Setelah bergerilya dibalik selimut, Juna langsung turun dari ranjang. Tampak wajah istrinya sudah terlelap dalam mimpi. Ada helaan nafas sesaat di hempaskannya. Entah kenapa semenjak hamil, istrinya mendadak posesif dan manja. Tapi tak masalah, apapun akan dia lakukan demi Dira. Walaupun nyawa taruhannya.
Sebucin itukah dia pada Dira.
Juna membereskan pakaiannya, tubuhnya yang berkeringat sehabis olahraga ranjang terasa berkeringat. Juna membersihkan diri, mengigat segudang aktivitas di luar yang menuntutnya tiada henti.
Setelah membersihkan diri, Juna meninggalkan kamar lalu turun ke dapur. Meskipun sudah makan, namun efek bertempur, rasa lapar pun kembali melanda. Juna mengumpulkan beberapa bahan untuk membuat makanan pedas.
"Kak Dira gimana?" Vira muncul sambil menyambar sosis yang baru di potong.
"Aduh, Vira jangan banyak-banyak nyomotnya!" protes Juna.
"Enak kak." Vira tanpa malu kembali mengambil potongan sosis. Juna hanya menggelengkan kepalanya. Tubuhnya berbalik ke belakang, mengambil sosis yang belum di potong.
Juna sekilas memperlihatkan wajah kesalnya. Tapi itu hanya sesaat, karena dia tadinya masak porsi satu sekarang masak porsi jumbo.
"Ra,"
"Hmmm.." Vira menyahut sambil meneguk segelas air putih.
"Sebenernya apa yang buat Dira drop?"
"Delia." jawab Vira singkat.
"Delia?" Juna memberi penekanan suara.
"Iya, kak Delia katanya menderita alzheimer."
"Lalu?" Juna masih mencoba menahan emosinya.
"Karena sakitnya itu kak Delia hanya ingat beberapa tahun terakhir. Dia hanya ingat kuliah di London, dan pulang mencari tunangannya, yaitu kakak."
"Darimana kamu tahu dia kena Alzheimer? apa Delia yang ngaku-ngaku?"
"Ya suaminya yang bilang. Kak Rian juga ikut menemani Delia. Aku kalau ingat mereka kesel banget, ingat bagaimana Delia dulu bikin kak Dira menderita. Kalau aku jadi kak Dira sudah aku tuntut kak Delia itu." Vira masih merasa geram mengingat apa yang dilakukan Delia pada kakaknya.
Cukup mengejutkan mendengar kabar penyakit Delia. Juna juga menyayangkan sikap Rian yang malah menemani Delia menemui Dira. Seharusnya Rian bisa mengimbangi Delia, apalagi statusnya kepala rumah tangga. Seorang suami seharusnya bisa mengarahkan istrinya.
"Mungkin karena cinta Rian pada Delia." batinnya.
Juna menyelesaikan masakannya lalu menghidangkan diatas nakas dapur. Setelah membuat dapur kembali kinclong. Juna memakan mie nyemek yang dia buat tadi. Sekalian membagi porsi dengan adik iparnya, Savira.
"Ra, kakak mau tanya? waktu Meyra di temukan pingsan di rumah kamu masih ingat?" Juna memulai interogasi.
"Ingat, kan yang dirumah waktu itu aku sama Cindy ada kak Dira juga."
"Cindy juga ada pas kejadian?" Juna kaget ketika tahu keponakannya juga ada saat kejadian.
"Iya,kak. Cindy sedang menginap sama aku. Yang aku ingat kak Mayka datang dan mereka ngobrol di ruang kerja kak Feri. Setelah kak Mayka pulang kami tidak tahu lagi, cuma saat bibi lihat kuncinya di luar. Akhirnya di buka sama bibi kak Mey sudah pingsan. Setelah itu kak Feri menyusul ke rumah sakit dan saat di rumah sakit dokter bilang kak Mey sudah meninggal bersama bayinya." jelas Vira.
"Ya Allah, jadi apa yang menyebabkan Mey bisa meninggal?"
"Sesak nafas dan jantung kak. Dokter bilang kak Mey ada riwayat sakit jantung bawaan. Anehnya kok semua keluarga kak Mey seolah bungkam dengan penyakit kak Mey."
"Apa yang buat Mey bisa drop seperti itu. Setahu kakak, orang riwayat jantung tidak boleh banyak pikiran. Dan itu pas waktu Feri menang dari Glen."
"Maksud kak Juna? tepat saat rencana kak Feri berhasil gitu?"
"Iya, Vira. Tepat saat Glen di tangkap karena ketahuan main wanita di klub, tepat saat perusahaan itu ambruk karena skandal Glen."
"Apa kak Juna mau bilang ini salah satu karma kak Feri dengan meninggalnya kak Mey? tapi kalau aku bilang ya, kak. Kematian kak Mey memang di sengaja kayaknya. Entahlah aku nggak mau suudzon. Saat melayat di rumah kak Mey, aku merasa kak Mayka tidak terlalu sedih. Semoga dugaanku salah kak."
"Enak kak mie nyemeknya. Pintar juga kakak iparku ini." Puji Vira.
