"Roh hitamnya telah memunculkan wujud!"
Inay merasakan sebuah tekanan besar, dia berusaha lebih cepat berjalan tetapi karena kekuatannya memang terkuras habis cukup sulit baginya walaupun berjalan.
Kumpulan asap hitam kini telah membentuk sesosok makhluk mengerikan berbadan besar dengan mata merah menyala. Jika diperhatikan lebih teliti, mata merah roh hitam itu memiliki gambar bunga teratai hitam.
Graaa!
Roh Hitam menggeram keras, membuat Inay yang tidak jauh dari Roh Hitam itu seketika merinding. Hawa mengerikan cepat menyebar ke hutan buatan dan asrama putra dan putri.
Daksa, Kenes dan anak-anak yang berada di asrama dapat merasakan sesuatu yang mengerikan, tubuh mereka seperti ditekan.
"Aura mengerikan ini ...?"
Kenes mencoba menebak dalam pikirannya, dia menelan ludah susah payah. Tubuhnya bahkan masih terasa sakit, sekarang dia harus segera pergi dari sini untuk kemungkinan buruk terjadi.
"Apa kau merasakan aura gelap ini?" Daksa sama halnya dengan Kenes. Dua orang itu segera memerintahkan teman-teman seperguruanya untuk segera pergi jauh dari sini.
Mendengar perintah dari Daksa, beberapa murid bahu membahu berjalan menjauh dan meninggalkan asrama.
Inay sendiri kembali terjatuh, dia merasakan dadanya yang sesak. Aura Roh Hitam ini tidak seperti Roh-roh Hitam lain yang pernah dihadapi Inay.
"Amdara, bagaimana keadaanmu?" Inay terbaring terlentang sambil menekan dadanya. Di saat seperti ini dia mengingat Amdara yang selalu senang ketika berhadapan dengan Roh-roh Hitam. "Jika kau berada di sini, aku yakin kau akan langsung melenyapkan Roh Hitam ini."
Mata Inay perlahan memburam sebelum akhirnya tidak sadarkan diri.
Orang yang baru saja dikatakan Inay kini dibaringkan di sebelah Padma dan diperiksa oleh Tetua Haki yang masih mencemaskan kemunculan Roh Hitam. Lima murid ahli dalam ilmu pengobatan baru saja dipanggil untuk menyembuhkan Amdara dan Padma. Sementara Tetua Haki langsung melesat untuk melenyapkan Roh Hitam itu sebelum berpindah tempat tanpa memberikan penjelasan lebih.
Salah satu murid ahli pengobatan tersentak saat memeriksa inti spiritual Amdara yang hampir tidak dirasakan. Bukan hanya itu, Amdara terlihat seperti tidak bernapas membuat murid-murid ini cemas.
"Apa dia sudah mati?"
Salah seorang murid berkata demikian membuat yang lain mulai menduga-duga. Namun murid yang lain mengatakan untuk segera memperban tubuh Amdara dan menghentikan pendarahan juga menjahit tubuh Amdara yang banyak koyakan. Benar-benar tubuh yang hampir hancur.
Sementara Padma sendiri ditangani oleh murid laki-laki yang menggunakan kekuatan pengobatan untuk menyembuhkan Padma.
"Ada yang aneh dengan tubuh anak ini." Murid pengobatan bernama Orion itu kembali memeriksa Amdara dengan kekuatan.
Letak keanehan itu pada detak jantung yang akan berdetak dua menit sekali, sangat berbeda dengan tubuh manusia biasa.
Orion mencoba memberikan kekuatan agar penyembuhan luka dalam Amdara segera pulih. Namun, kekuatan Orion malah ditolak oleh Amdara. Sebelumnya dia dan teman yang melakukan pengobatan memang tidak memberikan kekuatan untuk penyembuhan luka dalam, hanya melakukan pemberian kekuatan pada inti spiritual dan menghentikan pendarahan.
"Lalu bagaimana? Kekuatan kita ditolak oleh tubuhnya."
Teman Orian tampak cemas, ini pertama pengalamannya dalam pengobatan yang ada tubuh tidak menerima kekuatan.
"Untuk sementara sembuhkan luka luarnya dulu."
