I'll try my best

Tiba di rumah yang dijadikan base camp sekaligus studio sebagai tempat band Rangga berlatih, mereka di sambut oleh Niko yang baru kembali dari minimarket.

Rumah ini dibeli oleh Bella sebagai investasi dan dimanfaatkan dengan baik untuk berlatih band Rangga. Sudah sekitar 3 tahun mereka menjadikan rumah ini studio dengan banyak alat band yang mengisi setiap sudut.

“Silakan Bell….” Ia bergantian membukakan pintu untuk Amara dan Bella.

“Thanks Nik!” timpal Bella seraya menoleh Amara yang berjalan lebih dulu masuk ke studio.

“Masih belum baikan?” lanjut Bella seraya menyikut lengan Niko.

Niko tersenyum simpul, menatap punggung Amara yang lebih dulu menghilang di balik pintu.

“Gue sih baik-baik aja. Tapi, baikan itu harus dari 2 pihak kan?” timpal Niko sambil cengengesan.

“Yang sabar yaa, dia memang agak keras tapi nanti juga membaik kok.” Bella berusaha menghibur Niko dengan makanan yang ia beli di jalan tadi.

2 bulan lalu hubungan Niko dan Amara memang berakhir. Hubungan yang terjalin sekitar 4 tahun itu harus putus karena menurut Amara tidak ada kejelasan. Entah kejelasan dalam hal apa, mereka tentu punya prinsip sendiri dalam hubungan mereka.

Hanya saja, sampai saat ini Amara masih selalu menghindar, berbeda dengan Niko yang terlihat santai walau perpisahan mereka sempat membuat Niko terpuruk.

“Thanks Bell..” ucap Niko seraya mengusap kepala Bella. Kebiasaan yang selalu di lakukan Niko dan kerap membuat pacarnya kesal.

“Kebiasaan lo!” Bella segera menurunkan tangan Niko dari atas kepalanya. Bahaya kalau Rangga sampai melihatnya.

Laki-laki itu hanya terkekeh lantas berjalan di depan, membawa makanan yang di beli Bella.

“Ngumpuuulll, isi perut duluuu…” seru Niko dari arah pintu. Kericuhanpun terdengar saat mereka mengecek makanan yang di beli Bella.

Saat Bella masuk, terlihat Rangga yang baru keluar dari kamar mandi dan tengah mengenakan kaos oblong.

“Ada cewek lo anjrit!!” seru Ikhsan seraya melempar Rangga dengan stick drum yang ia pegang. Dengan cepat Rangga menangkapnya.

“Hay,” sapa Bella pada Rangga.

Rangga hanya tersenyum lantas mencium pipi Bella.

“Pameeerrr teroosssss!!!” Niko kembali bersuara, membuat Bella tersipu malu.

“Gimana kabar kamu yang?”

Bella memperhatikan wajah Rangga yang terlihat kuyu. Di usapnya wajah Rangga dengan lembut. Sejenak ia pandangi wajah yang beberapa hari ini tidak di lihatnya.

Tidak hanya itu, pesan yang ia kirimpun sampai hari ini tidak di baca Rangga.

Namun melihat Rangga yang ternyata baik-baik saja, cukup membuatnya merasa tenang.

“Hem, cuma agak ga enak badan aja.” Rangga beranjak. Ia memilih duduk di sofa yang di ikuti Bella.

“Kok gak ngabarin yang, aku kan bisa ke sini buat ngurusin kamu.” Ia mengambilkan sepotong ayam goreng tepung, lengkap dengan nasi, perkedel dan air mineral.

“Jangan minum soda yaa…” lanjutnya. Di tatapnya Rangga dengan penuh rasa bersalah.

“Cepetan lo nikahin Ga, tar Bella keburu sadar, apes lo!”  ledek Ikhsan yang di tertawakan anggota band lainnya.

“Uhuk!!!” Amara sampai terbatuk mendengar celetukan Ikhsan.

“Sorry lupa, ada kapal yang kandas.” Lanjut Ikhsan yang asyik tertawa.

“Resek lo!” Niko mentoyor kepala sahabatnya yang kadang asal bunyi.

Mendengar candaan Ikhsan, Amara beranjak dari tempatnya. “Gue ke toilet sebentar.” Tidak sengaja bajunya terkena tumpahan sauce.

