BAB 13 : musuh

Di area parkir, setelah mencapai taman yang berada di sekitar kampus, Randi dan sari berjalan perlahan membawa sebuah kantong plastik yang berisikan kartu tanda pengenal kelompok Pongo,

Dari kejauhan terlihat kelompok Randi sedang berlatih di ujung sana, tempat awal mereka berlatih, dengan langka kaki yang perlahan sari dan randi menghampiri mereka,

Sesampainya di lokasi

“wah kalian semangat sekali ya”

Sebuah pujian keluar dari mulut randi, kepada kelompoknya yang sudah semangat sekali dalam berlatih,

“itu randi, ayo kita selesai dulu,” ucapan melani

Mereka bersama sama menghampiri randi dan sari yang sedang berdiri di pinggir hamparan rumput itu.

“hai sar selamat datang, …kenapa kalian lama sekali, ….apa yang kalian bawa, ….” Suara – suara yang terdengar di kumpulan mereka yang sedang berjalan menghampiri randi dan sari,

“maaf ya teman - teman sudah terlambat”

Sari menjelaskan keterlambatannya kepada teman teman, dan meminta maaf atas keterlambatanya. Selagi menjelaskan randi membuka isi kantong dan mengatakan seuatu kepada mereka.

“ok, disini aku dan sari sudah membawa tanda pengenal untuk kalian semua, silahkan cari nama kalian di dalam sini nanti, dan juga ini kami sudah menyiapkan 2 jenis pita merah untuk kita”

Randi menerangkan dengan santai dan memandangi sari, menandakan sekarang giliran sari untuk menjelaskan ke dua jenis pita itu di gunakan untuk apa. Sari yang paham maksudnya randi dan mulai mengeluarkan beberapa jenis pita dari dalam kantong yang di bawanya.

“begini teman – teman, kita akan menggunakan 2 jenis pita di diri kita, yang pertama pita yang ukuranya yang pendek tapi memiliki lebar yang pass, akan kita gunakan, di bagian lengen kiri kita  sebagai simbol di kelompok kita, penggunaanya seperti baret kapten di permainan bola, tetapi karena pita ini tidak elastis dan berbentuk karet kita akan gunakan peniti atau jarum untuk memasangnya di lengan kita. Aku harap kalian di rumah setidaknya pasti ada ya satu atau dua peniti atau jarum pentol di rumah.”

Mereka mendegar dengan serius, perkataan sari, menyimak dan memahami, dengan jelas.

“kedua ini pita dengan ukuran lumayan panjang dan tidak terlalu lebar. Untuk yag wanita boleh menjadikannya ikat rambut atau pita di rambut kalian, karena akan terlihat catik apa bila kalian melakukan itu, dan juga untuk cowo bisa

mengikatnya di kepala yang di pasang kan di dahi, tapi bebas saja sih untuk yang ini kalian ingin meletakkanya dimana sekreatif kalian aja ya”

Raut wajah mereka terlihat lebih bersemangat mendengar pita yang panjang itu untuk kreatifitas mereka meletakkan nya di manapun, tidak harus di bagian kepala.

Sari pun melanjutkan pemicaraanya…

“bagaimana teman – teman setuju atau tidak, menurutku ini akan jadi lebih menarik bagi kelompok kita, ya dari hasil uang yang kita kumpulkan bersama, hanya ini saja yang dapat aku siapkan”.

“udah bagus kok sar, bagus ide nya”

ucap deki dari barisan belakang.

“iya bagus kok, apa lagi di jadikan ikat rambut, pasti cantik jadinya”

lesiana sedikit menambahkan pendapatnya.

“terimakasih ya teman – teman dan tolong ajarin aku gerakan kita ya?”

Dengan senyuman di pipihnya sari terlihat senang dengan pujian mereka, tetapi sebenarnya d dalam hatinya, dia merasa kecewe, karena yang ia bicarakan semuanya bukan idenya, melainkan ide ketuanya Randi………

Cerita kembali ke fotocopi, sbelum mereka berangkat ke taman,

Randi : “sari nanti sesudah kita sampai di taman dirimu ya yang jelasin tentang pita yang di pasang di lengan dan pita yang di pasang di kepala, bicarakan baik baik dengan mereka ya.

Sari : “kenapa?, itu kan ide mu ran, kenapa aku yang harus jelaskan itu?”.

