"Anda menandatanganinya? Bukankah kontrak-kontrak itu ditangani oleh perusahaan real estate?" Petter bingung.
...............................................
"Apakah Anda tidak tahu bahwa perusahaan real estate hanyalah perantara?" Luis menatap Petter seakan dia sedang melihat orang bodoh.
"Jadi, gedung ini bukan milik developer real estate?"
Menurutnya, akan lebih masuk akal bagi developer real estate untuk membeli seluruh gedung.
"Saya pemilik gedung ini." Luis memutar matanya. Dia bukan seorang developer real estate.
"Anda pemilik gedung ini? Anda sedang bercanda, 'kan?" Petter tertawa setelah tertegun beberapa saat. Saya tidak tahu apakah Anda bercanda atau tidak, tetapi saya sudah mendengar beritanya. Seluruh gedung ini disewakan.
"Itu benar. Saya menyewakan seluruh gedung ini."
"Yang benar saja!"
"Lihat, ini KTP saya." Setelah keluar dari lift, Luis meletakkan kotaknya di lantai dan mengeluarkan KTP-nya. Dia lalu menunjukkannya pada Petter. "Coba lihat apakah Anda masih ingat nama yang tercantum di kontrak yang Anda tanda tangani."
Petter mengambil KTP itu dengan tidak acuh. Kemudian, matanya melebar karena terkejut. Dia mengira orang bernama Luis Nardo itu hanyalah perwakilan developer real estate. Sebaliknya, tampaknya gedung dengan lebih dari 60 unit ini memang dimiliki oleh Luis, pemuda di hadapannya saat ini.
"Tuan! Senang bertemu dengan Anda." Petter seketika mengubah nada bicaranya.
Meski Petter juga berasal dari keluarga kaya, dia tahu bahwa membeli sebuah gedung di Jamarta bukanlah perkara mudah. Karena Luis mampu membeli gedung ini, dia pasti memiliki aset yang relatif lebih banyak.
Petter mengikuti Luis keluar dari gedung itu. Tidak lama kemudian, dia melihat seorang wanita cantik yang mengenakan setelan jas berjalan ke arah mereka. Dia memakai kacamata pintar.
"Nona Veyron." Petter mengangguk padanya.
Lula adalah manajer properti Menara Adipati. Petter harus bersikap ramah padanya agar dapat tetap tinggal di sana.
Lula mengangguk pada Shawn dan kemudian menatap Luis. "Kamu tidak pulang kemarin malam?
"Aku sangat lelah sehingga tidak mampu pulang." Luis memutar matanya. Kemarin malam, dia telah menggunakan seluruh kekuatannya untuk membawa Lula kembali ke kamarnya dan membaringkannya di atas tempat tidurnya.
Dia benar-benar hanya membaringkan Lula di tempat tidurnya tanpa melakukan hal-hal lain.
"Aku yang mentraktirmu minum kemarin. Bagaimana kamu berterima kasih kepadaku? canda Lula.
"Tentu. Kamu dapat memilih apa saja yang kamu suka dari dalam kotak ini." Luis mengulurkan kotaknya kepada Lula.
"Apa isi kotak ini?" Lula mengerutkan bibirnya dengan sedikit merendahkan.
Dia ingat bahwa Luis tidak membawa apa pun saat pertemuan terakhir mereka. Oleh karena itu, kotak itu tentunya berisi barang dari tempat tinggalnya di gedung ini, dan Lula sudah sangat mengenali barang-barang di unit Luis di Menara Adipati.
"Kamu yakin tidak tertarik?" Luis bertanya.
"Cih. Memangnya ada barang bagus di dalam kotak itu?" "Bukan salahku kalau kamu melewatkan kesempatan ini." Luis tertawa. Meskipun dia hanya menghabiskan 1.500 dolar untuk membeli seluruh isi kotak itu, semua barang-barang itu sangatlah berharga.
"Sudah, berhentilah berpura-pura. Aku tidak percaya padamu."
"Benar-benar ada barang-barang bagus di dalamnya."
"Aku tidak percaya padamu."
Luis tahu bahwa Lula tidak akan mempercayai kata-katanya, jadi dia membuka kotak itu dan menunjukkan isinya padanya. Ada tiga buah jam tangan dan beberapa helai pakaian di dalamnya.
"Sial, beginikah cara hidup para konglomerat?" seru Petter sebelum Lula sempat bereaksi.
Lula tidak mengenali merek ketiga jam tangan di dalam kotak tersebut. Namun, benda-benda itu hanyalah jam tangan. Memang bisa semahal apa harganya?
Dia telah melihat jam tangan yang dikenakan oleh bosnya. Paling mahal pun hanya 15.000 dolar lebih. Meskipun harganya agak mahal, dia masih mampu membelinya.
"He-he. Coba tebak berapa harganya." Petter menunjuk jam tangan di tengah. Kerangka jam tangan tersebut bisa terlihat di tampilan wajahnya. Berlian ungu menghiasinya. Benar-benar terlihat sangat mewah.
"30.000 dolar?" Lula memperkirakan harga jam tangan itu. Benda itu terlihat lebih mahal daripada semua jam tangan yang dikenakan bosnya, tetapi seharusnya tidak melebihi 30.000 dolar.
"30.000 dolar terlalu rendah, jauh." Petter menggelengkan kepalanya dan berkata dengan kagum, "Jam tangan ini berharga 1 juta dolar saat pertama kali diperkenalkan. Kini setelah produksinya dihentikan, sulit untuk mengatakan seberapa besar peningkatan nilainya."
Tidak seperti barang bermerek lainnya, nilai jam tangan cenderung bertambah. Fakta ini terutama berlaku untuk jam tangan seri Vacheron Constantin ini.
"Total harga ketiga jam tangan ini setidaknya sekitar 1,5 juta dolar!" seru Petter.
"Ayo kita bunuh dia," bisik Lula pada Petter, "lalu kita kabur dengan membawa barang-barangnya."
"Aku bisa mendengar kalian." Luis memutar matanya. Dia tahu bahwa Lula sedang bercanda. Kalau tidak, sekarang dia pasti sudah berlutut dan memohon belas kasihan. Nyawanya jauh lebih berharga daripada benda-benda ini.
Ponsel Luis berdering sebelum dia bisa mengatakan apa-apa lagi. Dia mengangkat alisnya ketika dia metihat nama Lia di layar ponselnya. Lia Wijaya adalah teman sekelasnya di SMA dan di universitas. Dia adalah teman baik Luis, tetapi mereka perlahan menjauh setelah lulus dari universitas. Sudah bertahun-tahun mereka tidak saling kontak karena sama-sama sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
Hei, Lia, Apa kabar?" Luis bertanya.
"Aku baru-baru ini kembali ke Jamarta dan sedang berpikir untuk mengadakan reuni kelas sore ini di Hotel Suryadanawa."
"Reuni SMA? Atau reuni universitas?" Luis bertanya. Waktu itu, Lia pergi ke luar negeri untuk melanjutkan studinya. ltulah yang menyebabkan mereka berpisah setelah lulus dari universitas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments