"Ke toko buku bersama Kak Rajendra?" Beo Athira.
Mengulang kembali jawaban kakaknya yang tengah sibuk mencari sepatu barunya di atas lemari. Sungguh dia tidak percaya dengan apa yang didengarnya barusan. Kakaknya akan berkencan di tempat yang sangat disukai kakaknya?!
"Kakak tidak biasanya membawa Kak Rajendra ke toko buku. Kakak bilang Kak Rajendra tidak menyukai buku. Apa yang membuat kakak membawa Kak Rajendra kesana?"
Akhirnya Ignacia berhasil menemukan sepatunya, membawanya keluar rumah dan memakainya tepat di teras. Dan di belakang ada Athira yang mengekor untuk mendapatkan jawaban. Dia bersandar pada bingkai pintu, melipat tangan di depan dada.
Dia hanya iri dengan kakaknya.
"Hari ini anniversary kami," jawab Ignacia di tengah kesibukan memakai sepatu sekarang.
"Tapi tahun-tahun kemarin tidak begitu."
"Rajendra bertanya apa mungkin ada sesuatu yang aku inginkan untuk hari anniversary kami. Dan aku bilang jika aku ingin membeli buku novel yang baru dirilis. Kau tahu, rasanya menyenangkan bisa mengenalkan Rajendra dengan buku-buku yang membuatku tertarik."
Ignacia tersenyum senang. Tidak sabar untuk menunjukkan buku yang sudah dia tunggu cukup lama.
"Tapi Kak Rajendra tidak suka membaca." Athira benar. Tentu saja Ignacia paham betul. Senyumannya hilang dalam seperkian detik, berubah datar dan tidak bersemangat.
"Kau tidak perlu suka membaca untuk pergi ke toko buku. Lagipula aku yang punya kepentingan. Bukan Rajendra." Ignacia bangkit, penampilannya semakin cantik dengan pemilihan sepatu dengan warna yang tepat, "aku tidak bisa memaksanya untuk menyukai apa yang aku sukai. Biarkan saja dia merasa bingung saat menemaniku."
"Kakak kapan akan kembali?"
"Tumben sekali kau bertanya. Ada apa?" Ignacia menatap adiknya dengan tatapan berbeda.
"Ingin bertanya saja. Mentang-mentang ayah dan mama tidak ada di rumah, kakak tidak bisa seenaknya pergi seharian. Rafka dan Arvin ikut, jadi aku sendirian di rumah." Athira berbohong. Dia hanya ingin kakaknya kembali secepatnya sebelum sesuatu yang dia perkiraan benar terjadi.
"Tentu, aku akan segera kembali setelah selesai."
"Selamat bersenang-senang."
Athira meninggalkan kakaknya di teras. Dia hanya bisa berharap jika kakaknya baik-baik saja saat bersama dengan Rajendra yang memiliki hobi yang sangat berbeda dengan kakaknya. Kak Rajendra tidak mengerti apa yang kakaknya inginkan kadang-kadang. Jadinya Athira agak khawatir.
Ignacia menatap punggung sang adik perempuan yang perlahan menghilang. Setelahnya memilih untuk duduk di teras dan mengeluarkan ponsel dari dalam tas. Tidak ada pesan baru dari Rajendra. Laki-laki itu pasti tengah dalam perjalanan menuju rumahnya.
Beruntung hari itu ayah dan mamanya harus kembali pergi ke rumah nenek untuk membahas sesuatu dengan hanya membawa dua anaknya. Jadi Ignacia tidak perlu sungkan untuk pergi bersama Rajendra. Tidak perlu merasa khawatir juga jika ayahnya bertemu dengan Rajendra yang adalah pacarnya.
Ignacia belum pernah membicarakan Rajendra pada sang ayah. Ayahnya juga tidak ingin anak-anaknya berkencan dengan siapapun selama masa sekolah.
Samar-samar terdengar suara sepeda motor yang familier, arahnya seperti akan menuju ke rumah Ignacia. Dan beberapa waktu kemudian benar ada seseorang yang berhenti di depan rumahnya. Itu Rajendra.
"Kamu sudah lama menunggu? Tadi aku harus mengantarkan makanan ke rumah nenekku," jelas Rajendra sambil menyodorkan helm untuk Ignacia. Kebetulan rumah salah satu neneknya berada tak jauh dari rumah Rajendra.
