang tamu, tidak melihat wajah lelah sang anak yang seharusnya ceria.
Ignacia bercerita pada mamanya jika hari itu dia akan pergi berkencan tanpa sepengetahuan sang ayah. Tapi rupanya restu mamanya tidak bisa membuat Ignacia menikmati kencan. Padahal Ignacia sudah berharap banyak.
"Kakak sudah pulang? Di tengah hari? Kenapa begitu cepat?" Athira tidak sengaja berpapasan dengan kakaknya yang akan memasuki kamar. Suara Ignacia yang membuka pintu tadi terlalu kecil hingga hanya dia sendiri yang bisa mendengarkan.
Ignacia tidak menjawab, hanya menatap dalam diam dan terus melangkahkan kaki menuju kamar. Melihat itu, Athira juga hanya diam. Suasana hati kakaknya pasti sedang buruk, pikirnya.
Dilanjutkannya perjalanan menuju dapur, tempat mamanya memanggil. Didapatinya puding berwarna hijau dan coklat begitu sampai. Yang lebih dahulu sampai tentu saja kedua adik kecilnya. Tidak tahu ada dimana ayahnya. Padahal Athira bilang orang tuanya sudah kembali sejak tadi.
"Kakak kapan pulang? Tadi mama telfon tidak di jawab," tanya sang mama sambil memberikan sepiring puding untuk yang baru datang.
"Kakak baru saja datang. Langsung pergi ke kamar."
"Benarkah?"
Buru-buru wanita yang tengah membawa piring kecil puding itu melenggang pergi keluar dapur, menghampiri kamar anak perempuan pertama. Diketuknya pintu, namun tidak kunjung mendapatkan respon apapun dari pemilik kamar.
"Kak Ignacia," panggil seseorang di balik pintu. Namun di panggil beberapa kali pun tidak ada jawaban. "Mama masuk ya," putus sang mama, menekan kenop pintu dan mendorong daunnya hingga terbuka seluruhnya.
Di dalam, terlihat sosok seorang gadis yang berada dalam balutan pakaian bernuansa Lilac dengan rambut yang sudah tidak rapi. Jika dilihat dari warna pakaian yang dia gunakan, seharusnya Ignacia memiliki mood yang sama tenangnya. Namun sebaliknya, wajahnya terlihat murung dan sangat lelah.
Tas kecilnya berada di atas tempat tidur, di samping beberapa novel yang berhasil si gadis bawa pulang. Kedua kakinya diluruskan ke depan tanpa memakai kaus kaki. Ignacia tampak sangat berbeda, namun wanita yang tengah berdiri menatapnya itu tidak dapat membacanya dengan jelas.
"Mama membuat puding di dapur. Kamu mau?" tanya wanita yang perlahan memasuki kamar.
Ignacia menggeleng sebagai jawaban. Masih tidak ingin bangkit dari tempatnya duduk. Bahkan selera makannya saja sudah hilang akibat kencan. Sungguh Ignacia merasa kekanak-kanakan sekali.
"Sesuatu terjadi?" Sang mama memutuskan untuk ikut duduk di lantai, menyilangkan kaki, menghadap ke arah sang anak perempuan. Mungkin ada yang ingin Ignacia katakan.
"Aku lelah," jawab Ignacia singkat.
"Bagaimana kencan dengan Rajendra tadi? Apa ada sesuatu yang terjadi? Biasanya, jika orang-orang pulang dari kencan, suasana hatinya akan sangat bagus. Tapi yang mama lihat, kamu malah terlihat lelah setelah pulang berkencan."
Benarkah mamanya memperhatikannya akhir-akhir ini?
"Ya itu karena aku hanya tidak ingin membuatnya kecewa," jujur Ignacia. Dia memperbaiki posisi duduknya tanpa menghadap ke arah sang mama. Menunduk dan tidak mampu menatap. Dia takut jika suasananya hatinya akan terbaca dengan mudah.
"Kecewa?"
"Aku selalu menolak ketika Rajendra mengajakku berkencan dahulu. Aku tidak pernah bersikap seolah kami adalah kekasih. Akhir-akhir ini kami sering pergi karena aku tidak ingin membuat dia kecewa. Aku tidak suka melihatnya terus bersama teman-temannya. Aku- entahlah. Aku tidak paham."
"Kalian tidak bertengkar bukan?" Ignacia menggeleng untuk menjawab pertanyaan mamanya. "Kamu bisa menolak jika Rajendra mengajakmu keluar. Tidak mungkin Rajendra akan terus memaksa jika kamu tidak mau."
