Agak Sensitif

"Jadi panitia itu artinya aku tidak bisa sering-sering memberikan pesan atau bahkan bertemu denganmu kan?" Ignacia hanya ingin memastikan saja. Diam-diam beharap jika Rajendra hanya akan pergi sebentar dan menerima semua pesan yang ingin dia kirimkan.

"Aku minta maaf," hanya itu yang dapat Rajendra katakan. Dia tidak bisa menjelaskan apapun dan hanya menatap hal lain setelah es krimnya habis.

Ignacia menunduk beberapa detik, menampakkan senyuman kecut di suatu bibirnya. "Kenapa malah minta maaf? Aku tahu semua ini berhubungan dengan kehidupan sekolahmu. Tidak perlu merasa bersalah hingga meminta maaf seperti itu. Lagipula aku sudah biasa jika kamu harus sibuk," lirihnya.

Tidak ada pembicaraan lain. Rajendra mengantar Ignacia kembali ke rumah setelah beberapa menit kebersamaan yang agak canggung. Pembahasan soal kesibukan sudah biasa, tapi rasanya tetap saja terselip rasa canggung yang berlebihan.

...*****...

"Rajendra, menjadi sibuk itu menyenangkan?" Ignacia iseng bertanya saat sedang memakai helm yang diberikan Rajendra tadi, matanya sedang sibuk menatap pengait helm yang agak sulit untuk digunakan, "apa semenyenangkan itu?"

"Apa maksudmu?" Rajendra bingung.

"Kamu selalu berada di sekolah selama setahun terakhir. Tapi sekarang akan menjadi dua tahun. Apa menjadi sibuk itu sangat menyenangkan? Kamu tidak pernah mengeluh padaku soal kesibukan yang datang."

"Ya mau bagaimana lagi? Itu tanggung jawabku. Tidak mungkin aku akan menolak selama memiliki gelar ketua MPK."

"Kamu tidak pernah mengeluh padaku." Ignacia selesai dengan helmnya, menatap Rajendra yang juga sudah siap dengan helm warna merahnya. "Biasanya sepasang kekasih akan saling mengeluh soal apapun yang membuat mereka kesal dan sebagainya. Tapi kamu hanya sesekali mengatakan bahwa kamu kelelahan."

"Aku tidak ingin terlihat kekanak-kanakan di hadapanmu, Ignacia. Kita kadang tidak menunjukkan kelemahan diri sendiri kepada orang yang disukai."

Ignacia menggeleng, tidak setuju dengan ungkapan Rajendra barusan. "Kadang tidak masalah jika kamu menunjukkan sisi terlemah atau mengeluh pada orang yang kamu sukai, Rajendra. Kita bukan baru mengenal selama 4 bulan. Tapi sudah hampir 4 tahun. Kenapa kamu masih belum mengeluh padaku selama hari-hari sibukmu di sekolah?"

"Bagaimana denganmu? Kamu juga tidak benar-benar mengeluh padaku." Rajendra balik menyerang.

"Jika kamu tidak banyak bicara denganku, aku merasa tidak dekat denganmu. Aku merasa kita memiliki banyak jarak. Meksipun tidak mengeluh, aku akan datang padamu, Rajendra. Tapi kamu gak begitu."

Ignacia naik ke jok belakang perlahan, tidak berpegangan pada ujung jaket Rajendra seperti biasa. Malam ini hatinya menjadi lebih sensitif.

"Kamu tidak akan berpegangan padaku?"

Rajendra memastikan apa Ignacia akan tetap dengan posisinya yang tidak ingin menyentuh Rajendra. Tidak adanya respon sudah menjadi peringatan bagi Rajendra. Ignacia bukannya sedang marah, dia hanya merasa tidak nyaman dengan tingkahnya sendiri.

"Seharusnya aku tetap menyimpannya sendiri saja," batin Ignacia di sepanjang perjalanan pulang.

Sebelum sampai di rumah Ignacia, sepeda motor milik Rajendra justru berbelok ke sebuah tempat yang memiliki pemandangan malam kota. Sebuah bukit yang biasanya disukai para penduduk untuk menikmati ketenangan.

"Kenapa kita kemari? Kamu tidak jadi mengantarku pulang, Rajendra?" Ignacia yang duduk di jok belakang tentu kebingungan. Bukit ini bukan arah pulangnya. Bahkan dia memberikan alamatnya pada Rajendra, jika saja laki-laki itu lupa arah menuju rumahnya.

