“Belsky…. Lo bisa dateng pagian gak? Tadi pak eko bilang kita persiapan nyambut anggota PH baru. Sutradara yang SUSAH PAYAH dia ajak bagung.”
Nah kan, Inka sampai typo menulis pesan untuk Bella. Gabung mungkin maksudnya. Bella hanya tersenyum membaca pesan Inka.
Bisa ia bayangkan kalau sepertinya pagi ini akan sangat sibuk. Di group chat sudah ramai tim yang bersiap rapat. Tidak hanya rapat internal deprtemen tapi juga rapat dengan manajemen PH.
“Iyaaa, ini gue udah siap-siap berangkat.” Balas Bella. Di ambilnya tas kerja dan kacamata yang setia bertengger di atas hidungnya.
“Pagi sayang,…” sapa Saras.
“Pagi mah. Aku buru-buru, minta roti aja.” Duduk sebentar untuk minum air putih dan menggigit rotinya.
“Sebentar sayang, itu Devan belum selesai sarapannya.” Tahan Saras saat Bella akan beranjak.
“Aku bisa berangkat sendiri. Lanjutin aja sarapannya. Aku ada rapat pagi ini.” Tolaknya seraya mencium tangan Saras.
“Devan juga ada rapat pagi ini. Udah bareng aja.” Ozi segera menengahi.
Dan benar saja, Devan langsung mengakhiri sarapannya. Saat Bella lirik, hanya potongan bawang Bombay yang tersisa di piringnya. Kebiasaannya masih sama.
“Aku berangkat. Assalamu ‘alaikum.” Bella menerima saja Devan mengantarnya. Berdebat dengan Ozi hanya akan membuat harinya semakin berat. Toh pada ujungnya, sang abang lah yang akan menang.
“Wa’alaikum salam… Hati-hati…” seru Saras.
Di dalam mobil.
“Mau rapat ke mana lo, rapi banget?” ternyata walau Bella sibuk dengan tab-nya, ia pun sempat memperhatikan perubahan penampilan Devan.
Rambut gondrongnya di ikat rapi dan klimis. Kumis tipisnya di cukur habis, begitupun dengan jambang dan jenggotnya yang di buat tipis dan rapi. Ia mengenakan kemeja dan celana kain. Padahal biasanya hanya mengenakan kaos oblong dan celana jeans. Yang sama, hanya wangi parfumnya yang tercium segar. Rupanya walaupun penampilannya terlihat asal-asalan namun Devan orang yang menjaga kebersihan tubuhnya.
“Di tempat kerja baru.” Jawabnya pendek. Mobil melaju dengan santai, berbaur dengan kendaraan lainnya di jalanan ramai ibu kota.
“Gak di marahin lo kerja dengan rambut gondrong gitu?” kali ini Bella berhenti mengetik di tab nya dan memperhatikan penampilan Devan.
“Yang penting tampilan dan identitas jelas. Gak menyerupai lawan jenis.” Kilahnya.
“Hahahahaha….” Mendengar jawaban Devan , Bella jadi terbahak.
“Daripada macho tapi ternyata penyuka sesama, gitu maksud lo? Hahahaha…” baru kali ini ia nikmat tertawa mendengar timpalan Devan.
“Itu lo ya yang ngomong.” Devan jadi ikut tersenyum, membuat tawa Bella terhenti. Ternyata seperti itu ekspresi Devan saat benar-benar tersenyum tanpa di tahan.
“Kenapa?” tanyanya saat ia sadar Bella memandanginya.
“Kenapa lo pulang?”
“No, kenapa lo balik lagi ke sini?” ralat Bella dari kalimat pertamanya.
Hingga saat ini ia belum mengerti, kenapa Devan bisa datang dan pergi lalu datang lagi seenaknya. Tentu harus ada alasan kenapa ia kembali sementara saat pergi ia tanpa pamit.
“Lo ngerasa terganggu?” Devan balik bertanya.
“Nope!” Bella mengendikkan bahunya.
“Mau lo pulang ataupun enggak, itu urusan lo. Kenapa juga gue harus keganggu. Itu cuma pertanyaan formalitas aja.” Kilah Bella.