"Rasanya aku tidak bisa, Ma. Bagaimana jika dia berubah pikiran dan- selama ini Rajendra selalu bermain dengan teman-teman satu organisasi atau teman sekelasnya ketika ada waktu luang. Mereka akan mengambil waktu Rajendra sepenuhnya hingga aku tidak bisa berkirim pesan padanya."
Untuk kesekian kalinya, Ignacia tidak bisa menahan diri.
"Aku baru menerima tawarannya untuk pergi bersama pada tahun ini. Beberapa bulan sebelum kami merayakan anniversary. Rajendra mungkin akan merasa heran jika aku tiba-tiba tidak selalu menerima tawarannya lagi." Ignacia mengangkat kepalanya, menatap sang mama yang tengah memperhatikan.
"Aku kekanak-kanakan?" Tanya Ignacia lirih.
Tangan sang mama terulur untuk mengusap surai panjang anaknya, tatapannya tampak aneh dari sudut pandang Ignacia. Belum pernah dia melihat tatapan mata sedemikian sendu yang menyimpan banyak rahasia.
"Jangan di pikirkan. Kamu tidak menggerakkan sebuah hubungan sendirian. Nanti Rajendra juga akan melakukan bagiannya."
...*****...
Athira menatap kakaknya dengan sorot mata aneh. Dia tahu apa yang sedang Ignacia sampaikan mengenai kencan hari itu, namun rasanya aneh dan tidak wajar. "Bukankah ketika berkencan itu kalian tidak akan memegang ponsel selain untuk mendapatkan pesan dari orang yang penting?" Bingung Athira.
"Ya mau bagaimana lagi? Rajendra juga seorang ketua MPK. Tidak mungkin aku akan marah dan melarang dia bertanggung jawab. Itu kekanak-kanakan sekali." Ignacia menutup wajahnya dengan bantal setelah bicara, rasanya dia malu sekali karena sudah tampil di hadapan Rajendra hari ini.
"Seharusnya aku ada di rumah saja jika hanya membuat dia berputar-putar," batinnya.
"Kalian ini selalu saja begini."
"Ya mau bagaimana lagi?"
Ignacia meletakkan bantal di pangkuannya, beralih meraih novel yang ada di atas nakas. Berniat untuk membaca saja sementara Athira juga menumpang untuk mengerjakan tugas seni budaya. Gadis itu membutuhkan barang-barang milik kakaknya.
"Lalu bagaimana dulu kalian berkencan jika pada akhirnya tidak saling jujur seperti ini?" Pertanyaan Athira tidak mendapat jawaban segera dari yang ditanyai. Ignacia juga tidak tahu kenapa dahulu dia tidak mengenal Rajendra lebih dalam.
...Rajendra ఇ ◝‿◜ ఇ...
| Maaf jika anniversary tahun ini biasa saja
| Maafkan aku yang sibuk, Ignacia
| Aku berhutang banyak maaf padamu
Akhirnya pesan dari Rajendra datang di malam hari setelah keduanya berhasil menginjak jangka waktu 4 tahun hubungan. Ignacia tidak tahu kenapa laki-laki ini jadi begitu sibuk hanya untuk mengurus masalah perekrutan, tapi yang jelas, Ignacia tetap harus mengikuti alurnya agar tetap aman.
"Kak Rajendra?" tebak Athira tanpa menatap. Dia sudah sangat hafal dengan suara notifikasi khusus yang diberikan kakaknya pada kontak sang kekasih. "Balas saja kak, lagipula Kak Rajendra tengah kosong sekarang," lanjut Athira karena melihat kakaknya hanya diam.
Jari-jari Ignacia bergerak untuk membalas pesan.
...Rajendra ఇ ◝‿◜ ఇ...
^^^Haha, memangnya apa yang harusnya ada? |^^^
^^^Kita sama-sama tahu jika kita sudah bersama cukup lama |^^^
^^^Kita sama-sama tahu jika kita sudah di angka 4 tahun |^^^
| Iya, kamu benar
| Tapi seharusnya aku tidak meninggalkan kamu
| Aku berjanji lain kali akan lebih baik
^^^Apa yang kamu bicarakan? |^^^
^^^Aku sudah sangat senang |^^^
^^^Karena kamu menemaniku |^^^
^^^Kita pergi ke toko buku bersama |^^^
^^^Itu hal yang sangat kuinginkan |^^^
^^^Terima kasih untuk hari ini |^^^
| Meksipun aku tidak sempurna
| Kamu bahkan berterima kasih padaku
| Hatimu lebih besar dari yang kutahu
Ignacia tidak menunjukkan ekspresi apapun selama membalas pesan dari kekasihnya. Yang dia rasakan hanya kehampaan ketika suara notifikasi khusus yang dia berikan untuk kontak Rajendra menganggu fokusnya pada novel. Seharusnya dia tidak menunggu pesan Rajendra.