"Tidak, aku berhasil menemukan sepatu yang cocok karena kamu datang tepat waktu." Ignacia memakai helmnya, mengaitkannya dengan baik sebelum sepeda motor Rajendra kembali melaju menuju jalanan kota yang ramai di akhir pekan. Beruntung sekali anniversary mereka tahun ini berada di hari libur.
Di jok belakang, Ignacia tengah menahan gugup. Bukan hanya karena keduanya kini akan berkencan mulai pagi hari, tapi juga karena buku yang sudah di tunggu-tunggu yang sudah di tunggu-tunggu akhirnya rilis dan ada di toko buku yang dekat dengan daerah tempatnya tinggal.
"Ignacia, berpegangan padaku!" Teriak Rajendra pada yang tengah duduk di belakang. Dia akan menyalip beberapa mobil di depan dan ingin memastikan bahwa Ignacia baik-baik saja. Gadis itu melepaskan pegangannya pada Rajendra selama beberapa detik karena sibuk dengan pikirannya tadi.
Ignacia pasrah saja saat Rajendra menarik tangannya untuk berpegangan, mengubah posisinya menjadi seperti tengah memeluk Rajendra dari belakang.
"Kenapa tanganmu menjadi agak dingin?" Bingung Rajendra setelah berhasil dengan misinya. Sekarang kembali ke kecepatan rata-rata dan membebaskan Ignacia untuk tetap berpegangan atau tidak. Udara pagi ini tidak begitu dingin, matahari sudah datang dan rasanya hangat.
"Aku hanya gugup karena akan membeli buku yang sudah kutunggu-tunggu."
"Bukan kamu yang merilis buku, tapi malah kamu yang gugup, Ignacia." Rajendra dapat melihat anggukan kecil dari Ignacia lewat spion.
...*****...
"Wah ini dia bukunya. Wah akhirnya aku mendapatkannya. Apa aku sebaiknya mencari buku lain juga? Tapi aku mungkin akan menghabiskan tabunganku. Tapi jika tidak sekarang, aku bisa saja kehabisan dan- hah aku cari saja dulu."
Rajendra hanya mengekor di belakang Ignacia yang tengah bergumam. Laki-laki dengan pakaian kasual itu kebingungan dengan pertanyaan yang ditanyakan Ignacia pada dirinya sendiri. Gadisnya terlihat sangat berbeda dan langkahnya berubah menjadi sangat ringan.
"Kukira kamu hanya akan membeli satu buku, Ignacia." Tegur Rajendra sembari melihat sekitar untuk mencari sesuatu yang sampai menarik perhatian Ignacia setiap berkunjung. Tapi mau melihat ke arah manapun saja Rajendra masih belum bisa menemukannya. Rasanya dia memang tidak ditakdirkan untuk datang ke toko buku.
"Yang kuinginkan hanya satu memang. Tapi sebentar lagi kita akan sibuk dengan sekolah dan aku tidak tahu apa bisa kembali ke toko buku dan membeli sebuah novel baru. Jadi mungkin aku beli saja semua yang kuinginkan."
"Kamu tahu arti kata boros? Kamu bisa membaca lewat novel online tanpa perlu membelinya."
"Aku lebih suka membeli buku fisik. Aku sudah pernah mencoba untuk membaca novel secara online. Tapi mataku lelah dan rasanya sakit."
"Berapa halaman yang kamu baca?"
"Setengah buku."
Ignacia sampai di sebuah rak dengan buku-buku bergenre drama yang diterjemahkan. Rajendra mengangguk-angguk mengerti. Orang yang tengah diikutinya ini tidak akan bisa membaca satu bab dalam sehari. Setengah buku mungkin bisa dia lakukan selama kurang lebih sehari.
"Wah ini dia. Padahal ini dirilis di awal tahun. Aku baru bisa membelinya sekarang. Lihatlah."
Ignacia tidak bisa mengendalikan dirinya untuk tidak berlebihan di hadapan Rajendra yang tidak menyukai sikap kekanak-kanakan. Dan dia bisa melihat dengan jelas jika Rajendra merasa aneh.
Bodohnya, Ignacia tidak peduli dan tetap tersenyum senang. Keduanya matanya berbinar, senyuman mengembang sempurna tanpa beban. Semuanya tampak tulus dari dalam hatinya.
Berasal jauh dari dalam alam bawah sadarnya.
"Tentang apa buku ini?" Rajendra bertanya dengan nada datar. Nada yang agak merusak semangat Ignacia. Tapi setidaknya Rajendra bertanya seolah peduli padanya.