"Mama mana?" Juna melihat rumah masih sepi.
"Mama kan tadi pergi sama kak Feri. Mau melamar kak Mayka."
"Kamu suka Feri sama Mayka?" Vira hanya menaikkan bahu.
Kalau dimata Vira, siapapun yang akan jadi pendamping kakaknya dia tetap mendukung. Dia tidak setuju pun tidak akan mengubah keputusan kakaknya. Yang menjalani juga kakaknya. Jadi Vira memilih di pihak netral saja.
"Kak," Vira tadinya sudah mau masuk ke kamar. Lalu menghentikan langkahnya sebelum sampai di depan kamar.
"Iya," Juna pun urung naik ke atas.
"Tadi sebelum kakak sampai, ada dokter melati yang memeriksa kak Dira. Dia minta kakak besok ke rumah sakit MEDIKA."
"Oh, gitu. Besok aku kesana bareng Dira." Jawab Juna sambil menaiki tangga.
Juna kembali ke kamar. Tampak Dira sudah bangun dan berdiri di depan balkon. Juna berjalan pelan agar tak mengganggu istrinya. Tak lupa tangannya membelit di pinggang istrinya.
Dira menggeliat ketika sensasi suaminya kembali menggoda akal liar. Senyumnya perlahan menggembang tanpa membalikkan badannya. Juna melirik gawainya sudah pukul delapan malam. Pelan-pelan Dira melepaskan belitan tangan suaminya. Dira mengambil sweater karena merasa kedinginan. Hanya menggunakan lingerie hitam setelah panjang batas di bawah lutut. Lingerie yang tak tembus pandang, Dira justru tak percaya diri kalau pakai yang tembus pandang. Semua lingerie yang dibelikan Juna belum ada yang dia pakai.
"Mas, mama belum pulang." Juna menggeleng. Dia juga penasaran bagaimana keberlangsungan proses acara lamaran Mayka.
"Aku lapar," keluh Dira.
"Yasudah, kamu mau apa?"
"Aku mau makan sukun krispi, mas."
"Sukun?" Dira mengangguk.
"Tenang, itu mudah kok sayang." Juna menjentik hidung Dira.
Juna sekarang sudah berada di mobil. Mencari penjual sukun di abang-abang gorengan. Ternyata dia menyadari kalau sukun sangat langka, buktinya hampir satu jam memutar kota dia belum menemukan abang yang menjual sukun goreng. Juna melirik jam tangannya, sudah hampir jam sembilan malam.
"Ya Allah kemana lagi aku nyarinya." keluh Juna.
Juna memberhentikan mobilnya di sudut jalan ke arah taman. Tampak seorang anak kecil sedang menjajakan jualannya. Di umur yang terbilang belia, anak itu sudah diajak berjuang mencari nafkah. Kalau di tebak, usia anak itu sekitar tujuh tahunan.
"Om mau belanja, saya ada bolu kukus, risoles, ada getuk. Banyak om makanannya." anak lelaki itu sudah berdiri di dekat Juna yang duduk di pintu mobil.
"Bolu kukusnya berapa?" tanya Juna.
"Lima ratus per biji, om." Juna menaikan dahinya. Termasuk murah kalau untuk makanan tradisional. Terakhir dia bisa beli makanan kecil atau mungkin gorengan harga lima ratus perak sekitar dua tahun yang lalu.
"Om mau cari sukun. Istri Om mau makan sukun." jawab Juna.
"Ada, om. Tapi di rumah. Masih di batang." jelas anak itu.
"Oh, om mau kerumah kamu boleh?"
"Jauh, om. Rumah saya di Cilandak. Ini saja tadi di turunkan sama bapak untuk jualan."
"Kok malah kamu yang jualan. Bapak kamu ngapain?"
"Kata bapak dia juga kerja. Jualan chips katanya."
"Lalu ibumu?"
"Aku ada adek kecil, om. Tiga orang, satu umurnya 4 tahun, dua tahun sama masih bayi. Jadi ibu nggak bisa kemana-mana." jelas anak itu.
"Nama kamu siapa?"
"Soleh, om."
"Soleh, kamu masuk ke dalam mobil. Om antar kamu pulang ke rumah. Nggak bagus angin malam buat anak kecil kayak kamu. Kamu sekolah?" Soleh menggeleng. Juna menghela nafas panjang. Masih ada orangtua yang memperbudak anak-anaknya.
"Om antar pulang, ya?" Soleh kembali menggeleng.
"Saya takut, om. Nanti bapak marah."
"Kan om yang beli kue kamu. Om juga mau ambil sukun untuk istri, om." Setelah penuh perjuangan akhirnya Soleh mau diantar pulang sama Juna.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 239 Episodes
Comments
Spyro
Emang udah jrang banget sukun. Dlu sekali2nya nemu tukang jualan sukun taun 2000an 😂 skrg boro-boro. Pdhl ak tgl d kampung 😣
2023-12-02
2
🤗🤗
setangkai 🌹🌹🌹🌹 ku serah kan padamu.
2022-10-03
0
Asni J Kasim
Tuh kan, pasti Myka pelakunya 😡😡
2022-09-13
0