Di percakapan yang berlangsung lambat itu Rajendra sempat bercerita tentang teman-temannya yang mencoba untuk menggodanya karena memposting foto berdua dengan Ignacia di hari pertama mereka berkencan. Rajendra mengaku jika dia tidak suka diganggu.
Lantas bagaimana dengan Ignacia?
Gadis itu bahkan tidak ingin foto pertama itu dibagikan untuk kesekian kalinya tanpa izinnya. Rajendra mempublikasikan foto itu sepihak tanpa bertanya. Padahal Ignacia ingin menyimpan hubungannya sendiri tanpa diketahui siapapun.
"Aku tidak akan bisa menyimpanmu untuk diriku sendiri, Rajendra. Aku tidak akan bisa menjadikanmu hadiah kecil yang tidak diketahui siapapun," bisik Ignacia masih dengan membalas pesan-pesan Rajendra tentang si teman-teman.
...Rajendra ఇ ◝‿◜ ఇ...
| Kamu sudah membaca novelnya?
| Bagaimana ceritanya?
| Apa menarik?
Ignacia membulatkan matanya ketika mendapatkan pengalihan topik yang begitu aneh. Tidak biasanya Rajendra akan membahas soal buku bacaan Ignacia. Tidak biasanya Rajendra sampai bertanya soal itu karena benar-benar tidak tertarik dengan literatur apapun.
"Kenapa kakak begitu? Mata kakak itu tidak besar, jadi jangan dipaksakan untuk melebarkannya," tegur Athira sambil kembali fokus dengan pekerjaannya.
"Rajendra bertanya soal novelku, Athira." Ucapan Ignacia membuat Athira berhenti dan kini menatapnya aneh.
"Sebenarnya kalian ini pasangan atau bukan? Jika seorang laki-laki bertanya soal kesukaan perempuannya, itu adalah hal yang wajar Kak. Karena mereka sudah saling mengenal dan ingin masuk ke dalam kehidupan kekasihnya agar lebih dekat."
Ignacia tidak tahu harus membalas apa. Butuh beberapa detik hingga akhirnya dia bisa menemukan jawaban yang tepat tanpa membuatnya tampak berlebihan dan over sharing. Toh Rajendra tidak akan peduli dan hanya menggunakan ini sebagai formalitas belaka.
...******...
"Kemarin itu memang agak sibuk, Ignacia. Aku juga harus membantu anggota lainnya untuk mempersiapkan perekrutan anggota baru. Jika tidak dipersiapkan dengan baik, maka semuanya tidak akan terkendali," Nesya menjelaskan.
Diteguknya teh dingin dengan rasa lemon, menatap teman di sampingnya yang terlihat muram. "Jika kamu tidak suka dengan sikapnya yang seperti itu, lebih baik katakan saja. Kalian harus menjalani hubungan dengan komunikasi. Kalian tidak akan bisa mengerti satu sama lain jika hanya diam."
Nesya bicara seolah pernah mengalami sesuatu.
"Tapi jika aku mengeluh, itu artinya aku kekanak-kanakan. Orang dewasa bukankah akan menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa melibatkan orang lain? Aku tahu jika tugasnya adalah mengatur semuanya agar sempurna. Jika aku mengeluh, itu artinya aku tidak mengerti dan tidak bisa berpikiran dewasa. Aku takut dia risih dan-"
Ignacia bahkan tidak sanggup untuk melanjutkan kalimat panjangnya. Kepalanya tertunduk menatap teh di tangannya, pikirannya kacau. Dia baik-baik saja namun rasanya tidak bisa berpikiran jernih.
Sementara itu, Nesya hanya bisa menghembuskan nafas panjang. Sungguh dia tidak mengerti bagaimana jalan hubungan kedua manusia yang dikenalnya ini. Yang perempuan tidak suka membicarakan hal yang membuatnya terganggu, sementara yang laki-laki sibuk dengan dunianya.
"Aku juga pernah sibuk dengan duniaku sendiri, Nesya" Ignacia bersuara lagi setelah beberapa lama hening, "aku pernah sangat sibuk membaca novel hingga Rajendra marah. Dia tidak suka ketika aku hanya fokus dengan duniaku sendiri. Dan apa yang terjadi saat ini, kurasa itu balasan untukku."
