Nada mengamati penampilan orang yang menolong. Nada seperti mengenal, tetapi dirinya tidak bisa mengingat.
Amdara sebenarnya merasa kagum pada Nada yang ditindas dan mendapatkan luka sama sekali tidak menangis. Padahal jika itu anak lain maka akan menangis tanpa bisa melawan.
Terdengar suara batuk seseorang di lorong, orang itu adalah Daksa yang telah menindas Nada.
Daksa jelas terkejut saat tanah yang hampir melenyapkan Nada tiba-tiba saja meledak. Membuatnya terpental lima meter.
"Sialan! Siapa yang berani menghalangiku?!"
Daksa segera bangkit dan menatap ke depan yang berada di tanah kong, di mana seorang laki-laki tengah melindungi Nada.
Daksa menaikkan sebelah alis, dia seperti pernah melihat orang itu dari penampilan tetapi tidak mengingatnya.
"Sialan kau! Cari mati, ya?!"
Daksa langsung melesat dan menggunakan kekuatannya untuk meretakkan tanah dan membuat tangan dari tanah.
Amdara segera membuat perisai pelindung untuk menghalau serangan Daksa tetapi tanah retak besar membuat Amdara dan Nada hampir terjatuh jika saja Amdara tidak segera membawa Nada terbang.
Nada tersentak, dia menatap Amdara dengan tatapan sulit diartikan.
Serangan Daksa sama sekali tidak berpengaruh pada perisai pelindung Amdara.
Amdara menjentikkan tangan, dan saat itu juga angin ****** beliung muncul dan menyeret Daksa yang kurang cepat menghindar terbawa angin.
Angin tersebut langsung hilang saat Amdara kembali menjentikkan jari. Daksa terpental menghantam kayu, dia merasakan kepalanya yang berputar-putar.
Daksa memuntahkan sesuatu dari dalam perut yang tiba-tiba saja terasa tidak enak.
"Ohok! S-sialan."
Melihat Daksa yang tengah muntah, Amdara yang masih merangkul pinggang Nada segera terbang membawanya ke arah Daksa.
Amdara menurunkan Nada dan melangkah menuju Daksa yang terlihat pucat. Angin barusan benar-benar membuat Daksa tidak merasakan kekuatan. Angin yang dibuat kali ini memang lebih hebat karena dapat membuat seseorang tidak bisa menggunakan kekuatan beberapa saat.
"S-sialan! Apa yang kau lakukan--?!"
Daksa kembali muntah, perutnya terasa sakit sekarang. Nada yang melihatnya menutup mulut menggunakan boneka, dirinya benar-benar tidak menyangka ada penyelamat yang telah membuat Daksa muntah-muntah hanya dengan kekuatan angin.
Amdara tanpa basa-basi melayangkan Daksa dan berhenti pada pohon. Daksa tidak berdaya, dia benar-benar dibuat tidak bisa menggunakan kekuatan. Dilayangkan oleh Amdara malah membuat Daksa bertambah pusing.
"H-hentikan ...."
Amdara mengikat tubuh Daksa pada salah satu pohon yang tidak terbawa angin ****** beliung nya menggunakan tali ajaib yang hanya bisa dilepas saat terkena sinar matahari. Tali tersebut tentu Amdara dapatkan saat berada di Organisasi Elang Bulan. Tali yang telah disatukan dengan kekuatan ini juga tidak akan mudah dilepas menggunakan kekuatan Daksa sendiri.
"S-sialan! Lepaskan aku!"
Daksa berteriak dan memerintah Amdara agar melepaskan talinya. Namun, Amdara malah mengeluarkan bola kecil untuk menutup mulut Daksa. Hal tersebut membuat Nada dan Inay yang melihatnya tersentak.
Daksa memelototkan mata, dia tidak bisa berbicara karena tersumpal bola.
"Ini lebih baik."