Kembali sepeda motor itu berhenti. Kali ini Rajendra membantu Ignacia melepaskan helmnya dan menggandengnya lembut menuju spot paling cantik. Disana tidak ada terlalu banyak orang. Hanya mereka-mereka saja yang tengah menelusuri jalan menuju bukit bagian atas.

"Rajendra, apa yang kita lakukan disini?" Ignacia masih saja bertanya.

Pasalnya sejak tadi Rajendra tidak memberikan respon apapun padanya. Hanya tangannya yang masih di genggam hingga sampai di sebuah bangku tangan. Hanya duduk berdampingan, menatap lurus ke arah kota malam.

"Jika aku terlalu sibuk dan membuatmu kesepian, datanglah ke tempat ini, Ignacia," lirih Rajendra dengan mata yang masih menatap pemandangan di hadapannya. Ignacia otomatis menoleh. Kalimat seperti itu tidak seperti Rajendra. Apa angin malam membuatnya berbeda?

"Jika aku tidak bisa menemanimu berkirim pesan, jika aku tidak datang setelah hari-hari sibukku untuk bercerita padamu, datang saja ke tempat ini. Dengan begitu kamu akan tahu jika aku bukankah segalanya bagimu. Pemandangan kota akan membuatmu merasa tenang."

"Aku hanya bagian kecil dari kesibukan kota, aku hanya bagian paling kecil dari kota yang sedang kamu lihat. Jadi datang saja kemari jika kamu merasa sendirian. Pemandangan kota ini akan menemanimu. Dan jika kamu membutuhkan sesuatu, panggil saja aku ke tempat ini."

"Tapi ketika kamu sedang sedih, jangan datang kemari, Ignacia. Aku tidak ingin ada seseorang yang mengusap air matamu selain aku. Jika marah, marah saja padaku. Dan aku akan menemanimu hingga kamu tenang. Jangan lakukan pada orang lain."

Ignacia diam saja, tidak ingin menginterupsi kalimat-kalimat tak terduga yang berhasil melesat dari mulut Rajendra. Andai saja Ignacia tahu jika Rajendra akan membuat kata-kata sedemikian berwarna, si gadis pasti akan menyiapkan ponselnya dan menyalakan mode rekam suara.

Genggaman tangan keduanya semakin erat, seperti sebuah kode yang mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja, tidak akan ada yang ditinggalkan, tidak akan ada masalah apapun selama saling percaya. Dan perasaan tidak ingin melepaskan satu sama lain.

Ignacia menyandarkan kepalanya ke bahu Rajendra. Dan si laki-laki berjaket itu juga menyandarkan kepalanya ke atas kepala Ignacia. Malam ini hanya malam untuk keduanya. Malam yang hanya akan membuktikan bahwa keduanya baik-baik saja meksipun digempur dengan berbagai macam kesibukan.

"Apa aku terlalu kekanak-kanakan, Rajendra?" Suara Ignacia memecah keheningan. Masih dengan posisi yang sama keduanya bicara. Tidak ada yang bergerak untuk menatap satu sama lain.

"Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?"

"Hanya ingin tahu saja. Apa aku kekanak-kanakan di depanmu? Apa aku tidak pantas di umurku yang sekarang ini?"

Rajendra diam beberapa saat untuk berpikir, memilih kata-kata yang tepat dan tidak melukai hati si gadis. "Menurutku, iya, kamu kekanak-kanakan." Kalimat yang tidak melukai bagaimana? Begitu saja rasanya sudah membuat Ignacia merasa gagal..

Ignacia sadar dengan sikapnya akhir-akhir ini. Dia sudah tidak dapat mengendalikan diri ketika berada di hadapan Rajendra. Dia kadang terlalu senang hingga terlihat kekanak-kanakan. Rajendra tidak salah, Ignacia saja yang terlalu sensitif. Apa karena harinya? Atau karena Rajendra yang akan kembali sibuk dan membiarkan pesannya menumpuk?

Kenapa Ignacia harus merasa nyaman hingga merasa bebas untuk mengekpresikan dirinya sesuai apa yang dia inginkan? Kenapa harus di depan Rajendra yang sudah bersamanya selama 4 tahun? Sudah menjadi tugasnya untuk menjaga diri sendiri bukan? Tapi akhir-akhir ini Ignacia kelewatan.

"Aku kekanak-kanakan, aku minta maaf," bisik Ignacia.

"Kenapa minta maaf? Itu bukan salahmu."