Niko memberikan selembar tissue, namun Amara mengabaikannya. Dua orang yang pernah saling mencintai ini rupanya masih belum bisa berdamai satu sama lain.

“Bentar, toiletnya bekas gue.” Rangga segera beranjak dari tempatnya dan menyusul Amara.

“Habis ngapain si Rangga di kamar mandi? Ngabisin sabun kali ya? Wkwkwkwk…”

“Cepet ajakin nikah Bell, biar si Rangga gak keseringan lama-lama di kamar mandi.” Ikhsan kembali berceloteh.

“Resek lo anjir!” Niko mentoyor kepala Ikhsan yang sering asal bicara.

Bella hanya tersenyum. Ya, sudah bersama selama 8 tahun harusnya memang sudah memikirkan pernikahan bukan?

Untuk beberapa saat Bella terdiam, menatap Amara dan Rangga yang pergi ke toilet. Sambil menunggu, ia memisahkan ayam dari kulitnya. Entah mengapa terasa begitu lama.

*****

Setelah anak band bubar, tinggalah Bella dan Rangga di studio. Amara sudah pulang lebih dulu karena terus menerus di telepon manager barunya.

“Agak resek nih orang.” Ini keluhan pertama yang di dengar Bella sebelum Amara pulang.

Sepertinya manager-nya yang sekarang lebih mengatur Bella di banding manager-nya yang dulu. Tentu saja ini sedikit tidak cocok untuk Amara yang sangat suka kebebasan.

Kembali pada Rangga yang kini terduduk di sofa sambil memainkan gitarnya. Petikan senar menghasilkan suara yang selalu menghangatkan hati Bella.

Sambil membuatkan kopi. Bella tidak henti memandangi Rangga sambil tersenyum. Seperti halnya Rangga yang tidak lelah berusaha untuk band-nya, maka Bella pun tidak akan berhenti berusaha untuk banyak hal yang lebih baik di masa depan.

“Kopinya Ga.” Bella menaruh secangkir kopi di hadapan Rangga, lengkap dengan cemilannya.

Rangga hanya menoleh lantas tersenyum. Wajahnya sudah lebih cerah di banding saat Bella datang tadi.

Bella duduk di samping Rangga seraya memandangi wajah tampannya. Seketika ia melihat ponsel Rangga yang ada di hadapan mereka. Rasa penasaran datang karena sampai saat ini Rangga tidak membaca pesannya.

“Aku wa kamu, apa pesan aku masuk?” selidik Bella seraya meraih ponsel Rangga.

“Bell!” dengan cepat Rangga menepuk tangan Bella.

“Aku punya privasi di sini.” Tegasnya seraya menatap Bella dingin.

“Oh, sorry… Aku cuma penasaran, takut pesan aku gak masuk ke hp kamu.” Kilah Bella, berusaha tenang.

Sentakan Rangga jujur membuat kaget dan dadanya terasa mencelos. Seperti ada pukulan keras yang menghantamnya. Tidak biasanya Rangga seperti ini.

Mendengar ucapan Bella, Rangga hanya terdiam. Ia meneguk pelan kopi hangat buatan Bella yang rasanya selalu nikmat. Entah mengapa kali ini terasa hambar.

“Aku cemas kamu gak ada kabar beberapa hari ini. Baca pesan aku pun enggak dan tau-tau kamu sakit. Aku khawatir Ga.” Bella menyelipkan tangannya di lengan kokoh Rangga lalu menyenderkan kepalanya di bahu Rangga.

Laki-laki itu terdiam, menaruh gitarnya di bawah.

“Aku sibuk Bell. Ada Latihan bareng anak-anak beberapa hari ini. Aku sama anak-anak sering begadang, makanya sampe gak enak badan gini.” timpal Rangga dingin. Seperti kecemasan Bella bukan suatu masalah baginya.

“Ya walaupun gak sesibuk kamu, aku juga gak nganggur-nganggur amat.” Imbuh Rangga, kembali meneguk kopi hangatnya.

“I know.” Bella kembali menegakkan kepalanya. Ini terdengar seperti sindiran yang diucapkan Rangga untuknya.

“Tapi paling tidak, sisain waktu kamu 5 menit aja buat balas pesan aku. Bisa kah?” di tatapnya wajah Rangga dengan lekat.

8 tahun bersama, membuat Bella begitu mengenal laki-laki ini. Banyak hal yang berubah dari Rangga. Rangga memang orang yang acuh, tapi sebelumnya tidak sampai mendiamkan pesan Bella sampai berhari-hari seperti saat ini.

