...Hatimu tempatmu berlabuh, jiwaku menemukanmu di ujung pencarianku...
...~Arjuna Bramantyo~...
🍊🍊🍊🍊
Satu Minggu kemudian
Udara sore ini terasa dingin. Saking dinginnya terasa ke pori-pori kulit. Dira menarik selimut. Bawaan hamil membuatnya sering mengantuk apalagi dengan udara sedingin menusuk tulang.
Udara dingin ini efek satu minggu ini Jakarta di terpa hujan yang tak kunjung berhenti. Subuh hujan, siang sampai sore pun masih hujan. Sesekali memandang ke samping, ranjang yang kosong karena hanya dia sendiri di kamar.
"Mas Juna kok belum pulang, ya?" tanya nya dalam hati.
Dira tadinya ingin menghubungi Juna yang katanya ada pertemuan dengan kliennya. Masih terhubung dengan jabatan sebagai bos pabrik teh di Lembang. Sebagai seorang istri dia hanya bisa mendukung apa yang akan di kerjakan suaminya.
Namun yang bikin Dira dongkol suaminya tidak pergi sendiri, melainkan bersama Maria, sekretarisnya. Tadi kata Arjuna, awalnya Tio yang akan menemaninya. Tapi karena Ayu tidak mau di tinggal, maka Maria lah yang menggantikan.
Dira membuka selimut, lalu turun dari tangga. Dilihatnya rumah begitu sepi. Tak ada siapapun disana. Dira membuka kamar Vira. Sejak Dira pulang, Vira kembali menempati kamar lamanya. Sementara rumah Dira dan Juna sekarang di kontrakkan.
Vira juga tak ada di tempat. Dira menebak kalau Vira belum pulang dari kampus. Diliriknya jam dinding di kamar Vira. Masih menunjukkan pukul 4 sore. Tapi kenapa sang adik tidak pulang padahal sekarang musim hujan.
ting tong...
Suara bel rumah berbunyi. Dira dengan santai berjalan menuju pintu utama. Dia juga penasaran siapa yang datang ke rumahnya sore-sore begini. Sebelum membuka pintu, Dira melihat tamunya di monitor.
"Delia?" batin Dira.
"Tumben dia kesini ada apa ya?" masih dalam membatin.
Dira langsung membuka pintu. Seramah mungkin dia menyambut tamunya. Apalagi ternyata Delia tidak sendiri. Dia bersama Rian.
"Dira..." Delia langsung memeluk sahabatnya.
"Kamu apa kabar, Del?"
"Alhamdulillah baik, bagaimana kuliah kamu,Ra. Katanya kamu ngambil S2 di kampus swasta, ya? kenapa nggak ambil negeri aja sih." Delia terus mencerocos sambil masuk ke rumah tanpa instruksi si pemilik rumah.
Dira menoleh ke arah Rian. Seakan minta penjelasan atas sikap Delia.
"Nanti aku jelaskan," bisik Rian.
"Ra, ..." Delia berdiri mematung ketika netranya terhenti pada sebuah photo besar.
"Iya,.."
"Jadi kamu dan kak Juna ..." Delia memegang dadanya. Rasanya sesak sekali melihat photo itu. Seperti belati yang menusuknya berkali-kali.
"Bukannya kamu sudah tahu?" Dira masih belum paham dengan yang terjadi pada Delia. Kenapa Delia mempertanyakan pernikahannya dengan Arjuna.
"Bi, ..." panggil Dira.
"Iya, non." jawab bibi
"Tolong buatkan minum untuk mereka ya?"
"Baik, non."
"Satu lagi,Bi. tolong buatin dimsum isi kornet ya. Lagi kepengen nih?"
"Buatnya gimana,non. Bukannya non Dira yang sering bikin dimsum?"
"Bibi kan tahu, masuk dapur saja aku sudah mual. Gimana mau masaknya."
"Oalah, Lanang ini." bibi cekikikan mendengar keluhan Dira akibat ngidamnya.
"Bisa kita bicara?" Rian sedari tadi hanya jadi kambing congek antara Dira dan si bibi.
Rian dan Dira duduk di teras rumah. Sambil menunggu si bibi membawakan kudapan untuk tamunya.