"Seharusnya aku lebih bisa mengontrol diriku sendiri," kembali Ignacia bicara dengan batinnya sendiri. "Alasan kenapa kamu tidak membalas lambaian tanganku setiap saat pasti karena kamu merasa malu melihatku yang tidak sebanding dengan umurku yang sudah delapan belas tahun."

...*****...

"Aku pulang," pintu utama dibuka oleh seseorang yang datang dari luar. Menatap sekeliling rumah sebelum memutuskan untuk masuk ke dalam. Lalu ditemukannya seseorang. "Ayah pergi kemana?" Tanya Ignacia setelah bertemu mata dengan orang yang dilihatnya itu.

"Keluar sebentar untuk membeli lampu meja belajar untuk Athira," jawab orang itu.

"Bagaimana kencan dengan Rajendra tadi?"

Seorang yang wanita tengah menunggu kepulangan anak gadis pertamanya di ruang tamu itu kembali bicara, ditemani jus jeruk hangat dan ponsel di tangannya. Ignacia sudah tahu jika mamanya akan bertanya soal Rajendra lebih dahulu alih-alih bagaimana perasannya.

Tidak masalah.

Sudah biasa.

"Tidak ada yang spesial. Hanya dia harus menjadi panitia di perlombaan tahunan."

"Wah kelihatannya dia akan menjadi sibuk."

"Ya begitulah. Ma, aku lelah. Aku akan istirahat di kamarku."

"Tunggu sebentar," wanita yang ada di ruang tamu itu bangkit dari duduknya, mengambil sesuatu dari dapur dan membawanya untuk si anak gadis. "Mama membeli Fitbar dengan rasa kesukaanmu. Maaf sudah lama maka tidak membelikannya untukmu. Tapi hari ini mama sempat."

"Terima kasih. Aku akan beristirahat di kamar." Baru saja Ignacia akan kembali berjalan ke arah kamarnya, namun suara mamanya kembali menghentikan langkahnya.

"Kamu sudah mengatakan pada Rajendra jika kamu akan mengikuti kegiatan di aula kecil di hari perlombaan itu? Apa yang Rajendra katakan?" Kenapa mamanya hanya begitu fokus dengan Rajendra yang bukan anaknya?

"Aku tidak mengatakannya pada Rajendra." Ignacia berbalik, menatap wajah bingung sang orang tua perempuan.

"Kenapa kamu tidak mengatakannya pada Rajendra? Kalian masih berpacaran bukan?" Sorot mata sang mama seolah mengisyaratkan sesuatu. Mentang-mentang sang ayah tidak ada di rumah, sekarang bisa seenaknya saja membahas soal Rajendra dan hubungan Ignacia.

"Rajendra itu orang sibuk, Ma. Dia tidak mungkin sempat membaca pesanku untuk saat ini."

"Meskipun tidak langsung dibalas, setidaknya kirimkan saja. Nanti dia juga akan membaca dan membalasnya." Mamanya tidak akan tahu maksud dari perkataan Ignacia. Yang wanita di hadapan Ignacia ini pikir hanya semuanya karena emosi kedua remaja yang masih labil. Tidak lebih.

Mana tahu mamanya soal perasaan lelah Ignacia.

"Kami baik-baik saja. Aku akan istirahat sekarang."

Ignacia tidak ingin lagi membahas Rajendra untuk malam ini. Sisa harinya seharusnya tidak berakhir seperti ini. Seharusnya tidak berakhir dengan perasaan campur aduk yang sangat sensitif. Ini salah Ignacia lagi?

Ignacia duduk di sisi tempat tidurnya, membuka layar kunci ponsel dan melihat beberapa pesan lama disana.

...Rajendra ఇ ◝‿◜ ఇ...

^^^Hah akhirnya aku sampai di rumah |^^^

^^^Kamu pergi kemana, Rajendra? |^^^

^^^Rasanya seperti kamu menolak pesanku |^^^

Ignacia membutuhkan banyak waktu hingga akhirnya mendapatkan balasan dari Rajendra.

...Rajendra ఇ ◝‿◜ ఇ...

| Aku baru sampai di rumah

| Hidupku tidak selalu digunakan untuk bermain ponsel

Pesan itu datang sekitar beberapa Minggu yang lalu. Pesan yang mewarnai hari-hari kelas tahun ketiga Ignacia menjadi lebih sulit dibuat menyenangkan. Ignacia hanya bercanda dengan pesan yang dia kirimkan di akhir. Tapi sepertinya Rajendra tidak tahu maknanya dengan benar.

"Aku tidak bermaksud membuatmu kesal, Rajendra."