Beberapa murid mengangguk mengikuti arahan Orion. Darah mulai berhenti, kulit yang koyak mulai dijahit di seluruh badan termasuk wajah dan kepala. Tulang yang patah tidak bisa diperbaiki karena tubuh Amdara yang menolak kekuatan. Jika diperhatikan lebih teliti, ada bagian yang tidak sampai tertusuk, yaitu mata dan rambut Amdara yang hanya berlumuran darah.
Di sisi lain, Roh Hitam kini tengah berhadapan dengan salah satu Tetua sekolah Magic Awan Langit selain Tetua Haki.
Tetua perempuan itu memiliki tato tumbuhan di leher bagian kanan, jubah khas sekolah Akademi Magic Awan Langit berkibar akibat geraman Roh Hitam yang menghasilkan gelombang angin.
Graaa!
Roh Hitam langsung melesat menyerang Tetua bernama Widya itu dengan kecepatan tinggi. Tetua Widya menghindar dan melakukan serangan balik.
"Hei, kau Roh Hitam! Berani sekali memasuki sekolahku!"
Tetua Widya menggunakan daun-daun pepohonan yang belum menjadi abu untuk menyerang Roh Hitam. Roh Hitam menggeram kembali dan mengeluarkan gelombang angin yang lebih besar.
Suara debaman keras akibat ledakkan dari daun yang telah terisi oleh kekutan Tetua Widya langsung membuat Roh Hitam hancur membuat asap hitam mengepul di udara.
"Haha, hanya roh kecil. Berani sekali membuatku buru-buru datang kemari." Tetua Widya tertawa. Begitu bangga dengan dirinya yang begitu mudah melenyapkan Roh Hitam.
Lesatan kekuatan kuning tepat di samping Tetua Widya membuat wanita itu tersentak. Wanita itu segera menoleh ke belakang di mana lesatan kekuatan muncul.
"Apa kau ingin membunuhku?!"
Tetua Widya terkejut ketika yang ternyata melesatkan serangan adalah Tetua Haki yang tiba-tiba saja kembali melesatkan serangan tanpa menjawab, membuat Tetua Widya segera menghindar.
BAAM!
Ledakan besar terjadi kembali, Tetua Widya segera menoleh ke belakang melihat kepulan asap hitam. Dia mengira bahwa Tetua Haki menyerang kepulan asap tetapi tiba-tiba saja kepulan asap itu membentuk sesosok makhluk hitam dengan mata merah menyala menatap tajam dirinya dan Tetua Haki.
"Dia membentuk tubuhnya kembali!"
Tetua Widya terkejut, dia mulai waspada. Tetua Haki mengeluarkan pedang kemudian menyerang Roh Hitam itu dengan penuh kekuatan.
Tetua Widya menanyakan asal Roh Hitam itu. Tetua Haki hanya menjelaskan secara singkat pertarungan murid-murid.
Roh Hitam itu memudarkan diri menjadi asap, membuat Tetua Widya kembali tersentak. Apalagi Tetua Haki terus menyerang Roh Hitam itu tanpa peduli menjadi asap.
Tidak tinggal diam Tetua Widya ikut menyerang Roh Hitam. Bunyi petir menyambar di atas, debaman keras membuat tanah bergetar hebat karena kekuatan dahsyat Tetua Haki dan Tetua Widya.
Dua Tetua itu mulai merasakan kejanggalan pada Roh Hitam yang sama sekali tidak bisa dibunuh. Ketika dua Tetua sekolah Magic Awan Langit semakin menyerang dengan kekuatan besar, maka semakin kuat pula kekuatan Roh Hitam.
"Tetua, apa yang harus kita lakukan?"
Tetua Widya bertanya, napasnya mulai tidak teratur. Roh Hitam ini benar-benar sulit diatasi tidak mudah seperti yang Tetua Widya kira.
Tetua Haki memperhatikan Roh Hitam itu yang kini hendak menyerang lagi, dengan cepat Tetua Widya mengeluarkan kekuatan di tangan dan melesatkannya pada Roh Hitam itu langsung berubah menjadi asap dan kemudian membentuk tubuh ulang.
Tetua Widya dengan kekuatan lagi dan lagi melesatkan serangan sambil menghindari serangan dari Roh Hitam.
Graaa!
Roh Hitam menggeram keras membuat kembali angin kejut. Pertarungannya semakin sengit, beberapa kali Tetua Widya hampir terkena serangan untung cepat menghindar.