“Mungkin buat kamu pertanyaan aku basi dan sepele. Nanya kamu udah makan atau belum. Lagi ngapain, sama siapa. Gimana cerita hari ini.” Bella berusaha mengatur ritme nafas yang beberapa saat ia tarik lebih dalam.

“Tapi buat aku itu penting. Kabar terkecil dari kamu itu penting buat aku yang.” Di genggamnya tangan Rangga dengan erat, membuat laki-laki itu kini memandangi tangannya yang di genggam Bella.

“Dan ternyata kamu sakit. Aku ngerasa bersalah banget tau yang. Coba aku tau lebih awal, aku bisa ajak kamu ke dokter atau aku bisa ke sini buat ngecek kondisi kamu.” Tegas Bella. Ia menciumi tangan Rangga dengan sungguh-sungguh.

Melihat apa yang dilakukan Bella, Rangga tertegun. Ia menatap manik coklat penuh kekhawatiran yang kali ini menatapnya.

“Kamu gak perlu berlebihan Bell,” kalimat klise itu yang kemudian ia ucapkan.

“Kondisi aku juga gak begitu buruk. Ada anak-anak juga yang datang ke sini. Lagi pula,”

“…Kamu bukan anak kecil lagi. Kamu bisa bertanggung jawab dan mengurus diri kamu sendiri.” Bella menyela kalimat Rangga dengan cepat.

“Ya, I got it Rangga.” Suaranya terdengar melemah tanpa pandangan yang beralih.

“Tapi bisakah kamu juga bertanggung jawab terhadap perasaan aku? Perasaan cemas mikirin kamu yang gak jawab pesan aku apalagi angkat telpon aku? Apa yang salah sama hubungan kita sampe kamu ngerasa kalau kabar kamu itu sepele buat aku.” di tatapnya Rangga dengan nanar.

Untuk beberapa saat mereka terdiam. Rangga berusaha mengerti bagaimana cemas Bella selama ini.

“Ya okey, aku minta maaf. Kemaren kondisinya emang gak memungkinkan untuk banyak berkabar sama kamu.” Lirihnya seraya menangkup sisi kiri wajah Bella dengan tangannya yang lebar.

"Karena?" Bella masih penasaran.

"Kamu butuh jawaban detail Bell? Kamu gak percaya sama aku?" suara Rangga mulai meninggi.

"Loh, bukan itu maksud aku, Ga."

"Lalu? Apalagi yang menurut kamu masih belum jelas? Aku harus lapor tiap detik gitu sama kamu. Hay Bell, aku lagi di sini. Kondisi aku begini. Aku pap ya Bell. Kita bukan anak kecil lagi, kamu jangan se childish gitulah." protes Rangga.

"Apa kenyataan kalau aku pacar kamu dan sedang berusaha buat hubungan kita itu belum cukup buat kamu?" tegas Rangga seraya menatap laman manik coklat milik Bella.

Bella jadi tertegun mendengar ucapan Rangga. Perlahan ia menggeleng. Bukan seperti itu maksudnya. Tapi kondisi sudah terlanjur membuat ia salah.

Di usapnya pipi Bella itu perlahan, membuat rasa kesal Bella hilang seketika berubah menjadi rasa hangat. Perasaan yang selalu Bella rasakan saat mengingat ia memiliki Rangga. Mungkin Rangga benar, kali ini ia yang berlebihan dan kekanakan.

Perlahan Rangga mendekat wajahnya pada Bella, membuat mata gadis itu membulat kaget. Hanya beberapa detik sampai kemudian ia merasakan bibir Rangga yang menciumnya lembut. Sekali, dua kali dan kali ketiga terasa lebih lama dan menyisakan gigitan kecil.

“Jangan terlalu mencemaskan aku. Aku baik-baik aja.” Lirih Rangga sekali lalu mencium pipi Bella.

Tidak ada jawaban dari Bella. Ia hanya ingin memeluk Rangga dengan erat, sangat erat sampai kemudian Rangga terbatuk.

“Uhuukkk! Bell…” rengek Rangga yang merasa sesak.

Bayi besar Bella telah kembali. Di balik sikapnya yang acuh, terkadang Rangga merengek seperti bayi besar.

“Hehehehe… Habis aku kangen.” Balas Bella.

Ia melepaskan pelukannya. Menatap wajah Rangga yang berjarak hanya beberapa senti saja dari wajahnya.

“I love you.” Ucapnya pelan.

“I can feel it.” Balas Rangga, yang membuat Bella merona.

Saat ini, jawaban Rangga sudah lebih dari cukup untuk Bella. Membuat Rangga merasakan kalau ia mencintainya adalah hal besar yang bisa ia lakukan.

“Oh iya, aku punya kabar.” Melihat Rangga ia jadi teringat sesuatu.

“Oh ya? Apa?” Rangga mulai tertarik mendengarkan.

“Emmm…” Bella mencoba memikirkan kalimat yang paling baik untuk menyampaikan berita ini pada Rangga.

“Ada ajang pencarian bakat buat penyanyi pop pria. Apa kamu mau ikutan yang?” tawar Bella.

Ia tahu benar kemampuan Rangga dalam mengolah suaranya juga memainkan alat musik. Tidak ada salahnya menawarkan hal ini padanya.

“NO! BIG NO!” dengan cepat Rangga menolaknya.

“Hah? Ini kesempatan bagus yang. Kali ini coba dulu ya sayaaang…” bujuk Bella.

“Nggak Bell, aku gak bisa.” Rangga segera beranjak dari tempatnya. Ia memilih duduk di tempat Ikhsan sebagai drummer.

“Yang, kesempatannya bagus loh. Siapa tau ini rejeki kamu. Kamu bakal di orbitin sama label terkenal.” Bella mengikuti Rangga ke tempatnya dan masih berusaha membujuk.

“NO! Aku gak mau!” tolaknya seraya memukul drum.

Bella hanya terdiam di tempatnya, memandangi Rangga dengan rasa kecewa.

“Kamu tau kan, aku gak mungkin ninggalin temen-temen band aku?” alasan itu yang kemudian di sampaikan Rangga.

“Ya aku tau.” Sejak dulu band adalah segalanya bagi Rangga.

Bella mendekat dan memegang tangan Rangga.

“Aku gak meminta kamu ninggalin temen-temen band.”

“Ini hanya salah satu alternative cara bikin orang-orang tau kemampuan kamu. Nanti kalau kamu udah di kenal orang dengan prestasi kamu, kamu juga bisa membawa temen-temen kamu.”

“Banyak kok penyanyi yang jebolan ajang pencarian bakat dan balik lagi ke band nya. Kamu juga bisa kayak gitu yang.” Cerocos Bella berusaha membujuk.

“Bell, aku gak bisa.” Tegas Rangga seraya melepaskan genggaman tangan Bella.

“Ikut ajang pencarian bakat itu pasti banyak menyita waktu. Sementara sebagai band, walau tidak banyak, kami ada jadwal manggung dan jelas menghasilkan uang.”

“Kalau aku ikut ajang pencarain bakat, gimana dengan kontrak kami dengan beberapa rekanan? Band gak akan jalan yang artinya kami gak ada pemasukan. Aku gak bisa seegois itu ninggalin temen-temen.” Terang Rangga.

Penjelasan Rangga sebenarnya bisa di terima. Kalau band Rangga melanggar kontrak, tentu akan menjadi citra buruk bagi mereka. Dan apa artinya sebuah band tanpa seorang vokalis?

“Kamu yakin gak mau ngobrolin ini dulu sama anak-anak?” ini bujukan terakhir Bella. Berharap Rangga akan mempertimbangkannya.

“Nggak.” Rangga tegas menolak.

“Okey.” Akhirnya Bella menyerah. Prinsip Rangga yang satu ini memang tidak bisa di ganggu gugat.

Band adalah hidupnya dan teman-temannya adalah segalanya.

Melihat jam di dinding, Bella baru tersadar kalau sudah hampir jam sebelas malam.

“Astaga yang, aku harus pulang” ujarnya seraya mengambil tas ransel kesayangannya.

Rangga ikut menoleh jam di dinding.

“Iyaa…” jawabnya lemah. Kalau Cinderella jam 12 malam akan kembali ke penampilan aslinya, tapi kalau Bella, harus kembali ke rumah maksimal jam 10.

“Tumben abang belum nelpon?” pertanyaan itu yang akhirnya di lontarkan Rangga.

Bella hanya mengendikan bahunya. “Mungkin udah di depan pintu sambil megang pentungan.” Balas Bella sambil tersenyum kecil.

“Aku pulang ya… Aku udah nyimpen stok makanan di kulkas, tinggal kamu angetin. Jangan terlalu banyak makan mie instan sama minum kopi juga jangan begadang.” Cerocos Bella sambil berjalan mundur.

Rangga hanya tersenyum mendengar celoteh Bella.

“Aku anterin yaa…” tawarnya. Khawatir juga membiarkan Bella pulang sendiri.

“Nggak usah yang aku bisa naik taksi. Kamu lagi sakit, jadi mending istirahat biar cepet sembuh, okey.” Bella mengacungkan ibu jarinya yang tampak berisi.

“Hem…” sahut Rangga.

Mereka berjalan menuju pintu.

“Bell…” suara itu di dengar Bella saat meraka sudah ada di depan pintu. Rangga menahan tangan Bella. Mereka sama-sama terdiam.

“I’ll try my best, dengan caraku sendiri. Promise!” Ujar Rangga tiba-tiba. Bella tertegun, begitu berarti ujaran Rangga kali ini.

“Aku percaya.” Tegas Bella seraya tersenyum dan mengeratkan genggaman tangannya.

“Thanks.” Tiba-tiba saja Rangga memeluk Bella dengan erat.

“Hati-hati di jalan. Kabarin kalau udah sampai. Dan mengendap-endap lah, jangan sampe di marahin abang.” Pesan itu yang di bisikan Rangga di telinga Bella.

“Hahahhaaha… Okey…” Bella jadi tergelak mendengar pesan terakhir Rangga.

Tanpa Bella sadari, dari kejauhan ada seseorang yang memperhatikannya dari dalam mobil. Ia langsung menyalakan mesin mobil sesaat setelah Rangga mencium kening Bella sebelum pulang.

Kenapa ia harus melihat ini?

*****

Terpopuler

Comments

Tia rabbani

Tia rabbani

devan

2024-01-03

0

Bunda dinna

Bunda dinna

Rangga seperti menyembunyikan.sesuatu dan seperti.nya Amara terlibat juga

2023-02-08

2

N⃟ʲᵃᵃB⃟cQueenSyaⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈

N⃟ʲᵃᵃB⃟cQueenSyaⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈

sebucin itu bella ke rangga... hufftt....