Randi : “menurutku biar suasana di sana menerima mu mungkin dirimu harus sedikit memberikan kontribusi dan semangat untuk mereka.

Sari : “rasanya tidak ngaruh deh ran, sama aja ko rasanya”

Randi : “Sar dirimu lupa kita ini kaum wibu kita lebih mengetahui kalo satu kesalah dapat menyebabkan pendapat orang ke kita menjadi berlebihan itu posistif ataupun negatif, dengan dirimu yang sudah menambahkan pekerjaan mereka, menambahkan waktu mereka, pasti ada satu atau dua orang yang berfikir dirimu itu biang masalahnya.

Sari : “menurut mu seperti itu ya, emang wibu akut seperti mu paham yang seperti ini ya, tapi bukanya sama saja ya, walau pun aku meningkat kesenangan mereka, itu juga akan menyerang balik ke diriku kalo ada yang tidak suka dengan ku, apalagi yang kita bicarakan ini manusia lo, berfikri dan berpendapat sesuka individual masing – masing.

Randi : “ya dirimu benar, tapi untuk panggilan wibu kepadaku itu salah, untuk yang lainnya benar, tapi bukanya lebih bagus disambut dengan tawa dan gembira ya?, dari pada di sambut dengan kekecewaan dan pemikiran apa adanya……

Cerita kembali ke waktu utama………

Taman….

Terlihat semuanya rebutan untuk mengambil kartu nama mereka dan pita yang igin mereka gunakan, setelah itu mereka mulai memasang kartu nama di lehernya masing – masing, sepertinya mereka terlihat senang memakainya.

Tersisa dua kartu tanda peserta yang tersisa di dalam kantong plastik itu, aku pun mengeluarkanya, dan yang tersisah kartu nama ku sendiri dan kartu nama milik melani natasya, randi pun melihat kearah melani yang sedang berbicara dengan lesiana dan siti, pembicaraan mereka tentang pita yang ingin mereka kenakan untuk kegiatan besok, aku pun berniat memanggil melani untuk mengambil kartu namanya.

Sebelum aku mulai memanggil namanya, datang Arby di hadapanku dan merampas kartu nama milik melani dari tanganku dengan cepat, aku yang melihatnya sedikit terdiam, dan berfikir ada apa dengan orang ini, setelah arby mengambil kartu nama itu dari tanganku dia pun sedikit berbicara kepadaku.

“kalo bisa jangan dekati melani lagi, sadar diri lah dengan penampilanmu”

terdengar suara yang cukup pelan ditelinga, bagiku sendiri kata – kata tersebut merupakan kata kata yang menusuk masuk ketelingaku hingga menuju hatiku. Rasa percaya diri yang sejak dari awal aku pertahankan selama berkomunikasi dengan teman – teman yang lain, menjadi ketua kelompok yang tenang dan dapat diandalkan

seketika hancur, hati yang kukira sudah cukup kuat karena belajar untuk bersosialisasi ini pun kembali mengingat, bahwa semua anggota kelompok ku merupakan manusia yang punya hati dan pikiran masing masing, tidak heran ada yang membencinya, tapi kali ini terasa berbeda.

Suara yang ia dengar dari Arby bukanlah suara kebencian semata, melain kan suara merendahkan orang lain. Suara yang mengingatkan kembali kekurangan yang ada pada diri sendiri.

aku pun hanya bisa terdiam dan memandangi Arbi yang pergi melangkah ke arah melani, siti dan lesiana, aku hanya bisa diam dan melihat ia pergi begitu saja.

Sesampainya Arby di hadapan melani, dia terlihat tersenyum dan memasangkan secara langsung kartu nama keleher melani, senyum terlihat dari bibirnya, sepertinya dia senang, mereka bercanda dan bersenang senang di sana, aku hanya bisa melihat suasana tersebut dari kejauhan.

kenyataanya jarak mereka dan diriku tidak terlalu jauh, tapi bagiku sendiri jaraknya menjadi semakin jauh, jauh dan jauh dari jangkauan ku.

Setelah kusadari wajah arby terlihat di mataku dengan cukup jelas, senyum penuh dengan kepuasan serta kesombongan terlihat sanat jelas dari wajahnya,  dan sekarang dia terlihat jelas mulai ingin merangkul melani.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!