Amdara mengembuskan napas. Dia menanyakan keadaan Nada yang masih terlihat terkejut. Itu wajar karena selama dia ditindas orang lain, tidak ada yang menolong. Ini pertama kalinya dia ditolong, dan membuat perhitungan pada orang yang telah menindasnya.
"Terima kasih, Tuan," ucap Nada dengan hormat.
Amdara mendekati Nada, tangannya terurur menyentuh dahi Nada. Seketika aliran kekuatan pada tubuh Nada menyebar dan menyembuhkan luka-luka Nada.
Nada tersentak, dia merasakan kehangatan dalam tubuhnya dan merasakan sesuatu yang nyaman.
Anak perempuan tersebut langsung memberi hormat, dia terus mengucapkan terima kasih. Kebaikan ini akan dia ingat dan suatu hari dirinya akan membalas kebaikan penyelamatnya ini.
Amdara mengangguk, dia tidak bisa membuka topeng sebab itu hanya akan membuat Nada bertambah penasaran mengapa dirinya bisa keluar dari sekolah. Hal sama juga ingin ditanyakan pada Nada yang bisa keluar sekolah, tetapi agar tidak terlihat mencurigakan Amdara mengurungkan niat.
"Kau pulanglah hati-hati."
Pesan Amdara yang langsung diangguki Nada dengan patuh. Nada menanyakan nama Amdara dengan sopan agar kelak dirinya bisa membalas budi dengan baik.
" ... Dara ...."
Nada mengangguk setelah mendengar penyelamatnya menyebutkan nama.
Amdara jelas tidak akan menyebutkan nama 'Luffy'. Dirinya langsung berpamitan pada Nada dan melesat cepat sebelum Nada menanyakan hal lain.
Amdara mendarat di atap samping Inay dengan pelan. Inay menggelengkan kepala pelan sambil berkata, "kau kejam sekali."
Amdara tidak menanggapi Inay, dia mengajak teman sekelasnya itu untuk pergi ke pasar.
Mereka memilih berjalan kaki agar tidak terlalu mencolok. Aroma dari daging panggang membuat liur Inay hampir jatuh. Dia melihat ada toko daging panggang yang penuh dengan pelanggan. Selama hidup di sekolah sampai sekarang, dirinya belum makan daging setelah pergi dari organisasi. Hah, Inay mengelus-elus perutnya yang ingin diisi daging panggang itu.
Perhatian Amdara terarah pada toko nenek tua yang menjual jepit rambut. Amdara merasakan sesuatu yang aneh.
"Luffy, ayo kita makan daging dulu!"
Inay menarik lengan Amdara menuju toko daging. Alhasil Amdara hanya bisa mengembuskan napas.
Toko daging ini memiliki kursi dan meja panjang untuk para pelanggan. Beberapa pelanggan berdiri untuk menunggu daging panggang matang.
Aroma daging panggang semakin menjadi saat tiba-tiba Inay mendekat ke arah panggangan. Tindakan Inay membuat Amdara dan orang yang melihat tersentak.
"Aromanya wangi. Pasti rasanya sangat enak!"
Paman yang tengah memanggang daging tersenyum senang mendengar perkataan Inay. "Tentu saja! Daging Siluman Ular ini selain enak juga mengandung kekuatan di dalamnya!"
Inay melebarkan senyum, dia sudah tidak sabar memakan daging Siluman Ular tersebut. Setiap daging siluman memang memiliki kekuatan sendiri, kekuatan tersebut tergantung dari spesies siluman.
Selagi menunggu daging matang, Amdara memilih duduk di kursi luar toko sambil melihat-lihat toko lain. Tatapan matanya bertemu dengan seorang yang seminggu lalu bertemu dengannya di danau. Orang itu tidak lain adalah Cakra yang kini duduk di toko sebuah kain bersama temannya.
Cakra menatap Amdara dari kejauhan, keduanya seperti tengah berbicara dengan tatapan. Amdara segera memalingkan wajah takut jika ketahuan oleh Cakra. Bukan tidak mungkin dirinya akan mendapatkan masalah kembali.
