Amdara terpental ke tanah sampai membuat lubang besar. Semua tulangnga terasa remuk, organ dalam tubuhnya terasa sakit dan panas setelah mendapat serangan beruntun dari lawan.
Ekspresi Amdara sedikit berubah saat sesuatu yang sangat panas menggerogoti jantung.
"Akkhh!"
Amdara menekan dada, dirinya terbatuk-batuk darah. Bahkan Amdara sekarang tidak bisa berkonsentrasi untuk menyerap kekuatan alam dan sekarang kekuatannya telah berkurang banyak.
Tiba-tiba saja sebuah pusaran api muncul mengelilingi Amdara. Amdara merasakan panas diseluruh tubuh. Pusaran api ini bertambah panas, Amdara masih bisa mendengar teriakkan Inay dan yang lain. Namun, wasit belum juga bertindak.
"Hei, menyerah saja atau kau akan kubakar!"
Bena melayang tidak jauh dari pusaran api, dirinya juga telah mengeluarkan banyak kekuatan. Tidak menyangka Amdara masih bertahan sampai sekarang.
"Tidak. Uhuk!"
Amdara kembali terbatuk darah, tubuhnya terasa terbakar dan kulitnya sudah mulai berubah warna.
Bena tertawa keras, pusaran apinya semakin mendekat ke arah Amdara. Bena sengaja agar lawan cepat menyerah.
"Tidak tahu malu, sudah kalah tapi masih begitu sombong. Ck!"
Bena mengeluarkan bola api lagi bersiap melesat jika lawan masih bersikukuh tidak mau menyerah.
Tidak jauh dari lapangan, seorang pria mengenakan jubah hitam dan topeng rubah yang tidak lain adalah Guru Aneh. Dia telah melihat awal pertarungan, benar-benar diluar dugaannya pertarungan ini hampir melenyapkan nyawa.
"Apa kau akan menyerah?" Mata Guru Aneh sulit diartikan. Dirinya tahu saat ini Amdara tidaklah diuntungkan. "Tidak. Aku percaya padamu."
Amdara merasakan tubuhnya hampir meledak entah karena apa. Bena masih mencoba berbicara dengannya, tetapi Amdara sekarang tidak mendengarkan apapun. Dia terus menekan dadanya, sebelah kanan sudah mengeluarkan darah.
"Heh, kau tidak diajari orang tuamu menyerah di saat seperti ini, ya?" Bena semakin membesarkan bola api di tangan. "Bocah sepertimu harusnya menangis dan merengek pada orangtua sekarang!"
Amdara berguling-guling di tanah karena api semakin mendekat. Panas, sakit, rasanya tidak bisa dijelaskan. Wajah Amdara penuh darah, dia tidak bisa mengontrol kekuatan alam yang tiba-tiba saja masuk dengan cepat ke tubuhnya. Sebuah tanda elang hitam muncul di dahi, saat itu juga mata Amdara berubah warna menjadi putih semua.
"Tidak menyerah juga, yah. Baiklah, kurasa ini sudah cukup--!" Bena tidak melanjutkan ucapannya dia langsung membelalakkan mata.
Pusaran air muncul mengelilingi Amdara dengan kecepatan tidak bisa dilihat oleh mata. Api milik Bena langsung lenyap begitu saja.
Bena menghindar saat pusaran air itu semakin membesar. "Apa yang terjadi?!
Bukan hanya Bena yang terkejut tetapi semua orang yang melihat juga sama halnya. Pusaran air itu seperti tengah menyerap kekuatan alam secara paksa.
Guru Ghana tidak pernah melihat hal seperti ini sebelumnya. Perasaannya mengatakan sesuatu yang tidak enak akan terjadi.
"H-hebat! Apa itu kekuatan Luffy?" Ketua Kelas Dirgan berdecak kagum sama seperti teman-temannya tetapi tidak dengan Inay.
Wajah Inay seketika memucat, ini yang paling membuatnya khawatir. Amdara memiliki tubuh istimewa yang akan mengeluarkan kekuatan dahsyat tidak bisa dikendalikan kecuali oleh orang sekuat Tetua Bram dan ketika Amdara disadarkan oleh sesuatu. Kejadian Amdara yang kehilangan kendali atas kekuatannya pernah terjadi saat seseorang menyinggung orangtuanya. Dan sepertinya Bena telah melakukan kesalahan besar.
"Gawat!"
Inay segera melesat ke arah Amdara akan tetapi tiba-tiba saja sebuah suara seperti mengaum mengerikan terdengar dari dalam pusaran air.
Pusaran air semakin besar, dan angin ****** beliung muncul di samping pusaran air tanpa mempengaruhi satu sama lain.
"Suara apa itu?!"
Suaranya di dengar oleh orang-orang yang bahkan berada di asrama. Suasana seketika berubah menegang.
