Sindrom kehamilan simpatik terjadi ketika suami ngidam dan mengalami gejala-gejala kehamilan seperti yang dialami istrinya ketika mengandung. Dalam dunia medis dikenal dengan nama couvade syndrome. Tidak hanya suami, teman dekat ibu hamil juga bisa mengalami sindrom ini.Bisa dibilang, semakin kuat ikatan batin suami dengan sang istri, maka gejala yang ia alami juga lebih intens. Bahkan tak hanya suami ngidam, dia juga bisa mengalami pembengkakan payudara akibat meningkatnya hormon prolaktin, hormon yang membantu produksi ASI pada ibu hamil.
Dokter Melati menjelaskan bagaimana Juna bisa mual-mual, sensitif dengan wangian. Itu salah satu gejala ngidam simpatik.
"Dari semua suami, sindrom pregnant simpatik sangat jarang terjadi. Beruntung pak Juna bisa merasakan hal itu sebagai wujud empati pada istri anda."
"Iya, terkadang saat saya mual, istri saya pun juga begitu. Apa jangan-jangan kembar sepasang, dok?" tanya Juna.
"Kenapa anda menyimpulkan seperti itu?" dokter Melati penasaran dengan penjelasan Juna.
"Mama saya cerita, dulu pas hamil adik saya, dia suka mual-mual, terus papa saya juga begitu. Apalagi papa saya kerja di pabrik. Pas ada aroma menyengat, papa saya malah morning sickness. Dan ternyata adik saya kembar. Hanya saja yang selamat adalah adik perempuan saya."
"Oh, gitu. Bisa jadi sih. Tapi setelah saya periksa, Justru beda pak Juna." Jelas dokter Melati.
Juna memajukan tubuhnya di ujung meja. Tangan yang tadi santai kini berlipat di atas meja. Seperti layaknya murid yang mendengarkan penjelasan gurunya.
"Maksud Dokter?"
"Maaf, pak Juna, sejauh satu bulan kehamilan istri anda. Saya belum menemukan detak jantung calon anak anda. Saya merasa Bu Dira cepat lelah dan pusing bukan efek hamil. Tapi efek lain." jelas dokter Melati.
"Jadi istri saya punya penyakit lain, dok?"
"Bukan. ini sejenis hamil anggur pak Juna. Anda pernah dengar hamil anggur?" Juna menggeleng.
"Hamil anggur atau yang dikenal juga sebagai mola hidatidosa adalah kelainan kehamilan yang jarang terjadi. Kondisi ini terjadi ketika sel telur yang sudah dibuahi dan plasenta tidak berkembang secara normal. Akibatnya, sel-sel abnormal tersebut membentuk sekumpulan kista yang bentuknya menyerupai anggur putih."
"Tapi testpack nya garis dua, dok."
"Seperti dijelaskan sebelumnya, hasil tespek positif bukanlah tanda kehamilan pasti. Pasalnya, kondisi seperti hamil kosong dan hamil anggur menunjukkan hasil positif pada tes kehamilan tersebut."
"Ya Allah, apa yang harus aku jelaskan pada Dira? dia pasti kecewa sekali kalau tahu hal ini." ucap Juna.
"Maka itu sempat saya sampaikan ke anda dan keluarga Bu Dira, agar kalian datang bersama. Untuk membicarakan masalah ini." jelas dokter Melati.
"Baik, dok. Akhir-akhir ini saya melihat Dira gampang pusing dan kelelahan padahal dia tidak banyak aktivitas. Saya pikir ini biasa dalam hal kehamilan. Nanti saya akan bawa istri saya kesini. Tapi apa tindakan untuk yang dialami istri saya."
"Mau tidak mau suka tidak suka istri anda harus dikuret. Tapi untuk sementara saya lihat perkembangan bulan depan. Semoga dugaan saya salah. Anda bisa ajak Bu Dira bulan depan."
"Terimakasih, dok." Juna meninggalkan ruang praktek dokter Melati.
Sesaat tubuhnya melemas, Juna mendaratkan tubuhnya di salah satu kursi tunggu rumah sakit. Pikirannya berkecamuk, antara memikirkan ucapan dokter Melati dan memikirkan cara menjelaskan pada Dira. Ini adalah kado bahagianya, tapi kenapa secepat itu Tuhan akan mengambilnya.
"Pak saya mau urus surat kematian ibu saya, atas nama Maryam Valeria." seorang wanita berdiri di resepsionis rumah sakit. Sambil menunggu dia mengedarkan pandangannya ke setiap sudut rumah sakit. Hingga akhirnya pandangannya jatuh ke seorang lelaki yang sedang duduk di kursi.
"Juna...dia kenapa? sepertinya kusut sekali?" batinnya.
Wanita itu adalah Tina. Dia datang ke rumah sakit untuk mengurus surat kematian mamanya agar bisa mengambil asuransi. Bukan karena dia butuh uang, tapi karena untuk kebutuhan sekolah adiknya. Meskipun Tina tinggal dengan pakdenya, dia tidak mau bergantung pada kakak papanya. Dia merasa harus punya sedikit simpanan untuk kebutuhan Amar, adiknya.
