“Okey bang, thank you! Besok gue ke lokasi lagi.” Kalimat itu menjadi penutup Bella saat mengakhiri panggilannya pada bang Roy.
Rekan satu tim yang saat ini sedang bertugas di lapangan untuk keperluan syuting.
Hari ini Bella memang hanya sebentar mampir ke lokasi syuting untuk memastikan kebutuhan tim kreatif terpenuhi. Mulai dari property shooting sampai penataan lokasi sesuai cerita. Saat ini PH Bella memang sedang menggarap sebuah Sitkom dengan lokasi outdoor yang cukup jauh dari studio mereka, sehingga proyek kali ini cukup melelahkan karena mengharuskan berpindah-pindah tepat.
"Astaga!!!!" Saat berbalik, Inka sudah berdiri di hadapannya sambil tersenyum manis. Di bahu kirinya ia sudah membawa sling bag kesayangannya.
“Mau kemana lo?” tumben Inka sudah bersiap pulang.
“Hehehehe…” lantas Inka mendekat dan memegang tangan Bella.
“Bos, gue boleh pulang duluan kan?” ujarnya dengan malu-malu. Kalau sudah memanggil Bos, sudah pasti ada maunya.
Bella memincingkan mata, menatap ekspresi sahabatnya yang tidak biasa.
“Tumben?” tidak biasanya Inka minta izin pulang lebih dulu dengan ekspresi wajah seperti ini.
“Em, gue ada janji?” takut-takut ia menjawab sambil melihat jam di lengannya. Tangannya mengepal kuat mengganggam ponselnya.
Penampilannya benar-benar rapi, bibirnya sudah di poles lipstick dengan bedak tipis yang membuat wajahnya terlihat cerah. Parfumnya pun tercium menyengat dan segar, seperti habis mandi.
Bella hanya tersenyum, ia yakin Inka akan bertemu dengan lawan jenis.
“Nih,” Bella menyodorkan sebuah botol kecil pada Inka.
“Kalau tuh cowok macem-macem, jangan ragu buat semprotin ini.” Imbuhnya.
“Hahahahha… Siap!!!” dengan semangat Inka mengantongi semprotan merica senjata Bella.
“Sampe ketemu besok yaaa… Love you Belsky!” di peluknya Bella dengan erat sebelum berlalu pergi sambil berlari kecil. Riang sekali langkahnya.
“Yok! Jangan pulang malem-malem!” timpal Bella yang balas melambaikan tangan.
“Paling pagi, hahaha…” timpal Inka sambil tertawa girang.
Melihat tingkah sahabatnya, Bella hanya menggeleng. Padahal baru pagi ini ia menjadi penyambung tali kasih Inka dan sang kakak yang sangat di pujanya, tapi sepertinya ada laki-laki lain yang lebih memikat bagi gadis bertubuh mungil tersebut.
Katanya, kalau sekedar memuja, hati bisa cepat lelah kalau ternyata tidak berbalas. Mungkin itu yang dirasakan Inka saat ini. Mencairkan hati dan sikap Ozi bukan hal yang mudah. Kakaknya tidak akan terrenyuh hanya dengan seringnya mendapat hadiah dari seorang gadis.
Bella sudah sangat terbiasa menjadi penghubung para gadis yang ingin dekat dengan sang kakak tapi hingga saat ini belum ada satu pun gadis yang dekat dengan Ozi. Terkadang ia takut, apakah sang kakak masih normal atau tidak?
Memikirkan Ozi dan Inka tanpa sadar cukup mengisi waktunya. Hingga mejanya rapi dan semua kerjaan hari ini beres, barulah sadar kalau sudah hampir jam 9 malam. Pikirnya, tumben Ozi belum ada menelponnya padahal sudah selarut ini. Tapi sepertinya sang kakak memang sangat sibuk belakangan ini, hingga prioritas mengabsen Bella sudah di rumah atau belum mulai tergeser.
“Okey, saatnya pulang.” Bella mulai mematikan komputernya yang sudah sering hang ini.
“Makasih buat hari ini yang kompi. Gue janji, besok gue gak lupa bawa harddisk eksteral biar beban otak lo gak keberatan. Jadi jangan hang heng hong mulu okey!” ia mengusap-usap layar komputer yang selama ini menemaninya bekerja.
“See you mba Ralinesyah.” Ia pun tersenyum sejenak pada baligo bintang iklan cantik ini, yang terlihat jelas dari tempat ia duduk. Sudah sekitar 8 bulan baligo artis cantik itu menjadi pemandangannya setiap hari. Rupanya kontrak iklannya cukup lama.
Langkah kecil bersusulan di ambil Bella keluar dari kantornya. Jemarinya yang lentik mencoba menekan-nekan keypad di layar ponselnya untuk menghubungi seseorang. Tersambung, tapi sudah berulang kali tidak di jawab.
“Yang, kamu lagi ngapain?”
“Jadi ke sini gak?”