Saat Devan pergi, itu cukup membuatnya kecewa. Ia masih ingat bagaimana ia berlari dari dalam rumahnya, menangis meminta di antar ke bandara, sementara sampai di Bandara sudah take off lebih dulu. Tanpa meninggalkan pesan tanpa mengatakan apapun. Hanya sebuah kado ulang tahun yang ia tinggalkan di meja belajar kamarnya tanpa ucapan apapun.
Maka jika saat ini Devan pulang, mungkin sebaiknya ia tidak berpikir atau peduli apapun alasannya. Agar saat orang lain kembali pergi, ia tidak harus merasakan lagi kecewa.
“Ada sesuatu yang harus gue lakuin.” Ucap Devan tiba-tiba.
“Hem, good luck.” Sahut Bella seraya tersenyum kecil.
Devan hanya mengangguk pelan sambil mengeratkan genggamannya pada stir. Ia melirik Bella yang kembali asyik dengan tab-nya. Seperti pertanyaan yang ia lontarkan tadi memang hanya formalitas.
Satu belokan lagi terlewati dan mereka sampai di depan PH.
“Gue turun di sini aja, lo bisa lanjut perjalanan lo.” Pinta Bella.
Namun Devan tidak menanggapi. Ia masuk ke parkiran kantor dan memilih tempat parkir karyawan.
“Lo gak denger ya? Ini tempat parkir Melisa. Bisa ngomel dia kalau tau tempat parkirnya di pake. Apalagi kalau dia tau di pake sama yang nganterin gue.”
“Udah mundur lagi!” cerocos Bella. Ia sangat malas berurusan dengan Melisa yang selalu bersikap sinis padanya.
Berpapasan dengan Bella saja, wanita itu memalingkan wajahnya apalagi kalau tahu tempat parkir favoritnya di pinjam Bella. Bagaimanapun ia ingin tenang bekerja di sini.
“Lo boleh turun duluan.” Sahut Devan tenang.
“Ya iyalah gue mau turun, ngapain juga gue di dalem sini mulu. Males banget gue nemenin lo di omelin Melisa.” Di bukanya pintu dengan cepat dan turun.
“Pagi mba Bell…” sapa petugas keamanan.
“Pagi pak. Udah sarapan?”
“Udah mba. Makan soto padang yang depan kantor. Enak banget mba Bell. Baru buka 2 hari yang lalu dan laris banget. Maklum yang jualan janda muda. Semok lagi.” Terang Min dengan semangat.
“Wah hebat 2 hari udah tau sampe ke statusnya. Jangan-jangan bapak sering nongkrong di sana ya?” goda Bella. Berbincang dengan satu orang ini bisa membuat mood-nya terbawa ceria setelah melihat tingkah menyebalkan Devan tadi.
“Iya dong mba Bell, kalau nyari tau itu harus sampe ke akarnya. Gak boleh setengah-setengah.”
“Hahahaha… keren pak keren. Silakan di lanjutkan.”
“Siap mba Bell…”
Bella berjalan lebih dulu masuk ke kantornya. Ia sudah tidak memperdulikan lagi Devan sudah pergi atau belum.
“Bel, pak eko minta lo ngadep dulu. Katanya ada yang penting.” Tiba di mejanya sudah ada Inka yang menunggu. Ia seperti kebingungan sendiri dengan banyaknya property yang baru datang.
“Okey, gue ke ruangannya dulu, nanti gue bantuin.” Ia tahu benar kesulitan sahabatnya menata letak barang-barang.
Dengan membawa tabletnya Bella bergegas menuju ke ruangan Eko.
“Masuk Bell,..” dengan semangat Eko menyambut ketukan di pintunya.
“Bapak manggil saya?”
“Iyaaa, silakan duduk Bell.” Bella di sambut dengan beberapa berkas yang ada di meja Eko.
“Bapak sepertinya semangat sekali.” Wajah Eko tampak sumeringah tidak seperti biasanya.
“Iyaaa, saya punya kabar baik buat PH kita.” Di bukanya berkas yang kini ada di hadapannya.