"Aku hanya tidak suka sendirian."

"Setelah bertemu denganmu, aku jadi tahu jika aku memiliki seseorang yang bisa kuajak berbagi cerita tentang hariku. Juga karena kita sudah lama bersama, kurasa aku tidak perlu lagi menyembunyikan apa yang ingin kulakukan di hadapanmu."

"Tapi jatuhnya aku menjadi seperti anak-anak di matamu."

"Aku tidak tahu kenapa, tapi aku tidak ingin menahan diri dan menunjukkan diriku yang sangat nyaman bagiku. Aku benci harus sendirian saat menjadi diriku sendiri."

"Aku lelah hanya menunggu semua pesanmu."

...*****...

Seseorang membuka pintu kamar di tengah malam. Wajahnya terlihat basah karena sesuatu yang keluar dari kedua matanya. Tujuannya keluar adalah untuk meletakkan dua buah sendok ke dalam freezer. Ya hanya untuk menghilangkan mata bengkak mengerikan yang dibuatnya tanpa sadar sembari pura-pura menonton film bergenre drama.

Di tengah malam, hanya dia yang terbangun. Ketiga adik juga orang tuanya jelas sudah menyebrang ke dunia bawah sadar yang ditumbuhi oleh banyak bunga-bunga mimpi.

"Yang penting, kamu harus sudah tidur sebelum pukul 11 malam. Agar kamu merasa lebih baik keesokan harinya." Lupakan saja soal peringatan sang mama soal waktu tidur malam yang baik dan harus diikuti. Kondisi emosi Ignacia sedang tidak cocok dengan peraturan tak tertulis itu.

Setelah berhasil meletakkan dua buah sendok di dalam freezer tanpa diketahui siapapun, Ignacia kembali ke dalam kamarnya. Sebelum sampai di tempat tidur, dia sempat melihat dirinya sendiri di cermin meja riasnya.

Rambutnya berantakan, wajahnya basah dan tampak bengkak, matanya apalagi. Piyama yang dia gunakan rupanya tidak mengubah dirinya menjadi lebih nyaman. Justru rasanya dia semakin merasa tidak pantas untuk melakukan apapun.

"Kenapa aku jadi semakin sensitif?" Gumam si gadis kemudian meraih ponselnya yang ada di atas meja belajar.

Jarinya mengetikkan password sebelum membuka aplikasi pesanyang sedari tadi tidak dibukanya. Hanya ada beberapa pesan dari grup sekolah. Rajendra tidak kembali menghubungi dia setelah pertemuan. Lupakan saja. Ignacia sudah tidak peduli lagi. Dia harus tidur sekarang.

"Ah kenapa aku begitu berantakan malam ini? Bahkan hari Kamis belum datang. Aku tidak boleh menangis seenaknya. Aku harus menghilangkan mata bengkak ini segera," kesalnya pada diri sendiri. "Sejak dahulu aku memang payah. Apa yang dahulu Rajendra lihat dariku yang seperti ini?"

Ditatapnya langit gelap lewat jendela yang tirainya sengaja tidak ditutup. Biarkan Ignacia menatap langit yang senantiasa terbuka untuknya. Tidak ada bintang ataupun sang demi malam. Mungkin semuanya juga tengah bersembunyi dari dunia.

"Aku juga ingin bersembunyi dan bersikap seolah tidak ada apapun yang terjadi," lirih Ignacia.

Bibirnya kembali bergetar. Matanya mulai memanas, pengelihatannya kabur akibat air mata yang menumpuk di kelopak. Hanya butuh satu kedipan saja untuk menghancurkan segala pertahanannya.

"Rajendra, jika kamu tidak ada, lantas aku akan bicara dengan siapa? Menurutmu kenapa aku sangat ingin mencuri waktumu? Menurutmu kenapa aku ingin terlihat seperti yang aku inginkan di matamu? Tidakkah kau pernah memikirkannya?"

"Barang sekali saja."

"Aku benci harus sendirian!"

Terpopuler

Comments

Moonlight

Moonlight

ginilah kalau pacaran sm org sibuk :')

2023-08-30

1

Ara Julyana

Ara Julyana

iya Ignacia harusnya kamu merekam kata-kata yang indah itu

2023-07-29

1

Vellysia

Vellysia

ignacia kamu jangan bersedih..