Dua baris pesan itu di kirim Bella pada Rangga. Seharian ini Rangga tidak ada menghubunginya. Pesan yang ia kirim siang hari tadi untuk menanyakan sudah makan atau belum pun hanya di bacanya, tanpa di jawab.
“Yaang, Lagi sibuk banget ya? Nggak sampe lupa makan kan?” tulis Bella lagi.
Tapi kali ini malah hanya ceklist 1 yang berarti pesannya tidak terkirim.
Bella menghembuskan nafasnya kasar. 8 tahun perjalanan hubungannya dengan Rangga, tentu hal seperti ini bukan pertama kalinya terjadi. Sayangnya, ia tidak pernah terbiasa dengan keadaan seperti ini. Ia selalu khawatir setiap kali Rangga tidak menghubunginya seharian atau tidak membalas pesannya. Tapi bagi Rangga, sikap Bella yang seperti ini selalu di anggap berlebihan.
“Kamu pikir aku seharian ngeliatin hp? Aku juga kerja Bell kayak kamu. Kamu pikir kamu doang yang sibuk?!”
Perkataan seperti itu yang akhirnya menjadi kalimat yang sudah sangat sering di dengar Bella dan menjadi awal pertengkaran mereka. Bagi Bella, apa sulitnya sekali saja mengabarinya dalam sehari, tidak akan memakan waktu berjam-jam bukan? Tapi bagi Rangga, itu bukan kunci dalam hubungan. Baginya, saling memahami itu sudah lebih dari cukup.
“Aku seperti ini tuh buat masa depan kita Bell. Kamu gak mau kan kita stuck terus kayak gini?”
Ya, ya, yaa... Kalimat berikutnya ini yang kemudian membuat Bella harus meminta maaf atas kecemasan yang di rasakannya. Dalam kondisi seperti ini, Bella lah yang sudah pasti merasa bersalah.
“Sayang, are you okey? Kabari aku kalau kamu udah baca pesan ini yaa… Miss you..” pungkas Bella, seraya menelan salivanya kasar-kasar. Seperti ini mungkin memang lebih baik, belajar memahami lagi dan lagi.
“Mba Bella!” suara familiar itu membuyarkan lamunan Bella.
“I-Iya pak Min.” Bella segera memasukkan ponselnya ke dalam saku. Suara tegasnya cukup mengagetkan.
“Mba Bella ada yang jemput di depan. Nungguin dari tadi.” Ujarnya, menunjuk sebuah mobil yang terparkir dekat pos satpam.
Bella sedikit memincingkan matanya. Mobilnya tidak asing namun tidak yakin dengan orang yang menjemputnya.
“Abang saya?” tanya Bella sambil berjalan mendekat pada mobil yang terparkir.
“Bukan mba. Saya baru pertama kali liat. Tapi ganteng banget, rambutnya gondrong. Keren pokoknya.” Terang Min dengan penuh rasa terpukau.
"Oh okey. Makasih pak Min." pamitnya, melambaikan tangan pada petugas keamanan.
Di hampirinya mobil yang terparkir rapi. Namun langkah Bella langsung terhenti saat cahaya temarang samar-samar memperjelas penglihatannya.
“Ngapain lo?!” ketus Bella.
Rupanya Devan yang datang untung menjemputnya.
Devan tidak menjawab, hanya suara kunci pintu yang ia buka sebagai jawabannya.
Bella tersenyum sinis, “Gak salah lo jemput gue?” kedua tangannya tersilang di depan dada. Sungguh suatu hal yang luar biasa orang asing ini menjemputnya tanpa rasa canggung setelah kejadian pagi tadi.
“Gue gak pernah membiarkan sembarangan orang masuk ke mobil gue.” Sahutnya dingin.
“Oh ya?!” ledek Bella seraya mencondongkan tubuhnya pada Devan.
“Waaww,,, I'm so lucky, hem?!” imbuhnya seraya bertepuk tangan lantas mengerlingkan mata. Sindiran yang sangat telak menurutnya.
Devan tidak menyahuti. Ia memilih memalingkan wajahnya ke arah lain dan melihat sekitaran kantor.
Tidak lama ponsel Bella berdering. Ia segera mengeceknya dan dengan malas ia menjawab.
“Apaan?!” sengitnya.
“Dek, Devan udah ada jemput lo?!” suara tergesa-gesa Ozi yang terdengar.
“Oh elo yang nyuruh ni orang jemput gue?” sinisnya seraya melirik Devan.
“Iya, abang gak bisa jemput, masih ada kerjaan. Lo pulang sama Devan ya. Awas, jangan malem-malem. Langsung pulang ke rumah.” Cerocos Ozi tanpa jeda.
Yaa beginilah Bima “Over protective“ Andika Fauzi.
“Lo gak percaya sama gue apa sama nih orang sih?!” Bella masih tidak terima karena Ozi memaksanya pulang dengan seseorang yang membuatnya berpikir yang tidak-tidak seharian ini.