"Mbak nanti saya kesini lagi. Saya mau ke toilet dulu." pamit Tina.
Tina berjalan menuju kearah Juna. Sebagai seorang teman Tina ingin tahu apa yang membuat lelaki itu sedih. Bukan karena kepo, tapi dulu saat Juna kabur dari rumah dan satu atap dengan Jamal. Juna lah yang banyak membantu dirinya. Disamping Jamal juga banyak berperan di dalam keluarga kecilnya.
"Juna," Tina berdiri di hadapan lelaki itu. Juna menengok sejenak pada teman sekolahnya itu.
"Eh, Tina," Juna mengusap wajahnya yang sudah sembab.
"Kamu kenapa? kok nangis?" Tina mulai memposisikan duduk di samping temannya.
"Aku nggak apa-apa, kok. Maaf kamu kenapa kesini?" Juna mengalihkan pembicaraan. Baginya tidak etis menceritakan permasalahan dengan orang lain.
"Maaf, saya bukan kepo. Tapi saya lihat kamu nangis makannya saya kesini. Nggak apa-apa kamu tidak ingin cerita sama saya." Tina merasa tidak enak.
"Nggak apa-apa, Tina. Kamu ngapain di rumah sakit. Siapa yang sakit?"
"Aku sedang mengurus surat kematian mama. Buat ambil asuransi mama untuk Amar."
"Asuransi? kenapa? bukannya ada om Amran yang akan membantu pendidikan Amar."
"Buat jaga-jaga saja, Feri .... eh maaf Juna." Tina mengatup bibirnya. Entah kenapa dia tersebut nama Feri.
"Na, ..."
"Iya," Tina tak berani membalas tatapan Juna.
"Kamu cinta kan sama Feri. Aku tahu kok, dulu kamu nolak Feri karena sudah terlanjur sama Glen. Aku juga belum lupa saat kamu menitipkan coklat buat Feri saat dia ulang tahun di sekolah dulu. Kenapa sih, Na? kamu gengsi mengakui perasaan kamu."
"Kamu ngomong apa sih?Kenapa kamu tiba-tiba bahas Feri? apa karena kamu dekat dengan dia, apa harus semua dikaitkan dengan dia." Wajah Tina berubah muram ketika Juna mengungkit soal lelaki yang dia benci.
"Kenapa sebegitu emosi saat saya menyebut nama Feri? apa karena dia yang membuat perusahaan orangtuamu hancur atau karena hal lain." Juna makin gencar memberi pertanyaan pancingan.
Drrt ... Drrt ...
Juna tersenyum saat mengetahui siapa yang menelepon dirinya. Dengan sigap diangkatnya, kalau tidak bakal tidur di luar. "Iya, sayang."
"Mas, emang kamu ngapain,sih. kok aku bawaannya mual mulu. Biasanya aku cuma mual pagi doang. Ini sudah sore kok masih terasa nggak enak. Apa makan sesuatu atau gimana?"
"Jadi kamu menelepon cuma mau bilang gitu. Aku pikir kamu nyariin aku karena kangen.
atau mungkin dedek kangen ya sama papa. Makanya mama ikut mual. Bentar lagi papa pulang ya, nak. Mama kamu nggak bisa jauh-jauh dari papa nih." Juna mencoba berkomunikasi dengan calon bayinya dari ponsel.
"Mas, please pulang, ya." suara dari sana mendadak manja.
"Iya, sayang. Aku pulang." Juna pun menutup komunikasinya dengan Dira.
"Itu siapa? istrimu?" Juna mengangguk.
"So sweet, Ya, kalian." tawa Tina terdengar renyah.
"Makanya minta Jamal halalin kamu, Na. Dia itu serius sama kamu." kata Juna.
Tina hanya tersenyum kecil saat Juna mengungkit soal Jamal. Memang selama ini Jamal selalu ada untuknya. Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tempat tinggal mereka. Sosok Jamal yang selalu ada untuknya dan keluarganya. Tapi soal membuka hati, Tina belum siap. Dia masih ingin membahagiakan keluarganya. Apalagi sejak mamanya meninggal dunia, Amar yang akan menjadi prioritas utama.
Juna pamit dari hadapan Tina. Sesaat lelaki itu memanggil Tina, "Kamu yakinkan perasaanmu,Na. Jangan memikirkan orang lain kalau diri sendiri saja belum bahagia." ucap Juna lalu berbalik meninggalkan Tina yang terdiam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 239 Episodes
Comments
🤗🤗
ah jadi ingat aku yang hamil tapi suamiku yang nyidam.
2022-10-04
0
Asni J Kasim
Degh 😫
2022-09-18
0
ZasNov
Semoga dugaan Dokter salah ya..😣
Jadi ikut ga tega juga sama Dira, kalau dia beneran hamil anggur..
Apalagi keluarga semuanya udah seneng banget..😩
2022-09-13
0