"Tolong jelaskan sama aku, kenapa Delia seperti itu. Dia bersikap seolah masih single. Padahal sudah menikah. apa yang terjadi, Rian?" Dira duduk menghadap Rian.
"Sebelumnya maaf kalau kedatangan aku dan Delia mengganggu aktivitasmu. Ini karena Delia hanya ingat yang terjadi beberapa tahun silam. Dia bahkan tadi menanyakan kenapa tinggal dengan aku, bahkan menanyakan kedua orangtuanya."
"Langsung to the point saja Rian."
"Delia mengidap...." Rian mencoba menarik nafas.
"Alzheimer." sambungnya.
Dira mengatupkan kedua tangannya. Kaget dengan yang dialami sahabatnya. Ada rasa empati yang dirasakannya. Dira memandang Delia yang asyik melihat kebun bunga milik mama Dewi.
"Tante Dewi kemana, Ra?" tanya Delia yang berbaur dengan Rian dan Dira.
"Mama pergi bersama kak Feri. Malam ini kak Feri mau melamar kak Mayka, kakaknya kak Meyra." jelas Dira.
"Loh, jadinya poligami dong. Nikah dua beradik."
"Del, Kak Meyra sudah meninggal lima tahun yang lalu."
"Iyakah, kok kamu nggak ngabarin? Eka dan Ayu juga nggak cerita. Gimana sih kalian sama aku berita seperti ini nggak di kasih tahu."
"Oh ya, Eka sudah nikah belum sama Wandi. Kamu kan tahu dulu Eka sempat di jodohkan dengan kakakku."
"Mereka sudah menikah, Ra. Malah sudah punya anak." jawab Dira.
"Nah, kan mereka menikah pun nggak ada kabari aku. Kalau aku tahu kan bisa pulang dari London."
"Kamu juga, Ra. Kenapa kamu nggak bilang kalau sudah nikah sama kak Juna. Kenapa kamu tega nusuk aku dari belakang, Ra. Kamu kan tahu kalau aku..."
"Sebelum aku nikah sama kak Juna, kamu yang lebih dulu menikah dengan Rian, Del. Jadi ngapain kak Juna menunggu wanita bersuami. Sebelum kamu nikah sama Rian, kalian sudah putus." suara Dira terdengar lantang.
"Dira!" Rian tidak suka cara Dira bicara pada istrinya.
"Maaf, Rian. Aku bicara seperti ini sebagai seorang istri yang ingin melindungi rumah tangganya. Kamu tahu kan kalau Delia sangat terobsesi dengan suamiku. Jadi wajar aku mengingatkan Delia sebagai posisinya saat ini."
"Tapi Delia itu sedang sakit. Jadi mohon pengertiannya."
Dira tersenyum kecut. Apakah penyakit bisa jadi pembelaan. Dira menggeleng. Dia tidak setuju dengan pemikiran pendek Rian.
"Aku juga mohon pengertian juga dari kamu, Rian. Kalau memang Delia sakit kamu harus berusaha mengobati penyakitnya. Bukan menuruti keinginannya. Kamu itu suami, kepala rumah tangga. Harusnya kamu yang membimbing Delia. Bukan menuruti keinginannya."
"Aku tidak sakit,.Dira. Aku sehat, kenapa kalian bilang aku sakit." Delia menengahi pembicaraan panas antara Rian dan Dira.
"Sekarang saya minta kalian keluar dari rumah. Tolong saya mohon." Dira merasa kepalanya sedikit pusing.
"Rian, sepertinya Dira pucat sekali. Tolong bantu dia." kata Delia.
Dira merasa susah meneruskan jalannya. Rian langsung mengangkat tubuh Dira dan membawanya ke kamar.
"Non Dira kenapa?" Bibi kaget melihat Dira di gendong.
"Kak Dira kenapa? apa yang kalian lakukan pada kakakku." suara Vira terdengar lantang melihat dua orang yang dia benci.
"Apa yang kalian lakukan pada kakakku?" Vira kembali mengulangi ucapannya.
