Kelas selesai setelah siang hari, beberapa murid yang ingin menonton pertandingan sudah duduk di bangku yang disediakan, sementara ada pula yang tidak ingin membuang-buang waktu hanya untuk pertandingan biasa, dan lebih memilih mengambil misi.
Di Kelas C, sebelum masuk kelas Inay mendengar kabar bahwa ada teman kelasnya yang menantang seorang senior. Lebih tepatnya menerima tantangan dari Senior Bena. Inay hampir saja tidak sadarkan diri mendengar dari mulut Amdara sendiri mengatakan dialah murid yang kini tengah mereka bicarakan.
"Luffy, kau sudah tidak waras, ya?! Bagaimana kau bisa menerima tantangan itu?!"
Inay mengguncang-guncang bahu Amdara keras. Dirinya sudah merasa Amdara senang ikut campur dalam masalah.
"Hei, Luffy hanya menolongku."
Ketua Kelas Dirgan menghentikan guncangan pada bahu Amdara. Dirinya merasa harus bertanggung jawab dalam hal ini.
"Menolong?! Kau bilang bocah ini menolongmu?!" Inay benar-benar marah pada Dirgan. Dia mendorong Ketua Kelas Dirgan tanpa takut.
"Kau selamat tapi dia harus mempertaruhkan nyawa hanya untukmu!"
Inay menarik kerah baju Dirgan. Amdara hanya seorang bocah dan belum tahu apa-apa mengenai pertandingan dengan pemenang meminta sesuatu pada yang kalah. Walaupun pengalaman Amdara telah banyak dalam pertarungan, tetapi ini berbeda! Negeri Elang Putih memiliki aturan sendiri, dan pastinya di sekolah ini juga memilikinya.
Ketua Kelas Dirgan hanya diam sambil mengepalkan tangan. Dia merasa bersalah juga.
"Lepaskan Ketua Kelas."
Amdara menarik tangan Inay yang memegang kerah baju Dirgan. Inay menatap tajam Amdara, dia benar-benar kesal pada bocah itu.
Amdara tahu reaksi Inay ini adalah rasa khawatir tetapi untuk memberi pelajaran pada orang yang telah menindas teman-temannya pertarungan ini perlu dilakukan.
Ketua Kelas Dirgan menatap Amdara dengan kagum, tetapi matanya terlihat sedih karena dirinya anak kecil seperti Amdara akan bertarung melawan seseorang berumur 16 tahun dengan kekuatan besar. Ketua Kelas Dirgan menarik napas sebelum berbicara.
"Aku akan bertanggung jawab."
"Bertanggung jawab? Bagaimana caranya kau bertanggung jawab?!" Inay menatap tajam Dirgan.
"Aku yang akan bertarung dengan Senior Be--"
"Tidak." Amdara memotong perkataan Ketua Kelas Dirgan. Amdara menggeleng, sebelum Inay datang ke kelas, Dirgan telah mempercayai nya tetapi mengapa sekarang berbeda?
"Kau percaya padaku, 'kan?"
Guru Aneh mendengar semuanya, dia hanya bisa mengembuskan napas dan meminta Amdara untuk berhati-hati. Namun, Guru Aneh merasa khawatir karena nanti dipertandingan kekuatan Amdara akan terlihat oleh para guru yang memiliki pemikiran licik.
Lapangan latihan sekarang ramai oleh murid-murid sekolah Akademi Magic Awan Langit. Bangku-bangku yang disediakan terisi dan beberapa murid lebih memilih melayang.
"Bukankah bocah itu adalah salah satu penyusup itu?" Salah satu seorang murid bertanya pada temannya.
"Benar. Kudengar dia mendapat cambuk seribu lebih pada satu hari penuh." Temannya menjawab dengan rasa sidikit kagum. Bocah berumur 11 tahun dengan berani menerima cambuk sebanyak itu, tanpa menangis sungguh luar biasa dipandangnya.
"Ck, dia hanya bocah sombong dan tidak tahu diri! Berani sekali menantang Senior Bena!"
Seseorang yang duduk di depan Padma nampak menggerutu kesal.
Di bangku belakang diduduki oleh Daksa, Padma dan Kenes. Ketiganya memilih duduk di bangku paling belakang sebelah kiri. Di bangku depan sebelah kanan terisi oleh murid-murid Kelas Satu C rombongan Inay. Ketua Kelas Dirgan mengepalkan tangan saat tatapannya bertemu dengan Bena yang seakan tengah mengejek.
Di tengah-tengah lapangan sudah ada Bena, Amdara dan tentunya wasitnya adalah Guru Ghana sendiri. Keduanya berhadapan bersiap bertarung.