Inay membawa dua piring daging yang sudah matang di meja Amdara. Wangi dari daging tersebut tidak membuat Amdara segera melahapnya seperti Inay.
"Mm, rasanya sangat enak! Luff, kau harus memakannya!"
Inay memejamkan mata menikmati enaknya daging panggang sambil menggoyang-goyangkan kepala.
Amdara memakan sesumpit, perlahan mengunyah dan menelan. Rasanya memang enak, tetapi tidak seenak daging kelinci yang pernah Amdara makan.
"Cepat habiskan."
Inay mengangguk semangat, dia sama sekali tidak terganggu dengan tatapan pelanggan lain. Amdara menghentikan makan setelah tiga sumpit, perasaan dia sekarang sedang tidak enak. Aura gelap dari toko nenek tua itu membuat Amdara cemas.
Inay sendiri belum merasakan apa pun, entah terbawa suasana makan enak atau apa.
Inay menghabiskan daging milik Amdara juga, dia sampai bersendawa. "Hah, aku merasakan hidup kembali ...."
Inay mengusap-usap perutnya yang kenyang. Amdara yang melihatnya menggelengkan kepala pelan, dia mengeluarkan dua keping emas di atas meja kemudian mengajak Inay pergi.
Inay menurut, dia cukup puas dengan daging Siluman Ular. Selan perut kenyang, tubuh juga merasa kekuatannya berangsur-angsur menambah walaupun tidak banyak.
Amdara menghentikan langkah di depan toko nenek tua yang menjual jepit rambut.
Nenek Tua tersenyum ramah, dia mempersilakan Amdara dan Inay melihat-lihat jepit rambut. Dua anak yang begitu muda ini tetap diperlakukan ramah oleh Nenek Penjual.
"Nak? Kau cocok dengan jepit rambut ini."
Nenek tua itu menawarkan Amdara sebuah jepit rambut merah darah dengan ukiran bunga persik.
Ada sesuatu yang jangggal menurut Inay, mengapa nenek tua ini bisa tahu kalau Amdara perempuan? Padahal biasanya orang-orang melihat Amdara sebagai laki-laki karena pakaiannya.
Amdara dapat merasakan ada aura hitam pada jepit rambut itu. Ketika Amdara mengambilnya, jepit rambut tersebut langsung mengeluarkan asap hitam yang membuat Inay dan nenek tua tersentak. Asap hitam itu langsung lenyap ketika Amdara meletakkan kembali.
"Itu ...."
Inay menelan ludah susah payah, dia tahu jika Amdara dapat mengeluarkan aura gelap. Bahkan sekarang Inay dapat merasakan adanya Roh Hitam pada jepit rambut tersebut. Tapi bagaimana bisa ada Roh Hitam di jepit rambut ini?!
"Nek, dari mana Anda mendapatkan jepit rambut ini?" Amdara bertanya sopan.
Raut wajah Nenek Tua seketika berubah, dia mencoba mengingat-ingat asal jepit rambut ini. "Ah, Nenek mendapatakannya dari nona muda!"
Amdara yakin Roh Hitam ini sangat kuat, dirinya memberikan tiga keping emas pada Nenek Penjual. "Aku membeli ini."
Nenek Tua tersentak saat menerima tiga keping emas. "Nak, ini terlalu banyak. Kau hanya perlu membayar lima perunggu saja."
Nenek Tua berpikir bahwa Amdara adalah anak muda yang suka menghamburkan uang. Namun, Amdara berkata bahwa tiga emas itu bukan apa-apa, dia bisa mencari uang kembali. Hampir saja Nenek Tua tersebut menangis, ini kali pertama bertemu orang sebaik Amdara.
"Nak, siapa namamu? Aku akan membalas kebaikanmu kelak." Nenek Tua menyentuh bahu Amdara.
Amdara merasakan kehangatan dan rasa nyaman saat nenek ini menyentuh. "Luffy."