"Tentang anak yang tinggal dengan orang tua tunggal. Anak laki-laki yang hanya tinggal dengan ayahnya."
Ignacia beralih menatap bukunya lekat-lekat. Sudah berbulan-bulan dia menunggu saat-saat ini. Dia memiliki banyak urusan hingga lupa dan belum bisa menemukan buku novel yang pada akhirnya ada di tangannya.
"Aku heran padamu," gumam Rajendra dengan ragu, "disaat banyak perempuan sangat menyukai buku bertema romansa khas, tapi kamu lebih menyukai novel tentang kehidupan dan hal-hal yang berbau kemanusiaan."
Ignacia tersenyum kecil, tidak tahu jika Rajendra juga bisa memperhatikan hal semacam itu darinya. "Kenapa tidak? Oh ya, setelah ini kita akan pergi kemana?" Ignacia bertanya.
"Ke tempat yang mungkin kamu suka."
Saat membayar, Rajendra memilih untuk menunggu di depan karena tiba-tiba ada seseorang yang menelfon. Membiarkan kekasihnya mengantri sendirian. Jujur saja Ignacia tidak masalah dengan itu. Namun kenapa harus ditinggalkan sendirian? Katanya ini kencan untuk anniversary mereka.
"Seharusnya aku datang dengan Athira saja," lirih Ignacia kecewa, mengembuskan nafas panjang agar tetap tenang. Mengingat dia tadi terlalu bersemangat membuatnya merasa agak malu pada Rajendra.
"Lagi-lagi aku tampil tidak pantas. Seharusnya aku bisa menahan diri."
Rasanya jadi ingat saat-saat dimana Ignacia melambaikan tangan dengan bahagia pada Rajendra yang ada di dalam kelas. Laki-laki itu tidak membahas. Responnya sama sekali tidak terlihat. Membuat Ignacia berpikir jika tingkahnya terlalu memalukan bagi Rajendra hingga laki-laki itu hanya diam dan seperti pura-pura tidak melihatnya.
Ignacia hanya dapat menatap punggung Rajendra dengan perasaan sedih. Seseorang dari organisasi menghubungi Rajendra dan sepertinya membuat si laki-laki terlihat sibuk di hadapan kekasihnya.
Kenapa harus seperti ini? Ignacia jadi seperti sedang menganggu si ketua MPK.
"Iya, aku akan menghubungimu lagi."
Panggilan berakhir setelah Ignacia menunggu beberapa menit setelah membayar novelnya. Rajendra menyimpan ponselnya ke dalam saku, berjalan mendekati Ignacia dan menggandeng tangan Ignacia tanpa mengatakan apapun. Yang tengah di tarik lembut itu pun hanya diam.
"Di dekat toko buku ini ada sebuah restoran Jepang yang baru buka. Temanku bilang jika tempat itu bagus," Rajendra menjelaskan tanpa menoleh pada Ignacia.
"Yang menelfon tadi ada hubungannya dengan kegiatan organisasi? Kukira hari ini kamu tidak akan sibuk." Si gadis lebih memikirkan soal panggilan yang datang beberapa menit yang lalu. Rajendra tidak segera menjawab. Menambah rasa tidak nyaman dihati Ignacia.
"Mereka hanya bertanya soal sesuatu. Tapi bukan sesuatu yang berat. Aku tidak perlu terus menghubungi mereka. Mereka bisa melakukannya sendiri."
"Apa yang kamu katakan ketika izin pada mereka untuk tidak ikut bergabung?" Sekali lagi Rajendra tidak langsung menjawab. Tidak mungkin dia bisa lupa respon yang dia berikan pada teman-teman satu organisasinya secepat itu.
"Aku akan pergi berkencan."
...*****...
Rajendra yang memesan makanan, membiarkan Ignacia duduk di sebuah meja dengan pemandangan luar restoran. Hanya pemandangan kota biasa. Kota yang sudah dikenal Ignacia sedari lahir. Kendaraan bermotor beroda dua dan lebih saja yang lewat. Membuat kota ini tidak begitu sesak.
Dari kejauhan, Ignacia dapat melihat Rajendra yang masih sibuk dengan ponselnya. Mengetikkan sesuatu tanpa peduli jika ada yang menganggu pikiran kekasihnya. Ignacia tahu jika Rajendra selalu sibuk, tapi apakah itu juga bisa diperlihatkan secara terus menerus?