Ketua Kelas Dirgan, Atma, Rinai dan Nada tidak tahu apa yang terjadi pada Inay yang baru saja melesat ke arah pusaran air. Rasa khawatir mereka bertambah saat tidak bisa melihat Amdara.
"Luffy, sadarlah ...!"
Inay berusaha mendekat, tetapi kekuatan angin ****** beliung membuatnya kesulitan.
Bena sendiri membuat perisai pelindung, dia masih terkejut sekarang.
Entah apa yang terjadi, tetapi pusaran air langsung menerjang Bena. Bena mengeluarkan serangan balik tetapi gagal.
BAAM!
Blaar!
Angin ****** beliung meledak entah karena apa, membuat pandangan orang-orang kabur. Inay langsung terpental saat tidak bisa mempertahankan perisai pelindung.
Bena terpental sejauh dua puluh meter, dan membuat tanah berlubang besar. Darah langsung muncrat dari mulut.
"Berani sekali kau menghina orangtuaku ...!"
Amdara muncul di depan Bena dan menarik leher lawan ke atas. Bena berusaha memberontak, tetapi cengkraman Amdara begitu kuat.
Mata putih Amdara dan wajah tegas itu membuat Bena menelan ludah susah payah. Dia merasakan tekanan dan sulit bernapas.
Entah sadar atau tidak, Amdara membuat angin besar yang memutari Amdara dan Bena, bahkan para penonton tidak bisa melihat keadaan petarung.
"Tarik kata-katamu."
Amdara berucap dingin. Namun, Bena malah tertawa, "h-haha, menarik kataku? Yang benar saja!"
Bena berpikir ada makhluk yang merasuki tubuh bocah berambut putih ini dari aura yang terpancar sangat berbeda dari sebelumnya.
Amdara semakin mencengkram leher Bena tanpa ekspresi. Dia saat ini ingin membunuh orang di depannya.
Suara gemuruh petir bersahutan di atas tanpa ada tanda-tanda akan hujan. Langit tertutup awan merah, membuat semua orang terkejut dan bertanya-tanya.
"L-lepaskan aku sialan!"
Bena mencoba menyingkirkan tangan kecil di leher, tetapi sangat sulit. Dirinya merasa lehernya akan patah, dia berusaha mengeluarkan kekuatannya untuk melepas tangan lawan.
Kepekaan Amdara memang sangat tipis, dia tidak menyadari bahwa Bena mengeluarkan pedang dari belakang Amdara. Bena tidak peduli tentang peraturan yang disepakati wasit sebelumnya. Harga diri Bena sekarang jauh lebih penting.
Amdara, "Tarik kembali kata-katamu."
Bena menyeringai sebelum berbicara. "Di mimpimu!"
Pedang Bena menusuk perut Amdara, darah mencuat dari perut dan membuat Amdara seketika sadar. Mata Amdara kembali seperti semula, pola elang di dahi menghilang dan angin yang menghalangi pandangan penonton menghilang. Dia melepaskan tangannya dari leher Bena.
Amdara merasakan sakit luar biasa, tangannya mencabut pedang dari belakang dan kemudian menyentuh darah kental yang mengalir. Darah kembali mengalir di mulut Amdara tanpa henti.
Bena terbatuk-batuk darah, dia segera terbang menjauh. Tekanan dari lawan membuatnya sedikit gemetar.
Para penonton dibuat terkejut bukan main, melihat sebuah pedang yang menusuk perut bocah berambut putih.
"Luffy ...!"
Inay berteriak histeris, dia baru saja akan melesat akan tetapi tiba-tiba saja Amdara melesat ke arah Bena dengan kecepatan tinggi.
Amdara memunculkan pedang, cahaya biru muncul pada pedang itu. Dia tidak tahu mengapa tiba-tiba perutnya tertusuk pedang, seakan Amdara tidak bisa mengendalikan dirinya. Amdara langsung melibaskan pedang membuat angin kejut dan serangan elemen angin ke arah Bena.
Bena yang belum siap terpental jauh, dia terbatuk darah karena serangan barusan. Namun, dengan susah payah Bena kembali melayang dan mulutnya seperti mengucapkan kalimat-kalimat mantra, kemudian sepasang sayang api muncul di balik punggungnya.
Dengan sisa kekuatan, dia mengeluarkan serangan dahsyat terakhir.
"Phoenix Api Keabadian ...!"
Bena tidak peduli, harga dirinya jauh lebih tinggi sekarang. Jika dia kalah, maka dirinya akan diremehkan banyak orang.
"Kilatan Angin Aliran Pertama ...!"
Amdara melesatkan jurus miliknya ke arah Bena dengan sisa kekuatan.
Kekuatan keduanya melesat cepat dan mengakibatkan debaman keras bahkan sampai membuat bangunan sekolah bergetar hebat dan tanah lapangan retak.
BAAM!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 306 Episodes
Comments