Nenek Tua mengangguk, dia melepas tangan dan memberikan jepit rambut yang diinginkan anak muda ini.
"Kau akan menemukan orang yang kau cari suatu hari nanti." Nenek Tua tersenyum, dia seperti mengisyaratkan sesuatu pada Amdara.
Amdara mengambil jepit rambut itu, dan mengucapkan terima kasih. Walaupun tidak mengerti maksud Nenek Penjual tetapi Amdara mengangguk sebagai respon dan kemudian pamit pergi bersama Inay.
Kali ini Amdara tidak menyalurkan kekuatan pada jepit rambut jadi asap hitam tidak keluar seperti sebelumnya.
"Luff, kita harus cepat melenyapkan Roh Hitam ini!"
Inay berucap cemas, dia berjalan di samping Amdara mencari tempat aman untuk melenyapkan Roh Hitam. Bagaimana pun, mereka tidak boleh terlihat mencolok di pasar ramai ini.
Sudah cukup jauh dari pasar dan di dekat sungai, Amdara dan Inay langsung waspada. Amdara meletakkan jepit rambut di atas batu besar, dan kemudian Amdara melayang cepat menjauh.
"Muncullah wujud aslimu," Amdara berucap tenang.
Suasana malam dengan bintang di langit membuat sekitar tidak cukup cahaya. Amdara memunculkan satu api biru untuk membantu pencahayaan.
Beberapa saat hening, udara dingin berhembus. Sama sekali tidak ada tanda-tanda Roh Hitam akan menyerang, tetapi membuat Amdara dan Inay semakin waspada. Biasanya Roh Hitam akan langsung menyerang ketika lawan lengah sedikit.
"Hei, Roh Hit---!"
Jepit rambut itu seketika melesat cepat ke arah Amdara. Untung saja Amdara menghindar dengan cepat, tetapi jepit rambut tersebut kembali melesat dan mengarah pada mata.
Amdara sulit menyerang karena ukuran jepit rambut yang tidak besar.
"Luffy, di bawah ...!"
Amdara terlambat menghindar kali ini membuat telapak kakinya terluka dan darah keluar banyak.
Inay memanjangkan rambut dan menarik tubuh Amdara ke sampingnya.
Terlihat jepit rambut itu tidak mengejar Amdara, malah seperti tengah meminun cairan merah di tanah.
Amdara dan Inay yang melihatnya tersentak. Cairan merah itu adalah darah Amdara!
"Roh Hitam Penghisap Darah?!"
Inay menahan napas, kali ini mereka akan berhadapan dengan Roh Hitam yang cukup merepotkan.
Tiba-tiba saja jepit rambut itu mengeluarkan asap hitam dan mengepul, perlahan berubah wujud menjadi anak kecil bertubuh hitam, bermata merah menyala dan berambut panjang menatap tajam Amdara dan Inay.
Roh Hitam tersebut melesat ke arah Amdara dan Inay langsung menghindar. Gerakan Roh Hitam sangat cepat, Amdara dan Inay kerepotan menghindar.
Amdara mengeluarkan angin ****** beliungnya ke arah Roh Hitam. Kali ini Amdara menggunakan pedang untuk menyerang setelah Roh Hitam terbawa angin.
Cahaya biru dari pedang Amdara terlihat mengagumkan. Ketika angin tersebut menghilang, Amdara sudah berada di depan Roh Hitam bersiap menusuk roh tersebut.
Namun, tiba-tiba saja Roh Hitam mengeluarkan api dari mulut ke depan tepat di wajah Amdara.
Groaaa!
Jarak Roh Hitam dengan Amdara sangat dekat, Amdara tidak bisa membuat perisai pelindung, apalagi menghindar.
Inay langsung membuat pelindung menggunakan rambutnya melindungi Amdara dari titik tidak terduga Roh Hitam menyerang.
"Sekarang!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 306 Episodes
Comments