2023-07-21

1

lihat semua
Episodes
1 Hadiah Kecil
2 Persiapan Hati
3 Kejutan Untukmu
4 Hanya Ingin
5 Aku Antar
6 Emoticon Stroberi
7 Agak Sensitif
8 Workaholic
9 Pertandingan
10 Backstreet?
11 Simpan Sendiri
12 Happy Anniversary
13 Kurang Dewasa
14 Panitia Keren
15 Tugas Pramuka
16 Teman Perempuan
17 Bukan Egois
18 Waktunya Istirahat
19 Menit Berharga
20 Dasar Mimpi
21 Ingatan Lampau
22 Tidak Sengaja
23 Aku Menyukaimu
24 Terus Terang
25 Aku Cemburu
26 Teman Lama
27 Keluar Kota
28 Kita beruntung
29 Bahaya Besar
30 Tidak Adil
31 Depan Rumah
32 Ditinggal Sendiri
33 Jadi Ketahuan
34 Informasi Penting
35 Sebelum Pergi
36 Panggilan Singkat
37 Keadaan Mendadak
38 Dia Monster
39 Tidak Boleh
40 Situasi Aneh
41 Rahasia Lagi?
42 Kekanak-kanakan
43 Janji Kabar
44 Debut Perdana
45 Saturday Night
46 Bulan Sibuk
47 Sedang Manja
48 Study Awalnya
49 Tertangkap Basah
50 Akan Ku pastikan
51 Tidak Peduli
52 Timbal Balik
53 Situasi Aneh
54 Malam Puncak
55 Laki-laki Kontes
56 Terima Kasih
57 Terlalu Khawatir
58 Buket Bunga
59 Mahasiswa Baru
60 Datang Pergi
61 Teman Baru
62 Kerja Paruh Waktu
63 Kesibukan Lain
64 Kabar Darimu
65 Panggilan Video
66 Tentang Buku
67 Ajakan Kecil
68 Bukan Berita Bagus
69 Girls Day
70 Penuh Semangat
71 Sebelum Bertemu
72 Perhatian Kecil
73 Lima Tahun
74 Double Date
75 Panas Dingin
76 Percaya Padaku
77 Datang Dan Pergi
78 Sayang Kakak
79 Truth or Dare
80 Manito Game
81 Cerita Rahasia
82 Kembali Lagi
83 Mug Bergambar
84 Pasar Malam
85 Mengantarmu Kembali
86 Kupon Hadiah
87 Bulan Bahasa
88 Kamu Bersamaku
89 Curi-curi Waktu
90 Rencana Besar
91 Penulis Cream
92 Makan Bersama
93 Teman Baik
94 Datang Padamu
95 Kencan Lain
96 Coklat Vanila
97 Akhir Hari
98 Menurutmu Kenapa?
99 Tokoh Utama
100 Jadi Dewasa
101 Teman Curhat
102 Waktunya Liburan
103 Tentang Danita
104 Sedikit Cerita
105 Yang Terbaik
106 Agak Menyebalkan
107 Sekarang Gantian
108 Mungkin Salahku
109 Perubahan Jadwal
110 Topik Berat
111 Mimpi Buruk
112 Satu Tahun
113 Kakak Pulang
114 Kenapa Bertanya?
115 Mengantar Athira
116 Penjelasan Dariku
117 Tiga Rasa
118 Harus Dirahasiakan
119 Jalan-jalan Sore
120 Berubah Hati
121 Pergi Berenang
122 Wisuda Lagi
123 Foto Bersama
124 Terasa Familier
125 Reuni Kecil
126 Kabar Baik
127 Ajakan Datang
128 Tamu Rajendra
129 Kakak Perempuan
130 Diluar Rencana
131 Undangan Bertamu
132 Persiapan Kejutan
133 Minta Tolong
134 Pelanggan Aneh
135 Berkunjung Lagi
136 Gantungan Kunci
137 Habis Sudah
138 Rencana Selanjutnya
139 Kenangan Buruk
140 Efek Positif
141 Bertemu Athira
142 Pekerjaan Pertama
143 Rekan Kerja
144 Kabar Mendadak
145 Kenapa Begini?
146 Aku Kembalikan
147 Lega Rasanya
148 Demi Ignacia
149 Gadis Beruntung
150 Berangkat Liburan
151 Gangguan Eksternal
152 Makin Ganjil
153 Inti Liburan
154 Sepuluh Tahun
155 Ayo Berhenti
156 Aku Berusaha
157 Undangan Ignacia
158 Latar Belakang
159 Hari Kita
160 Sesuai Keinginanku
Episodes