Tetua Haki baru menyadari bahwa asap itu adalah penyebab dari terbentuknya Roh Hitam.
"Jangan serang roh hitamnya!"
Tepat setelah Tetua Haki berkata demikian, Tetua Widya melentingkan tubuh saat lesatan kekuatan Roh Hitam hampir mengenainya.
"Kau menemukan sesuatu, Tetua?"
Tetua Haki mengangguk, membuat Tetua Widya mengembuskan napas lega. Roh Hitam tiba-tiba saja mengeluarkan api dari mulutnya. Tetua Haki segera membuat pelindung begitupun Tetua Widya.
"Roh ini adalah asap hitam itu! Walaupun kita menyerang sampai titik terakhir kekuatan, tidak ada gunanya."
Tetua Widya menatap Roh Hitam itu yang seakan tahu rencana selanjutnya langsung menyerang.
"Aku paham. Kita serang dari akarnya saja!" Tetua Widya memperkuat dinding pelindung.
Mata Tetua Haki beralih pada bunga Teratai Penghisap Nyawa yang samar-samar mengeluarkan asap hitam.
"Bunga itu! Bunga Teratai Penghisap Nyawa itu pasti kelemahannya!" Tetua Haki melesat ke arah bubga Teratai Penghisap Nyawa tetapi langsung disembur api oleh Roh Hitam. Untung saja pelindung buatan Tetua Haki cukup kuat.
BAAM!
Blaaar!
Ledakan dan debaman keras muncul saat Tetua Haki meledakan bunga Teratai Penghisap Nyawa. Seketika Roh Hitam itu mulai menghilang tanpa meninggalkan jejak.
Tetua Haki mengembuskan napas panjang, dia langsung diberikan banyak pertanyaan oleh Tetua Widya mengenai lebih lanjut Roh Hitam ini.
*
*
*
Cukup lama mengobati tubuh Amdara, bahkan Tetua Haki, Tetua Widya, dan Guru Kawi telah mencoba mengobati luka dalam Amdara tetapi seperti yang lain, sama sekali kekuatan mereka ditolak oleh tubuh bocah perempuan itu.
Kabar mengenai Roh Hitam tersebar cepat ke sekolah Akademi Magic Awan Langit. Isu mengenai dua penyusup kecil juga menyebar membuat gosip bahwa Roh Hitam itu sengaja dibawa oleh dua penyusup kecil itu untuk mengacau sekolah. Sementara Padma tidak dibawa-bawa dalam gosip tersebut padahal dialah yang membuat jurus mengerikan untuk melenyapkan orang dari negeri lain.
Tetua Widya diberi penjelasan oleh Tetua Haki mengenai dua bocah yang bisa masuk sekolah tanpa terdeteksi pelindung. Membuat Tetua Widya terkejut dan turut mengeluarkan pendapat. Sementara Guru Kawi sendiri telah menyelidiki latar belakang kedua bocah itu dan cukup sederhana tidak ada keanehan.
Inay mendapatkan hukuman membersihkan lingkungan sekolah termasuk asrama setiap harinya. Bukan hanya itu setelah sehari dia tidak sadarkan diri langsung mendapat hukuman cambuk sebanyak 30 kali setiap hari sampai sekarang. Hampir saja Inay mati karena cambukan, luka memar dan daging yang terkoyak bertambah parah setiap hari. Namun, untungnya sekolah ini tetap memberikan obat untuk Inay. Itu hanya hukuman ringan menurut para Tetua untuk seorang penyusup.
Padma juga mendapatkan hukuman cambuk sebanyak 100 kali setelah seminggu mendapatkan perawatan. Ketika ditanya oleh Tetua Haki mengenai Roh Hitam, Padma sama sekali tidak tahu menahu mengenai kemunculan Roh Hitam. Namun, tetap saja karena ulahnya Padma mendapatkan hukuman tambahan.
Bukan hanya Padma dan Inay yang mendapat hukuman cambuk. Daksa, Kenes dan anak-anak lain yang ikut dalam masalah seminggu lalu mendapatkan 50 cambuk sebagai hukuman.
Untuk gedung asrama yang hancur telah diperbaiki. Sungai dan hutan yang hangus juga telah diperbaiki secara singkat oleh para murid.