Lupakan saja. Rajendra saja tidak keberatan.
Ignacia beralih pada beberapa novel yang baru dia beli. Akhirnya dia bisa memenuhi wish list tahun ini. Tapi tetap saja, Ignacia seharusnya datang bersama Athira. Datang bersama seseorang yang tidak masalah pada buku. Bukan orang yang mengatakan hal- seperti yang dikatakan Rajendra tadi.
Di sela makan, tidak ada obrolan. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Di sisi lain meja, Ignacia sudah kehilangan semangatnya untuk bicara, sementara Rajendra yang ada di hadapannya sibuk memikirkan soal acara yang akan diselenggarakan organisasi dalam waktu dekat.
"Kami akan melakukan perekrutan anggota OSIS dan MPK baru sebelum akhir tahun. Karena itu kami lebih sibuk meksipun ada di akhir pekan."
Hari itu Nesya pernah membocorkan rahasia umum di dalam organisasinya. Ignacia mendapatkan jawaban langsung tanpa menunggu lama dari teman berkacamatanya. Karenanya, Ignacia tidak perlu terlalu penasaran dengan apa yang dilakukan Rajendra.
"Mau tambah Ocha-nya lagi?" Ignacia bertanya pada Rajendra. Setelah mendapatkan anggukan, gadis berambut panjang itu bangkit dari duduknya dan membawa gelas milik Rajendra ke tempat pengisian.
Sekali lagi Rajendra mendapatkan panggilan dari seseorang. Seolah sudah dirancang untuk datang ketika Ignacia tengah jauh darinya. "Jika begini, lebih baik aku pergi sendirian saja," gumam Ignacia agak kesal. Hari ini bukan tentang keduanya.
Hari ini hanya tentang Rajendra dan kesibukannya.
Rajendra bahkan masih berbicara dengan temannya saat Ignacia kembali. Sekarang dia yang bangkit untuk membahas sesuatu via telfon. Ignacia tidak ambil pusing dan melanjutkan makan.
Dan sebuah pesan masuk ke ponsel Ignacia.
...Athira...
| Kak
| Aku ingin tahu bagaimana acara kalian
| Jika boleh, aku ingin makanan
^^^Lain kali saja ya |^^^
^^^Kita lain kali pergi berdua |^^^
| Yasudah, baiklah
| Kak Rajendra memperlakukan kakak dengan baik kan?
| Entah mengapa aku merasa tidak enak
| Aku dengar dari temanku jika akan ada perekrutan
| Anak OSIS dan MPK
^^^Iya, benar |^^^
^^^Aku juga tahu dari Nesya |^^^
| Kak Rajendra sibuk?
| Meskipun saat bersama kakak?
^^^Kita bicarakan nanti saja |^^^
Ignacia menyimpan ponselnya tanpa menunggu balasan dari sang adik pertama. Dirinya terlalu malas jika harus mengetik pesan yang berisi curhatan hatinya tentang kencannya dengan Rajendra. Laki-laki itu sibuk di hadapannya, bicara pada teman satu organisasinya bahwa dia sedang berkencan.
"Ignacia, setelah mengantarmu pulang, aku akan pergi ke sekolah untuk sebuah urusan," ucap Rajendra memberitahu saat berhasil kembali duduk dan meletakkan ponselnya di atas meja, takut-takut jika ada panggilan lain.
"Tidak bisa ditunda? Kukira kita akan pergi lebih lama."
"Aku minta maaf. Tapi sebentar lagi guru yang menjadi penanggung jawab memintaku untuk datang. Katanya ada yang sebaiknya kami bicarakan berdua."
"Oh begitu rupanya." Dengan berat hati Ignacia tersenyum seolah bukan masalah besar.
Tapi memang bukan masalah besar. Ignacia bukan anak kecil yang selalu membutuhkan perhatian dari seseorang. Sebelum bertemu dengan Rajendra saja dia sendiri, lantas apa yang membuatnya kini membutuhkan Rajendra untuk menemaninya setiap saat? Ignacia harus belajar lebih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments
Moonlight
Rajendra kamu knp sibuk kali jadi kacau deh😕
2023-09-02
1
Othsha
Kencan yang menyedihkan ya.. Mau happy tapi engga jadi ya, Cia! 😔
2023-07-01
1
kimraina
No no jgn bilang gitu karena setahuku kekasih yang tepat akan menerima gadisnya dgn karakter khas dia 😘
2023-06-30
1