“Gue percaya kalau lo pulang sama Devan. Tapi jangan minta di turunin di mana aja, apalagi kalau nyuruh Devan nganterin lo ke tempat cowok lo.”
Bella menghembuskan nafasnya kasar. Rupanya hal ini yang Ozi khawatirkan.
“Resek lo!” dengusnya seraya menutup panggilan telepon. Titah Ozi tentu saja tidak bisa di bantah.
Untuk beberapa saat Bella menatap Devan. Ada rasa kesal yang sangat saat ia melihat wajah dingin ini.
Akhirnya ia mengalah dan mendekat ke pintu penumpang samping pengemudi.
“Pewanginya bukan jeruk kan?” ledek Bella.
Devan hanya mengernyitkan dahinya, tidak berniat menjawab.
Bella duduk dengan malas di kursi penumpang samping Devan. Sudah 2 menit di dalam mobil, tapi Devan belum juga menginjak pedal gas padahal mesin sudah menyala.
“Nungguin apaan?!” tanya Bella lagi.
Devan hanya menunjuk ke arah seat belt dan Bella langsung paham.
“Astagaaa,,, Rupanya lo harus dapet penghargaan duta keselamatan berkendara.” Ledeknya sambil memasangkan seat belt dengan kasar lalu memalingkan wajahnya keluar jendela.
Devan hanya tersenyum dalam hati. Benar yang dikatakan Ozi. Bella akan terus mengomel saat salah tingkah. Tapi benarkah gadis ini salah tingkah?
“Gak usah salting, lupain yang tadi pagi.” Cetus Devan seraya menginjak pedal gas, membawa mobilnya melaju pelan keluar dari parkiran.
“Gue?” Bella menunjuk hidungnya sendiri. Bayangan apa yang ia lihat tadi pagi sontak memenuhi pikirannya.
“Salting?”
“Sama lo gitu?”
“ AAAA, HA HA HA”
“Ngarep lo!” ujarnya sambil tertawa geli.
“Seksi tapi agak kurus, apanya yang bikin salting. Di majalah gue sering liat yang lebih hot dari lo. Lo sih,”
“Seksi. Itu yang gue denger.” Sela Devan, memotong kalimat Bella dengan ringan.
Mulut Bella langsung terkatup seraya mengepalkan tangannya geram, ia sadar kalau ia salah bicara.
“Lo gak usah kepedean ya. Maksud gue gak kayak gitu.” Kilahnya kehabisan kata-kata.
“Ozi tau, lo sering ngeliat majalah begituan?” Devan seperti dapat kesempatan untuk membalas Bella. Ia tahu benar kalau sahabatnya sangat over protective pada adiknya.
“Bukan urusan lo!” dengus Bella dengan kesal.
"Versi model apa versi 18+ yang lo liat?" Devan belum menyerah.
"Versi mangatoon, puas?" Bella mendelik.
"Janji gak hen,-"
"DIEM LO!!!" Bella langsung mengultimatum Devan.
"Lama-lama lo berisik juga ya kayak bocah baru belajar ngomong," gerutu Bella sambil memperhatikan Devan. Laki-laki itu memalingkan wajahnya ke luar jendela, sambil menurunkan jendela agar bisa merasakan hembusan angin malam yang segar.
Bella yang sudah malas berdebat memilih mengakhiri perbincangan dan mengecek ponselnya, mungkin saja Rangga sudah membalas pesannya.
Melihat Bella yang terdiam, Devan sedikit menoleh. Ia bisa melihat wajah Bella dengan jelas di sinari cahaya dari layar ponselnya. Wajahnya terlihat cemas.
Ia pun memilih diam. Membiarkan Bella dengan pikirannya yang seperti tidak pernah selesai.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 253 Episodes
Comments
Bunda dinna
Kok bisa betah Bella pacaran dengan cara Rangga..mending jomblo Bell
2023-02-07
1
nengkirana
tboort bundir tu apa? bnyak yg komen bella bundir. emak2 ini bingung 😅😅😅😅😅
curcol dikit. dulu gw pacaran ma misua 5 tahun. dia yg lebih mendominasi gw. gw krja kesini gak boleh disana gak boleh. baru kerja 2 minggu dah suruh keluar. dia gak suka begni gak suka begtu. pas mau krja dipabrik MFc...dia ngasih juga bilangnya kjauhan. ada alasan dia yg bikin aku nurut, dia gak mau aku capek tpi gaji kecil dannn dia takut aku kecantol cwoo lain 😂😂😂😂
2022-09-09
1
Chybie Abi MoetZiy
bab awal nya ituloh bikin otak terus menerka..... ok. kesampingkan dulu alasan bella bundir... kita nikmati alur yg ada.,
semangat..!!!!!
ad hub apa ya bella sm devan dulu nya. kek yg udh deket gtu meski gx akur...???
2022-08-20
3