"Sekarang saya minta kalian pergi dari sini. Sebelum kesabaran saya habis. Bisa-bisanya kalian melakukan ini sama kakakku. Terutama anda nona Delia, masih untung kakak saya tidak menuntut kamu buat masuk penjara. Karena semua yang kakak saya alami andalah dalangnya." amuk Vira.
"Maksud kamu apa?" Delia bingung kenapa dia yang di salahkan.
"Vira... Vira ... tolong nanti akan saya jelaskan." Rian mencoba menenangkan Vira sudah terlanjur emosi.
Rian menarik Vira menjauh dari Delia. Tentu saja dia akan menjelaskan soal penyakit yang diidap istrinya.
Setelah menjelaskan pada Vira, Rian pun meminta maaf pada Vira.
"Apapun penyakitnya, bukan jadi alasan kalian menyakiti orang lain. Dan maaf, saya minta tinggalkan rumah ini sekarang juga."
Cinta adalah bagian hidup setiap insan yang bernyawa. Salah satu penyelarasan kehidupan yang kekal dan abadi.
Cinta itu ibarat rumah. Kenapa di sebut sebagai rumah. Karena kita menemukan kenyamanan di dalam. Demi cinta banyak hal yang harus di pertaruhankan. Persahabatan, persaudaraan, keluarga dan juga masa depan.
Persahabatan akan kekal kalau saling mendukung satu sama lain. Disini cinta akan bekerja bagaimana sebuah hubungan bisa kuat. Sebagai makhluk sosial, tidak ada manusia yangbisa benar-benar hidup sendirian. Selain keluarga, kehadiran sahabat bisa menjadi hal yang membahagiakan, mengusir sepi, bahkan menjaga kesehatan mental. Namun, untuk bisa mendapatkan manfaat tersebut, kamu perlu menjalin persahabatan yang sehat.
Itulah yang dialami Dira, Delia, Ayu dan Eka. Persahabatan yang mereka bina terbelah karena satu sosok. Delia dan Arjuna terlibat perjodohan. Sementara seiring waktu cinta itu pun tumbuh antara Dira dan Juna. Ayu sebagai adik Arjuna tentu saja berada di pihak sang kakak. Dimana Ayu tahu hati Juna memang terarah oleh Dira. Sementara Eka merasa Dira adalah pengkhianat, kenapa begitu? karena yang dia tahu Juna cinta sama Delia.
BEBERAPA JAM SEBELUMNYA
Juna saat ini berada di sebuah resto kecil. Sesuai janji dengan klien yang akan berkerjasama dengan pabrik teh nya. Bersama Maria yang di tugaskan mendampingi atasannya. Meskipun saat berangkat harus ada drama rengekan istrinya. Juna paham segitu cemburunya Dira pada Maria. Mungkin karena Dira tahu, Maria pernah mendekati Juna saat SMA.
"Mas, kamu nggak lama kan?" tanya Dira saat berangkat.
"Paling semalam." jawab Juna sambil tersenyum.
"Semalam?" Dira melototi suaminya. Juna sudah bisa menebak reaksi istrinya.
Dira nampak terkejut " Sama siapa? Maria?"
"Kak Maria sayang, dia itu diatas kamu, lo."
"bodo!"
"Sayang, kamu kalau cemberut makin cantik." Juna menjentik hidung istrinya.
"Ada maunya pasti ngomongnya manis."
"Emang sama siapa lagi aku bisa bicara manis? ya sama kamu lah sayang. Kamu kan istriku."
"Hemmm... tapi kamu kenapa harus sama kak Maria. kenapa tidak sama Tio?"
"Kamu sama ayu tuh sama. Tio aja nggak boleh jauh-jauh dari istrinya. Bisa ngambek si ayu kalau Tio nggak nurut. Karena Ayu tinggal hanya berdua sama Tio. Apalagi dia juga lagi hamil. Makanya nggak di bolehin pergi jauh."
"Maaf, mas. Saya cuma takut Maria itu mau goda kamu. Saya merasa dia suka sama kamu, mas. Seperti cinta lama belum kelar."
"Tapi aku kan nggak pernah cinta sama dia dari dulu. Aku cintanya sama ...."