Di sekolah Akademi Magic Awan Langit terdapat enam Tetua dan tiga Guru Besar. Sementara guru biasa yang mengajar di kelas tidak dihitung dalam Guru Besar. Tiga Tetua telah mendengar penjelasan dari Tetua Haki mengenai Amdara dan Inay yang masuk ke sekolah Akademi Magic Awan Langit tanpa terdeteksi pelindung dan pembahasan dilanjut mengenai tubuh Amdara yang berbeda dari manusia biasa.
Jelas tingkatan antara Tetua dan Guru berbeda. Singkatnya Tetua adalah orang yang lebih kuat dari guru dan yang mengurus sekolah sepenuhnya.
"Tubuh anak ini cukup istimewa."
Kata Tetua Widya yang kini bersama empat Tetua lainnya di ruangan perawatan Amdara. Sudah hampir sebulan Amdara tidak kunjung sadarkan diri, hal ini jelas membuat Tetua-tetua khawatir. Apalagi mereka sama sekali tidak bisa menyembuhkan luka dalam bocah berambut putih ini.
Tetua Haki menyetujui perkataan Tetua Widya. Tubuh yang hampir hilang inti spiritual itu kini mulai membaik.
"Tapi kita jangan sampai lengah. Bisa saja bocah ini adalah mata-mata dari Negeri Elang Bulan."
Perkataan Tetua Rasmi yang duduk di salah satu kursi sambil menyilangkan kaki membuat Tetua yang lain mengangguk paham yang dikatakan Tetua cantik itu. Keberadaan Amdara dan Inay memang harus diawasi.
Sementara Tetua terakhir hanya diam, dia tidak banyak bicara. Namun, sebenarnya Tetua Genta sangat penasaran dengan wajah bocah yang masih berbaring itu. Tetua Genta merupakan Tetua paling muda di antara Tetua lain. Berumur 30 tahun dan belum menikah karena kepribadiannya yang hemat bicara.
"Beruntung dia tidak mati."
Tetua Widya mengembuskan napas saat bicara. Dia mengingat kembali penjelasan Tetua Haki.
Bunga Teratai Penghisap Nyawa memang sangat berbahaya. Amdara tidak mati merupakan sebuah keajaiban dan keberuntungan.
Perhatian Tetua Genta masih pada tubuh bocah yang terbaring dengan perban di seluruh tubuh kecuali mata, hidung dan mulut terlihat seperti mumi.
Amdara perlahan membuka mata, samar-samar dirinya melihat lampu hijau di atas. Lampu tersebut merupakan lampu penghangat tubuh.
"Di mana ...?"
Para Tetua tersentak mendengar bocah yang terbaring itu mengeluarkan kata. Tetua-tetua itu segera mendekat ke arah Amdara. Tetua Haki segera mengecek aliran darah Amdara.
"Nak? Kau sudah sadar?"
Tetua Haki bertanya cemas. Amdara melihat ada dua wanita dan dua laki-laki yang mengerumuninya.
Amdara mencoba berbicara, tetapi rasanya sangat sulit. Tubuhnya teramat lemas. Mengerti keadaan Amdara membuat Tetua Widya menyuruh Amdara untuk tetap istirahat.
"Bocah, istirahatlah yang cukup agar cepat sembuh. Ada banyak pertanyaan yang harus kau jawab nanti."
Tetua Rasmi berkata ketus. Amdara hanya mengedipkan mata pelan sebagai jawaban.
Tetua Haki merasa lega karena bocah itu sudah sadar dan kemudian dirinya dan Tetua yang lain berniat pergi membiarkan Amdara istirahat.
Di ruangan itu Amdara memejamkan mata dan mencoba mengingat terakhir kali yang dirinya lakukan hingga tubuhnya benar-benar lemas dan diperban.
Kepala Amdara terasa sakit ketika mencoba mengingat kejadian di mana tubuhnya dililit sesuatu. Amdara kemudian mencoba mengumpulkan kekuatan alam untuk menyembuhkan luka dalam dan luka luar. Hawa dingin dan hembusan angin menyeruak di ruangan tersebut, rambut Amdara sampai melambai-lambai. Di dahi Amdara muncul ukiran angsa putih tetapi setelah bercahaya biru kemudian menghilang kembali dan di saat itu tubuh Amdara merasa pulih sepenuhnya dalam sekejap.