"Rajendra saja bisa bilang jika dia tidak suka saat kamu hanya sibuk dengan duniamu. Kamu bisa melakukan hal yang sama. Katakan padanya jika kamu tidak suka ditinggalkan sendirian. Katakan saja agar dia mengerti. Kamu tidak harus menahan semuanya sendiri."
Nesya mengubah posisi, menghadap sepenuhnya pada Ignacia yang sedari tadi tidak berselera untuk menusuk teh dinginnya dengan sedotan. "Jika kalian bisa saling mengungkapkan perasaan atau terbuka dengan apa yang dirasakan atas tindakan satu sama lain, kalian akan kembali bahagia."
"Kamu mengatakannya seolah bukan masalah." Ignacia tersenyum kecut, "tapi jika aku berubah tidak sabar dan menuntut sesuatu padanya di tengah kesibukan, yang ada, malah pandangannya padaku akan berubah."
"Berubah bagaimana?"
"Dia akan kembali melihatku tidak dewasa."
"Memangnya apa pentingnya itu?"
"Dilihat sebagai anak-anak itu tidak menyenangkan, Nesya. Aku tidak suka diremehkan dan dinomor duakan hanya karena aku dianggap tidak bisa jadi dewasa." Ignacia mengalihkan pandangan dari teh ke area sekitar kelas, tersenyum kecil kemudian kembali berwajah masam.
"Aku berpikir jika Rajendra melakukan itu karena aku tidak akan sakit hati. Dikiranya anak kecil tidak akan merasa kesepian jika ditinggalkan sendirian hanya karena dia memiliki banyak mainan. Dia membuatku berpikir seperti itu."
"Lalu kamu tahu, Nesya? Rajendra menyukai sikapku yang tidak banyak menuntut, tidak menganggunya ketika sibuk, dan hal-hal pasif yang bisa membuatnya tetap menjalani kehidupan dengan normal. Jika aku mengeluh sekarang, memangnya apa yang akan berubah? Dia tetap dia. Aku tetap aku."
"Tapi Ignacia," sanggah Nesya, "perempuan dewasa itu harus jujur. Saat ini saja kamu tidak ingin jujur pada Rajendra soal perasaan yang kamu rasakan atas tindakannya. Mana bisa kamu dikatakan dewasa jika dengan perasaanmu sendiri saja kamu tidak bisa jujur. Mengungkapkan perasaan mungkin bukan sesuatu yang biasa bagimu, tapi itu diperlukan dalam hubungan."
Ignacia menoleh, "menurutmu Rajendra tidak akan berpikiran buruk jika aku mengeluh padanya?"
"Ignacia," lirih Nesya. Jujur saja dia bingung dengan isi kepala temannya ini. Dia ingin tampak dewasa agar tidak ditinggalkan Rajendra. Tapi yang di dapatkan hanya jalan buntu.
"Jika Rajendra juga dewasa, dia akan mengerti kenapa kamu hingga mengeluh seperti ini dan mencoba untuk memberikan apa yang kamu butuhkan."
"Nesya, jika aku melakukan kesalahan, Rajendra akan mengingatnya. Dia bukan orang yang emosional, tapi dia membuatku selalu terlihat emosional dan tidak dewasa. Aku tidak suka sikapnya yang seolah menyepelekan perasaan orang lain, tapi dia ada benarnya."
"Hei dengar," Nesya meletakkan tehnya dengan cepat, menyentuh kedua pundak Ignacia agar fokusnya hanya pada manik matanya, "hubungan itu tidak dijalankan oleh satu orang, Ignacia. Jika kamu terlalu mengikuti arus yang Rajendra buat, kamu akan terus terseret."
"Lalu hubungan yang dewasa itu bagaimana, Nesya? Sumberku bilang jika Hubungan yang dewasa mengatur kepentingannya sendiri-sendiri tanpa harus bergantung pada pasangannya. Akan kulakukan itu semampuku."
"Karena aku ingin tampak dewasa."
"Dan tidak tampak kesepian."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments
Moonlight
lelah ya ignacia :'(
2023-09-02
1
kimraina
Kejujuran itu memang menyakitkan tetapi bila berpura2 jg menyakitkan bukankah lebih baik jujur 😹
2023-07-03
2
Sri. Rejeki
belum bisa menjabarkan bagaimana perasaanya ini..
2023-05-30
1