"Sudah, mas. Nggak perlu di jelaskan." Dira malas kalau nanti endingnya Juna malah mengenang Delia.
"Kamu tahu, sayang. Kalau aku sudah berjanji tidak akan pernah aku ingkari. Kalau aku sudah mencintai seseorang tidak akan pernah aku lepaskan. Pegang janjiku." Juna meletakkan tangannya di dada Dira.
"Mas, aku ikut ya?" Arjuna mengerutkan dahinya.
"Maaf, sayang kamu di rumah saja. Kamu kan lagi hamil."
"Bukannya ibu hamil harus banyak aktivitas. Bosan mas, aku di rumah saja. Sejak hamil kekantor pun nggak boleh. Kadang cuma setengah hari malah disuruh pulang."
"Sayang, aku nggak lama kok abis ashar aku pulang." Juna masih mengeluarkan jurus meyakinkan istrinya yang posesif.
Juna pun tetap berangkat. Meskipun di penuh drama ngambek istrinya. Terlihat tatapan Dira yang pasrah saat suaminya sudah meninggalkan pelataran rumah.
PT. Bramantyo menggandeng perusahaan PT. Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) mengembangkan bisnis perkebunan teh. Kerja sama itu diperkuat dengan penandatanganan Nota Kesepahaman tentang pengelolaan Kebun Pangheotan di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.
Kedua perusahaan sepakat bekerja sama dalam hal pendampingan perbaikan pabrik teh hijau serta penjualan teh hitam dengan target produksi harian sebesar 5 hingga 7 ton dengan target penjualan sebesar Rp 300 juta per bulan. Adapun untuk mencapai target tersebut, kedua perusahaan akan menanam investasi sebesar Rp 5 miliar.
"Semoga kerjasama ini diharapkan mampu memberikan perbaikan kinerja bagi kedua belah pihak dan perbaikan kesejahteraan ribuan pemetik teh,” ucap Pak Sudarsono.
"Iya, sama-sama, pak. Saya senang anda mau berkerjasama dengan perusahaan kecil seperti kami. Semoga dengan semua ini bisa menguntungkan bagi kedua pabrik." jawab Juna.
Juna duduk berdampingan dengan Maria. Sepanjang proses pembicaraan antara Juna dan Sudarsono, Maria terus memandang lelaki yang pernah mengisi hatinya. Meskipun bertepuk sebelah tangan.
Aku tidak tahu apa yang aku rasakan salah atau tidak. Yang pasti setiap di dekat Juna, jantungku serasa copot. Bukan dia suka marah-marah, tapi kharisma dalam dirinya. Sosok lelaki yang sempat ingin kulupakan. Sosok lelaki yang dulu selalu buat aku betah memandangnya. Saat itu dia ketua OSIS dan aku sekretarisnya. Kemana-mana kami selalu bersama-sama.
"Maria,"
Cara dia menyapaku saja sudah bikin aku melambung. Ya Allah, bagaimana ini, kalau aku harus masuk UGD karena pesonanya, tidak apa-apa. Hitung-hitung sebagai pengorbanan perjalanan cinta. Aku tahu dia sudah punya istri. Tapi tetap saja, aku tidak bisa mengendalikan degup jantungku saat bersamanya.
"Maria,"
Maria langsung tergagap saat Juna menepuk bahunya. Dunia khayalannya runtuh seketika.
"Iya, pak."
"Kamu tolong gantikan saya sebentar. Saya mau angkat telepon opa Han dulu."
"Baik, pak."
Juna berjalan menjauh dari jangkauan Maria dan kliennya. Setelah menjauh dari mereka, Juna pun menelepon balik opa Han.
"Iya, opa ada apa?"
"Juna, apa kamu punya photo anaknya Heru?" tanya opa Han di seberang.
"Ada opa. Emang kenapa? opa mau menjodohkan mereka lagi? tadi katanya kak Feri dan mama sudah mempersiapkan buat lamaran kak Mayka."
"Cepat kamu kirim. Opa harus mencegah mereka. Tadi ada penyelidikan, dari cctv rumah kalian. Terlihat bahwa sebelum Meyra terkena drop, Mayka datang menemui adiknya. Sepertinya ada keterlibatan Mayka dalam meninggalnya Meyra."