2023-02-04

1

lihat semua
Episodes
1 Berharap pada dua kaki
2 1 bulan lalu
3 Bella - Rangga
4 Abang Over protective
5 Tamu tak diundang
6 Para pejantan tangguh
7 Bocah belajar ngomong
8 Sahabat emang sahabat
9 Demi PH
10 Apakah cukup?
11 I'll try my best
12 Susu vanila VS susu coklat
13 Permintaan Bos
14 Apa harus iya?
15 Perpisahan itu menyedihkan
16 Memandangi
17 Memandangi 2
18 Uniknya Bella
19 Saling mengenal
20 Secret Admirer
21 Tragedi Surabaya
22 Buka mata
23 Menjaga jarak
24 Semakin mirip Bella
25 Kejutan tidak menyenangkan
26 Terima kasih sudah peduli
27 Devan VS Rangga
28 Bujukan Bella
29 Oow...
30 Pop Corn Caramel
31 Permintaan Ozi
32 Ketika keputusan di buat
33 Survey yang cantik
34 Apakah ia benar-benar Rangga?
35 Menjaga diri lebih baik lagi
36 Memilih Pergi
37 Puzzle
38 Rasa berdebar
39 Kenyataannya...
40 Luka Bella
41 Masa lalu kita
42 Pagi yang asing
43 Gossip yang beredar
44 Si paling cantik
45 Tidak bisa begini
46 Ketika semuanya hingar
47 Kecemasan itu
48 Usaha untuk Bella
49 Feel blue
50 Bersama dia,
51 Titik putih
52 Kesemerawutan
53 Lompatan besar
54 Keputusan bulat
55 Konfrensi pers
56 Bukan perkara waktu
57 Yang menjadi milikmu akan kembali
58 Penyesalan Ozi
59 Syuting Hari pertama
60 Permintaan Bella
61 Gue memang ganteng
62 Gara-gara nasi goreng
63 Sarapan buatan Bella
64 Pempek
65 Saat Kita Bertemu
66 Pilih siapa?
67 Bell,...
68 Apa ini cemburu?
69 Memilih untuk terus bersama
70 Kegalauan Devan
71 Amara dan Amara lagi
72 Sedekat ini
73 Berbuat banyak untuk orang lain
74 Setiap sesal
75 Nonton sama siapa?
76 Tenderloin steak
77 Berlomba
78 Tedy bear
79 Sebanyak apa yang gak gue tau tentang lo?
80 He need me
81 Tim pendukung
82 Pilihan
83 Di taman
84 Mengsalting
85 Bertemu dia
86 Keputusan bersama
87 Gadis keras kepala
88 Pria Eropa
89 Kesesakan
90 Jl Akasia Nomor 18
91 Apa sudah menunjukkan yang terbaik?
92 Hanya angin lalu
93 Pengakuan
94 Menarilah dan terus tertawa
95 Honey moon?
96 Kesalahan
97 Apa yang terjadi, Bell?
98 Jangan berbicara masa lalu
99 Bis Cinta
100 Apa yang mereka bicarakan?
101 Dia yang sakit
102 Menyerah saja kah?
103 Sisa kehancuran
104 Lebih dari 3 kata kecil
105 Keterpaksaan
106 Keluarga
107 Tentang pilihan
108 Belskyy, jangan bikin gue bingung!
109 Endorse?
110 Jutaan bunga
111 Mana yang lebih cepat?
112 Tidak karuan
113 Gue takut
114 Suntikan semangat
115 ARA!!!
116 Ra, buka pintunya...
117 Profesionalitas
118 Pancingan emosi
119 Ada yang berakhir
120 Boomerang
121 Apa aku katakan saja?
122 sang lelaki
123 Perjanjian
124 Rasa sakit
125 HEH!
126 Sidang
127 Bayi gondrong
128 Viral
129 Siapa penyebarnya?
130 Kebingungan di hari yang sama