Guru Ghana adalah seorang guru dari Tiga Guru Besar yang mendidik murid Kelas Tiga. Dia adalah guru tipe yang tidak tertarik pada sesuatu yang biasa. Dia menjadi wasit di pertandingan kali ini tentu ada yang membuatnya tertarik. Entah apa yang guru ini pikiran sekarang sampai membuat sebuah pertandingan.
Guru Ghana mengatakan beberapa peraturan pada kedua pihak.
"Ini adalah pertandingan antara Bena dari Kelas Dua A dan Luffy dari Kelas Satu C!"
Guru Ghana mengeraskan suara dengan kekuatannya agar yang lain mendengar dengan jelas. Guru Ghana menarik napas lagi sebelum melanjutkan perkataannya.
"Pertandingan ini dimaksudkan menyelesaikan masalah keduanya. Sama sekali tidak ada maksud balas dendam, tetapi mengikat sebuah persahabatan."
Amdara tidak yakin dengan hal ini, tetapi dia berusaha agar tidak membuat Bena terluka parah dan tidak membuat nyawanya dalam tangan Bena.
Mendengar perkataan Guru Ghana membuat Inay, Dirgan, dan yang lain merasa tidak demikian. Setelah pertandingan ini selesai tentu akan ada masalah lagi yang menimpa kedua belah pihak.
Guru Ghana menjelaskan peraturan di mana tidak boleh saling membunuh dan menggunakan jurus yang membuat lawan cedera parah. Pemenang di tentukan dengan cara membuat lawan mengatakan menyerah. Jika salah satu lawan menggunakan jurus hebat karena lawan tidak mau menyerah tetapi telah cedera parah maka wasit akan menghentikan pertandingan.
Peraturan ini dipahami oleh Amdara. Ketika Guru Ghana mempersilakan keduanya memberi hormat sebelum pertandingan di mulai, Amdara mengatakan sesuatu yang membuat semua orang tersentak.
"Mau bertaruh?"
Amdara mengeraskan suara dengan kekuatan, perkataannya membuat sebagian murid tersedak napasnya sendiri.
Bahkan Bena sampai melebarkan mata dan membuka mulut. Tidak menyangka bocah di depannya berotak bisnis dalam keadaan seperti ini.
Guru Ghana hanya tersenyum tipis.
Sementara teman-teman Bena juga sama halnya. Mereka ada yang memuncratkan minuman seketika. Suasana jadi bertambah ramai lagi.
"Dia mengajak bertaruh?! Yang benar saja?! Mana punya uang dia!"
"Begitu, ya. Dia ingin bertaruh? Aku bertaruh lima puluh keping emas untuk Bena!"
"Bahkan jika punya uang, kurasa taruhan dari dukungan Bena lebih banyak dan tidak ada yang akan bertaruh untuk---"
"Aku bertaruh dua puluh keping emas." Amdara membuat dua gerobak besar yang diberi namanya dan Bena, di luar garis lapangan dan menaruh dua puluh keping emas miliknya di gerobak bertulis namanya sendiri.
Murid-murid lain riuh melihat Amdara yang berani bertaruh. Mereka ada yang langsung memberi taruhan sekantung emas pada gerobak Bena tanpa ragu. Benar-benar bocah berambut putih itu berpikir cerdas.
"Luffy, apa yang kau lakukan?! Bagaimana jika kau kalah?! Mau makan apa kita nanti?!"
Inay berteriak melihat Amdara yang meletakkan dua puluh keping emas mereka yang tersisa. Teriakan Inay barusan seperti seorang istri yang marah pada suaminya.
Teriakan Inay menarik perhatian semua orang, bahkan ada yang menahan tawa saat mendengarnya.
Amdara hanya tersenyum sebagai respon, senyumannya malah membuat Inay semakin kesal. Entah apa yang dipikirkan bocah berambut putih itu.
Ketua Kelas Dirgan, Nada, Rinai, dan Atma tercengang melihat tingkah laku Inay yang kini marah-marah sambil berdecak pinggang.
"Kau seperti istri yang galak," ucap Atma bergidik ngeri.
Dirgan dan teman-temannya juga ingin bertaruh, tetapi mereka tidak memiliki uang sepeserpun. Ketua Kelas Dirgan melihat senyuman Amdara. "Kurasa Luffy memiliki ide luar biasa."
Nada, "khaakhaa. Inay, kenapa kau begitu marah? Bukankah Luffy memiliki banyak makanan di cincin ruang?"
Inay seketika menoleh ke arah Nada. Bagaimana Nada tahu bahwa Amdara memiliki makanan dan cincin ruang? Inay menanyakan Nada mengenai hal ini.
Dengan santainya Nada menjawab, "khaakhaa. Pagi tadi Luffy memberi kami makanan banyak yang lezat. Khakha."
Inay langsung memelototkan mata, jangan-jangan makanan yang mereka beli semalam?! Berarti daging panggang Inay juga?!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 306 Episodes
Comments