Updated 160 Episodes

1
Hadiah Kecil
2
Persiapan Hati
3
Kejutan Untukmu
4
Hanya Ingin
5
Aku Antar
6
Emoticon Stroberi
7
Agak Sensitif
8
Workaholic
9
Pertandingan
10
Backstreet?
11
Simpan Sendiri
12
Happy Anniversary
13
Kurang Dewasa
14
Panitia Keren
15
Tugas Pramuka
16
Teman Perempuan
17
Bukan Egois
18
Waktunya Istirahat
19
Menit Berharga
20
Dasar Mimpi
21
Ingatan Lampau
22
Tidak Sengaja
23
Aku Menyukaimu
24
Terus Terang
25
Aku Cemburu
26
Teman Lama
27
Keluar Kota
28
Kita beruntung
29
Bahaya Besar
30
Tidak Adil
31
Depan Rumah
32
Ditinggal Sendiri
33
Jadi Ketahuan
34
Informasi Penting
35
Sebelum Pergi
36
Panggilan Singkat
37
Keadaan Mendadak
38
Dia Monster
39
Tidak Boleh
40
Situasi Aneh
41
Rahasia Lagi?
42
Kekanak-kanakan
43
Janji Kabar
44
Debut Perdana
45
Saturday Night
46
Bulan Sibuk
47
Sedang Manja
48
Study Awalnya
49
Tertangkap Basah
50
Akan Ku pastikan
51
Tidak Peduli
52
Timbal Balik
53
Situasi Aneh
54
Malam Puncak
55
Laki-laki Kontes
56
Terima Kasih
57
Terlalu Khawatir
58
Buket Bunga
59
Mahasiswa Baru
60
Datang Pergi
61
Teman Baru
62
Kerja Paruh Waktu
63
Kesibukan Lain
64
Kabar Darimu
65
Panggilan Video
66
Tentang Buku
67
Ajakan Kecil
68
Bukan Berita Bagus
69
Girls Day
70
Penuh Semangat
71
Sebelum Bertemu
72
Perhatian Kecil
73
Lima Tahun
74
Double Date
75
Panas Dingin
76
Percaya Padaku
77
Datang Dan Pergi
78
Sayang Kakak
79
Truth or Dare
80
Manito Game
81
Cerita Rahasia
82
Kembali Lagi
83
Mug Bergambar
84
Pasar Malam
85
Mengantarmu Kembali
86
Kupon Hadiah
87
Bulan Bahasa
88
Kamu Bersamaku
89
Curi-curi Waktu
90
Rencana Besar
91
Penulis Cream
92
Makan Bersama
93
Teman Baik
94
Datang Padamu
95
Kencan Lain
96
Coklat Vanila
97
Akhir Hari
98
Menurutmu Kenapa?
99
Tokoh Utama
100
Jadi Dewasa
101
Teman Curhat
102
Waktunya Liburan
103
Tentang Danita
104
Sedikit Cerita
105
Yang Terbaik
106
Agak Menyebalkan
107
Sekarang Gantian
108
Mungkin Salahku
109
Perubahan Jadwal
110
Topik Berat
111
Mimpi Buruk
112
Satu Tahun
113
Kakak Pulang
114
Kenapa Bertanya?
115
Mengantar Athira
116
Penjelasan Dariku
117
Tiga Rasa
118
Harus Dirahasiakan
119
Jalan-jalan Sore
120
Berubah Hati
121
Pergi Berenang
122
Wisuda Lagi
123
Foto Bersama
124
Terasa Familier
125
Reuni Kecil
126
Kabar Baik
127
Ajakan Datang
128
Tamu Rajendra
129
Kakak Perempuan
130
Diluar Rencana
131
Undangan Bertamu
132
Persiapan Kejutan
133
Minta Tolong
134
Pelanggan Aneh
135
Berkunjung Lagi
136
Gantungan Kunci
137
Habis Sudah
138
Rencana Selanjutnya
139
Kenangan Buruk
140
Efek Positif
141
Bertemu Athira
142
Pekerjaan Pertama
143
Rekan Kerja
144
Kabar Mendadak
145
Kenapa Begini?
146
Aku Kembalikan
147
Lega Rasanya
148
Demi Ignacia
149
Gadis Beruntung
150
Berangkat Liburan
151
Gangguan Eksternal
152
Makin Ganjil
153
Inti Liburan
154
Sepuluh Tahun
155
Ayo Berhenti
156
Aku Berusaha
157
Undangan Ignacia
158
Latar Belakang
159
Hari Kita
160
Sesuai Keinginanku

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!