131 Keputusan Final
132 Keputusan Final
133 Tipu muslihat
134 Tamu untuk Bella
135 Berpikir ulang
136 Cemburu?
137 Mas Kawin
138 Saksi pernikahan
139 Menghadapi rasa takut
140 Kangeenn Ayaaang 1
141 Kangeenn Ayang 2
142 Bella's Script
143 eS A Ha, SAH!!
144 Foto keluarga
145 Lampu merah
146 Kelegaan
147 NgeFans
148 Oase
149 Teror
150 Rumah Singgah
151 Handuk dan selimut
152 Release
153 Keluarga dan kecemasan
154 Harapan mamah dan adek
155 Perdebatan
156 Harus tau,
157 Aku ikut!
158 Mengingat kebaikan
159 Pelaku
160 Cukup kau di sampingku
161 Menghentikan langkah
162 Menagih janji
163 Kaki tangan yang meminta jadi kepala
164 Terbangun
165 Didekatkan
166 Mas, pulang
167 Cerita masa lalu
168 Kapankah kembali
169 Kejutan Untuk Amara
170 Bungkus!!!
171 Kesepakatan
172 Usaha Rangga
173 Kotak Pandora milik Amara
174 Terpuruk bukan pilihan
175 Kecemasan untuk Inka
176 Memanjakan Istri
177 Pagi yang Indah
178 Berpisah dengan masa lalu
179 Berpisah dengan masa lalu 2
180 Perlawanan
181 Plester pembalut luka
182 Di mabuk Cinta
183 Menyembunyikan Amara
184 Rencana Devan
185 Resep obat Devan
186 Call him, dady
187 Kulit ayam Ibra
188 Rencana masing-masing
189 Sambutan Jihan
190 Siasat Jihan
191 Sedang apa kamu di sini?
192 Kesengajaan Inka
193 Coming up gais!!!
194 Penjelasan Devan
195 Menunggu keputusan Rangga
196 Tamparan
197 Klarifikasi 1
198 Klarifikasi 2
199 Klarifikasi
200 Keinginan Amara
201 Ketegasan Rangga
202 Tempat terbaik adalah rumah
203 Memohon
204 Langit abu dan cerah
205 Keluarga baru
206 Kunjungan pagi
207 Tendangan bertubi-tubi
208 Pilihan sulit
209 Sedekat urat nadi, sejauh langit dan bumi
210 Bayi Eropa
211 Kronologis
212 Perpisahan dengan sahabat
213 Teamwork
214 Menyemangati sang pemeran utama
215 Kecemasan seorang anak
216 Berpisah dan bertemu dengan rasa sakit
217 Dua orang yang saling menyayangi
218 Makan malam romantis
219 Perbincangan malam
220 Tawaran
221 Fans
222 Badak api dan badak air
223 Apa bisa?
224 Kunjungan seorang ayah
225 Keputusan tiba-tiba
226 Menyusul
227 Pertemuannya yang menyakitkan
228 Penjelasan
229 Penuntasan kemarahan
230 Cerita masa lalu sahabat
231 Video baru
232 Bebek penyemangat
233 Di depan mata,...
234 Rahasia Amara
235 Keputusan bersama
236 Lo gue, End!
237 Kekecewaan seorang ayah
238 Pembelaan calon suami
239 Putus asa
240 Gangguan malam-malam
241 Sup Lao hua tang
242 Akupun tidak punya pilihan
243 Gala Premier
244 Antusiasme
245 Mata yang sama
246 Maria
247 Kejutan dari papah mertua
248 Membuka lembaran baru
249 Pagiku cerah
250 Real Bella's Script
251 Bungkus?
252 Menjadi Dia
253 Ranjang Dingin Ibu Tiri
Episodes