"Astaghfirullah, sampai segitunya?"
"Iya, Juna. Makanya ini harus di cegah."
"Iya, opa aku tidak mau kak Feri sampai salah pilih. Karena aku tahu siapa yang Feri cintai."
"Nanti kita bahas lagi. Sekarang kamu kirim photo anaknya Heru."
Juna dan opa Han menutup komunikasi mereka. Setelah mengirimkan photo Tina pada opa Han. Juna kembali ke meja berkumpul lagi bersama Maria dan Sudarsono.
Setelah dua jam mereka menyelesaikan urusan kerja. Tuan Sudarsono ternyata menunggu istrinya datang. Beliau menawarkan makan siang pada Juna dan Maria. Tentu saja keduanya mengiyakan permintaan klien sebagai penghormatan.
Juna merasa gawainya bergetar. Dahinya mengernyit saat melihat siapa yang menelepon.
"Assalamualaikum, Vira."
"Waalaikumsalam, kak. Kakak masih sibuk?" tanya Vira di seberang sana.
"Tidak. Ini sudah makan sore bareng klien. Ada apa Vira? Dira sehat-sehat saja kan?" Entah kenapa Juna ingin menebak sendiri. Karena biasanya Vira menghubunginya sedang darurat saja.
"Kak bisa pulang?"
"Ada apa?"
"Kak Dira pingsan."
"Kok bisa? padahal tadi baik-baik saja."
"Panjang ceritanya. Pokoknya kakak pulang ya? Mama dan kak Feri sudah berangkat ke tempat kak Mayka."
"Baik. kakak akan segera pulang." Juna menutup komunikasinya dengan adik iparnya.
Setelah berpamitan pada Sudarsono dengan alasan kondisi kehamilan istrinya. Juna pun meninggalkan Resto. Hanya saja dia tidak mengajak Maria. Juna tidak lupa memberi ongkos buat naik grab pada Maria.
Mobil yang di kendarai Juna akhirnya sampai di rumah mertuanya. Tanpa basa-basi dia langsung naik keatas melihat kondisi istrinya. Selama dalam perjalanan relung kecemasan selalu melanda. Tak ingin terjadi sesuatu pada sang pujaan hati.
Ceklek!
Juna membaur ke ranjang tepat di samping istrinya. Lelaki itu tak hentinya memeluk, mengecup pipi dan bibir istrinya. Dira yang sudah lumayan sadar hanya tersenyum meskipun wajahnya sangat pucat.
"Mas,"
"Sebenernya ada apa, sayang? apa yang membuat istriku ini sampai drop?"
"Mas, aku mau tanya?"
"Silahkan, sayang." tangan Juna mengelus pucuk rambut istrinya.
"jika ada orang dari masa lalu mu datang. Apa yang kamu lakukan. Jika mereka menuntut janji yang belum mas penuhi, apa yang mas lakukan?"
"Jika itu terjadi, aku tidak akan goyah sayang. Masa lalu biarlah berlalu. Kamulah masa depanku saat ini.
Percaya padaku Medhira Utami. Itu tidak akan terjadi, tidak akan ada yang bisa menggeser kamu di hatiku. Selamanya."
Dira merasakan genggaman tangan suaminya begitu kuat. Sesaat Ia disuguhkan dengan wajah tampan pria yang telah sah menjadi suaminya selama Dua bulan itu. Wajah keduanya semakin mendekat dengan tatapan yang semakin lekat. Tangan wanita itu pun tak ragu lagi merayap di kulit wajah Juna yang putih dan bersih, semakin dekat hingga bibir tipis itu mulai menembus rongga mulut yang terbalut kumis tipis nan menggelikan itu.
Walaupun diriku tak bersayap. Kau harus percaya. Kuakan terbang bawa dirimu, tanpa takut dan ragu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 239 Episodes
Comments
Elisabeth Ratna Susanti
top markotop 👍
2023-05-15
0
Shopia Asmodeus
udah aku Fav kak
2022-11-02
0
BidadariBumi BidadariBumi
banyak bab dari sayembara jodoh. di sini ..
2022-11-02
0