Negeri Nirwana Bumi terkenal sebagai negeri dengan kekuatan alam murni dan jika ada pendatang yang bisa menyerap kekuatan alam maka disebut sebagai berbakat dan jenius.
Amdara perlahan duduk bersila, dia membuka perban pada wajahnya dan menyentuh wajahnya sendiri.
"Mn."
Amdara mengangguk setelah memastikan wajahnya tidak lagi terluka. Dia kemudian melepas semua perban dan berniat membersihkan diri.
Setelah beberapa saat membersihkan diri, Amdara terlihat cocok mengenakan seragam khas sekolah Akademi Magic Awan Langit. Seragam pada lemari Amdara terlihat seperti laki-laki. Ini sebuah keberuntungan bagi bocah itu. Dia mengikat rambutnya dengan ikat rambut biru. Amdara berniat mencari saudara seperguruan, tentu dia adalah Inay.
Suasana di malam hari masih ramai oleh murid yang belajar menggunakan kekuatan mereka. Sinar rembulan sebagai penerangan menambah keindahan sekolah Akademi Magic Awan Langit yang memiliki lampu kristal di sepanjang jalan.
Amdara terbang lewat jendela, melihat ke bawah dengan tatapan datar. Tempat pertama yang akan dia lihat adalah asrama karena berpikir mungkin saja Inay ada di sana.
Amdara tidak memikirkan lagi mengapa dirinya masih hidup, yang jelas dia telah mendapat perawatan baik di sini.
Hutan yang dilewati Amdara benar-benar telah diperbaiki dengan baik. Beberapa kunang-kunang mendekati Amdara yang mendarat di dahan pohon. Amdara meraih satu kunang-kunang berwarna biru, cahaya dari kunang itu membuat Amdara berdecak kagum.
"Indah."
Kunang-kunang berwarna biru lainnya mendekat dan seperti duduk di rambut Amdara membentuk lingkaran. Amdara tidak mempersalahkannya, dia kemudian kembali terbang melewati hutan.
Air pembatas hutan dan asrama terlihat jernih karena pantulan cahaya dewi malam. Asrama putri terletak di sebelah kanan sementara asrama putra di sebelah kiri.
Asrama putri memiliki lima tingakat yang masing-masing tingkat memiliki 50 kamar. Terdapat taman bunga di depan asramanya. Masih ada beberapa murid yang melakukan aktivitas masing-masing tetapi tidak ada yang melihat Amdara.
Amdara mendarat di atap paling atas, matanya mencari anak berambut ungu tetapi tidak ditemukan.
"Yo!"
Amdara tersentak bahunya tiba-tiba ditepuk oleh seseorang. Dia menoleh, ternyata seorang perempuan berumur kisaran 15 tahun memiliki rambut merah terikat itu tersenyum ke arah Amdara.
"Sedang apa kau di atap sendirian?"
Amdara tidak merasakan hawa kehadiran anak perempuan ini, berarti kekuatan Amdara lebih lemah darinya. Merasa tidak ada bahaya Amdara kemudian memberi hormat. "Junior memberi hormat pada Senior."
Anak perempuan berambut merah itu tertawa melihat Amdara yang begitu kaku.
"Kau tidak perlu kaku begitu. Namaku Mega, siapa namamu?"
Anak itu mengulurkan tangan sebagai tanda dia ingin berkenalan dengan Amdara. Amdara menjabat tangan Mega. "Luffy."
Mega mengagguk kemudian memuji nama Amdara yang bagus. Mega memang tidak pernah melihat Amdara, tetapi karena memang Mega juga tidak banyak mengenal teman seperguruannya membuatnya tidak bertanya walaupun tidak pernah melihat Amdara. Melihat dari pakaian Amdara, membuat Mega berpikir bahwa dia adalah laki-laki.
"Ngomong-ngomong pertanyaan pertamaku belum dijawab." Mega menaikkan sebelah alisnya.
Amdara menjawab dia tengah mencari seseorang. Tanpa diduga Mega menceritakan gosip yang kini masih hangat. Mega tidak peduli dia bercerita pada orang asing, sekarang dirinya juga sudah berkenalan. Jadi tidak masalah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 306 Episodes
Comments