Updated 253 Episodes

1
Berharap pada dua kaki
2
1 bulan lalu
3
Bella - Rangga
4
Abang Over protective
5
Tamu tak diundang
6
Para pejantan tangguh
7
Bocah belajar ngomong
8
Sahabat emang sahabat
9
Demi PH
10
Apakah cukup?
11
I'll try my best
12
Susu vanila VS susu coklat
13
Permintaan Bos
14
Apa harus iya?
15
Perpisahan itu menyedihkan
16
Memandangi
17
Memandangi 2
18
Uniknya Bella
19
Saling mengenal
20
Secret Admirer
21
Tragedi Surabaya
22
Buka mata
23
Menjaga jarak
24
Semakin mirip Bella
25
Kejutan tidak menyenangkan
26
Terima kasih sudah peduli
27
Devan VS Rangga
28
Bujukan Bella
29
Oow...
30
Pop Corn Caramel
31
Permintaan Ozi
32
Ketika keputusan di buat
33
Survey yang cantik
34
Apakah ia benar-benar Rangga?
35
Menjaga diri lebih baik lagi
36
Memilih Pergi
37
Puzzle
38
Rasa berdebar
39
Kenyataannya...
40
Luka Bella
41
Masa lalu kita
42
Pagi yang asing
43
Gossip yang beredar
44
Si paling cantik
45
Tidak bisa begini
46
Ketika semuanya hingar
47
Kecemasan itu
48
Usaha untuk Bella
49
Feel blue
50
Bersama dia,
51
Titik putih
52
Kesemerawutan
53
Lompatan besar
54
Keputusan bulat
55
Konfrensi pers
56
Bukan perkara waktu
57
Yang menjadi milikmu akan kembali
58
Penyesalan Ozi
59
Syuting Hari pertama
60
Permintaan Bella
61
Gue memang ganteng
62
Gara-gara nasi goreng
63
Sarapan buatan Bella
64
Pempek
65
Saat Kita Bertemu
66
Pilih siapa?
67
Bell,...
68
Apa ini cemburu?
69
Memilih untuk terus bersama
70
Kegalauan Devan
71
Amara dan Amara lagi
72
Sedekat ini
73
Berbuat banyak untuk orang lain
74
Setiap sesal
75
Nonton sama siapa?
76
Tenderloin steak
77
Berlomba
78
Tedy bear
79
Sebanyak apa yang gak gue tau tentang lo?
80
He need me
81
Tim pendukung
82
Pilihan
83
Di taman
84
Mengsalting
85
Bertemu dia
86
Keputusan bersama
87
Gadis keras kepala
88
Pria Eropa
89
Kesesakan
90
Jl Akasia Nomor 18
91
Apa sudah menunjukkan yang terbaik?
92
Hanya angin lalu
93
Pengakuan
94
Menarilah dan terus tertawa
95
Honey moon?
96
Kesalahan
97
Apa yang terjadi, Bell?
98
Jangan berbicara masa lalu
99
Bis Cinta
100
Apa yang mereka bicarakan?
101
Dia yang sakit
102
Menyerah saja kah?
103
Sisa kehancuran
104
Lebih dari 3 kata kecil
105
Keterpaksaan
106
Keluarga
107
Tentang pilihan
108
Belskyy, jangan bikin gue bingung!
109
Endorse?
110
Jutaan bunga
111
Mana yang lebih cepat?
112
Tidak karuan
113
Gue takut
114
Suntikan semangat
115
ARA!!!
116
Ra, buka pintunya...
117
Profesionalitas
118
Pancingan emosi
119
Ada yang berakhir
120
Boomerang
121
Apa aku katakan saja?
122
sang lelaki
123
Perjanjian
124
Rasa sakit
125
HEH!
126
Sidang
127
Bayi gondrong
128
Viral
129
Siapa penyebarnya?
130
Kebingungan di hari yang sama
131
Keputusan Final
132
Keputusan Final
133
Tipu muslihat
134
Tamu untuk Bella
135
Berpikir ulang
136
Cemburu?
137
Mas Kawin
138
Saksi pernikahan
139
Menghadapi rasa takut
140
Kangeenn Ayaaang 1
141
Kangeenn Ayang 2
142
Bella's Script
143
eS A Ha, SAH!!
144
Foto keluarga
145
Lampu merah
146
Kelegaan
147
NgeFans
148
Oase
149
Teror
150
Rumah Singgah
151
Handuk dan selimut
152
Release
153
Keluarga dan kecemasan
154
Harapan mamah dan adek
155
Perdebatan
156
Harus tau,
157
Aku ikut!
158
Mengingat kebaikan
159
Pelaku
160
Cukup kau di sampingku
161
Menghentikan langkah
162
Menagih janji
163
Kaki tangan yang meminta jadi kepala
164
Terbangun
165
Didekatkan
166
Mas, pulang
167
Cerita masa lalu
168
Kapankah kembali
169
Kejutan Untuk Amara
170
Bungkus!!!
171
Kesepakatan
172
Usaha Rangga
173
Kotak Pandora milik Amara
174
Terpuruk bukan pilihan
175
Kecemasan untuk Inka
176
Memanjakan Istri
177
Pagi yang Indah
178
Berpisah dengan masa lalu
179
Berpisah dengan masa lalu 2
180
Perlawanan
181
Plester pembalut luka
182
Di mabuk Cinta
183
Menyembunyikan Amara
184
Rencana Devan
185
Resep obat Devan
186
Call him, dady
187
Kulit ayam Ibra
188
Rencana masing-masing
189
Sambutan Jihan
190
Siasat Jihan
191
Sedang apa kamu di sini?
192
Kesengajaan Inka
193
Coming up gais!!!
194
Penjelasan Devan
195
Menunggu keputusan Rangga
196
Tamparan
197
Klarifikasi 1
198
Klarifikasi 2
199
Klarifikasi
200
Keinginan Amara
201
Ketegasan Rangga
202
Tempat terbaik adalah rumah
203
Memohon
204
Langit abu dan cerah
205
Keluarga baru
206
Kunjungan pagi
207
Tendangan bertubi-tubi
208
Pilihan sulit
209
Sedekat urat nadi, sejauh langit dan bumi
210
Bayi Eropa
211
Kronologis
212
Perpisahan dengan sahabat
213
Teamwork
214
Menyemangati sang pemeran utama
215
Kecemasan seorang anak
216
Berpisah dan bertemu dengan rasa sakit
217
Dua orang yang saling menyayangi
218
Makan malam romantis
219
Perbincangan malam
220
Tawaran
221
Fans
222
Badak api dan badak air
223
Apa bisa?
224
Kunjungan seorang ayah
225
Keputusan tiba-tiba
226
Menyusul
227
Pertemuannya yang menyakitkan
228
Penjelasan
229
Penuntasan kemarahan
230
Cerita masa lalu sahabat
231
Video baru
232
Bebek penyemangat
233
Di depan mata,...
234
Rahasia Amara
235
Keputusan bersama
236
Lo gue, End!
237
Kekecewaan seorang ayah
238
Pembelaan calon suami
239
Putus asa
240
Gangguan malam-malam
241
Sup Lao hua tang
242
Akupun tidak punya pilihan
243
Gala Premier
244
Antusiasme
245
Mata yang sama
246
Maria
247
Kejutan dari papah mertua
248
Membuka lembaran baru
249
Pagiku cerah
250
Real Bella's Script
251
Bungkus?
252
Menjadi Dia
253
Ranjang Dingin Ibu Tiri

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!