Bella merasa mengenali berkas yang kini di arahkan Eko padanya.
“Kamu ingat synopsis cerita yang pernah kamu bikin 2 tahun lalu?”
“Iya pak,” Bella mengingat benar karyanya yang gagal di lanjutkan karena kondisi PH yang tidak memiliki cukup biaya untuk memproduksi sebuah film.
“Kali ini ada kesempatan untuk kamu melanjutkan karya ini Bell.” Mata Eko terlihat berbinar-binar.
“Maksudnya pak? Bukannya target kita sekarang bikin mini seri ya?”
“Iyaaa, itu memang proyek kita bulan depan. Tapi, ini beda lagi.”
“Beberapa hari lalu, saya bertemu teman lama. Kami berbincang tentang rencana pengembangan PH dan kondisi PH kita saat ini.”
“Saya menceritakan kalau kita punya beberapa rencana proyek ke depannya yang memerlukan dukungan beliau. Saya juga cerita kalau kita ingin membuat film.”
“Beliau langsung meminta saya untuk menunjukkan synopsis film-nya. Dan siapa sangka, anak beliau mau bergabung sebagai produsernya. Mendanai pembuatan film ini sampai selesai.” Terang Eko dengan semangat.
“Hah, beneran pak?” Bella tidak kalah terkejut.
“Iya! Saya mau kamu menulis langsung script nya. Saya gak mau kalau synopsis sebagus ini di pegang orang lain.” Tegas Eko.
Bella sampai tercengang dengan permintaan Eko yang tiba-tiba.
“Tapi pak, kalau saya menulis langsung script-nya, saya akan tidak enak sama mba Melisa. Beliau script writer di PH ini. Saya tidak mau bersinggungan hal yang tidak menyenangkan dengan beliau.” Bisa ia bayangkan bagaimana tatapan Melisa yang sinis terhadapnya.
“Saya paham Bell. Tapi, kamu ingat kan, berapa synopsis yang kita coba kasih ke dia buat di kembangin, hasilnya tidak terlalu bagus. Synopsis yang terakhir malah harus tayang setengah perjalanan karena rating-nya yang buruk.”
“Lagi pula, Melisa saat ini sedang mengerjakan proyek untuk mini seri dan kamu untuk film. Dan saya akan sampaikan ini sebagai permintaan langsung dari produsernya. Clear kan?”
Bella hanya termangu, ia belum bisa mengiyakan permintaan Eko.
Tanpa Eko ketahui, selama ini Melisa selalu bersikap tidak menyenangkan pada Bella karena permasalahan synopsis ceritanya yang di alihkan pada Melisa. Di tambah dengan ia harus memegang pekerjaan yang sebetulnya adalah milik Melisa, tentu akan menjadi hal yang tidak menyenangkan bagi hubungannya dengan Melisa.
“Bell,” suara Eko kembali membuyarkan lamunan Bella.
“Sejak kamu masuk ke PH ini, banyak ide cerita bagus yang muncul. Sejujurnya saya masih sangat ingin kamu berada di departemen penyutradaraan seperti dulu. Tapi saya juga tidak bisa menolak saat kamu minta pindah ke departemen Artistik.”
“Kamu tahu kan kondisi PH kita saat ini seperti apa? Ada produser yang mau Kerjasama itu hal yang sangat baik untuk keberlangsungan perusahaan ini. Jadi saya mohon, sekali ini lagi Bell, tolong bantu saya. hem?” Eko menatap Bella dengan sungguh. Ada harapan besar yang ia berikan pada Bella.
Untuk beberapa saat Bella hanya termangu, menatap wajah paruh baya itu dengan kantung matanya yang sudah kendur dan kemerahan. Laki-laki ini sedang berusaha keras untuk menyelamatkan PH, apa ia harus melakukan hal yang sama agar tidak merasa bersalah?
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 253 Episodes
Comments
Ririn
devan kan sutradara baru itu
2023-04-08
1
Bunda dinna
Devan seperti.nya orang yg akan gabung sama Bella
2023-02-08
2
Cara Ostrander
ah ternyata beneran typo 😂
2022-09-02
3