Abang Over protective

“EHM!!”

“ASTAGA!!!” seru Bella saat suara deheman mengejutkan langkahnya.

Di kegelapan taman, terlihat seorang laki-laki yang berjalan menghampirinya dengan tangan bersidekap di depan dada.

“Jam berapa ini?” tanya laki-laki tersebut seraya melihat jam yang melingkar di tangannya.

Perlahan, wajah laki-laki itu terlihat jelas saat cahaya temarang lampu taman membias di wajahnya. Rupanya laki-laki itu duduk di kursi taman entah sejak kapan dan baru bersuara saat melihat Bella datang.

“Issh bang Ozi, gue kira siapa!” dengus Bella yang mendelik kesal pada sang kakak.

“Emang lo kira siapa, hah?!” timpal Ozi yang mengacak rambut Bella dengan gemas.

“Iihhh kebiasaan deh! Emang gue anak kecil!” menepis tangan Ozi yang terbiasa mengacak rambutnya atau mencubit pipinya.

“Badan lo doang yang gede, otak lo bocah! Di anter siapa lo tadi? Mobil lo mana?” Ozi celingukan melihat keluar pagar.

“AArrghhh kepo lo!” Bella segera menepis wajah Ozi agar mengalihkan pandangannya dari pagar. Ia pun menarik tangan Ozi untuk masuk ke rumah. Ia khawatir Rangga masih ada di luar dan di hampiri Ozi.

“Aturan, kalau lo emang di anter pulang sama cowok baik-baik, tuh anak pasti turun. Anterin lo sampe rumah. Bilang sorry ke gue sama mamah karena nganter lo pulang malem-malem. Bilang makasih lo masih minjemin mobil lo sama dia. Bukan maen pergi aja! Apa bedanya tuh anak sama supir taksi online!” cerocos Ozi sambil menarik tangan Bella untuk masuk.

Percakapan semacam ini yang di hindari Bella agar tidak di dengar Rangga.

“Isshh elo ya kalau  ngomong suka gak di saring!” dengan kesal Bella mengatupkan paksa bibir sang kakak dengan jari telunjuk dan jempolnya.

“Mau nyamperin gimana coba, kalau cara ngomong lo aja udah kayak emak-emak kompleks. Rempong!” sedikit mendorong Ozi yang menghalangi jalannya.

“Ya usaha lah! Namanya juga mau di restuin. Sampe kapan kalian mau sembunyi-sembunyi?” tegas Ozi yang membuat langkah kaki Bella terhenti.

Bella menghela nafasnya dalam lalu menghembuskannya perlahan. Ia tahu benar kalau abangnya ini memang tidak terlalu menyukai Rangga karena menganggap Rangga hanya main-main dan tidak pernah berniat serius.

“Kenapa? Omongan gue bener? Lo belum di apa-apain kan sama cowok itu, sampe bucin banget lo kayaknya.” selidik Ozi.

Bukan tanpa alasan Ozi berbicara seperti ini. Beberapa kali Ozi mendengar Bella menangis karena bertengkar dengan Rangga. Sebenarnya itu suatu hal yang wajar dalam sebuah hubungan, perbedaan pandangan atau pendapat sah-sah saja terjadi. Tapi kesalahannya adalah, seharusnya Bella tidak menunjukkan air matanya di hadapan sang kakak yang over protective. Hal ini juga yang membuat Bella tidak berani berbuat lebih di belakang sang kakak. Serasa CCTV Ozi ada dimana-mana

“Lo gak tau apa yang terjadi antara gue sama dia. Dan lo gak usah sok tau. Yang jelas, otak gue masih normal buat ngebedain mana hal baik dan mana hal buruk.” Tegas Bella dengan tatapan tajam pada sang kakak.

“Mending lo cari pacar deh daripada lo ngurusin gue. Monoton banget hidup lo gak ada warnanya. Gak usah nyari warna dari hubungan orang dong!” sengit Bella semakin kesal.

“Adekekkk, abang…. Ini kenapa sih? Malem-malem malah berantem?” suara Saras yang kemudian terdengar. Ia keluar dari kamarnya karena mendengar keributan kedua anaknya.

Keduanya kompak terdiam. Bella masih menghembuskan nafasnya kasar sementara Ozi berusaha tersenyum melihat kedatangan ibunya.

“Maaf mah, abang gak maksud ganggu istirahat mamah.” Sahut Ozi dengan cepat.

“Abang tuh resek mah, ngeselin!” dengus Bella serasa punya tempat untuk mengadu.

“Abang, udah sih jangan gangguin adeknya. Kasian dia pulang kerja capek.” Saras meraih lengan Ozi untuk ia usap agar lebih tenang.

“Dia bukan pulang kerja tapi pulang pacaran. Ngaku lo sama mamah! Udah di larang juga jangan pacar-pacaran, masih aja.”

“Eehhh elo nih makin ngeselin aja sih bang!” Bella memilih untuk menghampiri sang kakak yang terasa menyudutkannya.

“Adekkk,.. abang… Udah dong!” akhirnya Saras meninggikan suaranya membuat keduanya kontan terdiam. Kalau suara Saras sudah meninggi, lebih baik mereka diam, daripada nanti menyesal.

“Adek, kamu masuk kamar. Jangan di biasain pulang malem gini.”

“Abang juga, ngapain jam segini belum masuk kamar, kalau  cemas sama adeknya tuh di jemput, bukan udah pulang malah di omelin.” Cerocos Saras, menatap tajam pada kedua anak yang akhirnya sama-sama tertunduk.

“Aku masuk mah, selamat malam.” Bella memilih pamit lebih dulu. Tidak ada gunanya berlama-lama di hadapan sang kakak yang malah akan memancing perdebatan lebih panjang.

“Iya sayang. Jangan lupa ganti baju sama cuci muka. Kalau  malem laper, masih ada makanan di atas meja makan.” Suara Saras sudah terdengar lebih rendah.

“Hem,” lengkap dengan acungan jempol akhirnya Bella pergi ke kamar dan masih mendapat tatapan tajam dari kakak dan ibunya hingga menghilang di balik pintu kamarnya.

“Abang gak masuk?” berganti Ozi yang di tanya.

“Bentar lagi mah, nunggu temen.” Ia melihat jam di dinding, sudah jam 10 malam.

“Ya udah, mamah masuk duluan. Jangan malem-malem bobonya, hem?” usapan halus di berikan Saras pada punggung sang anak.

“Iya mah, mimpi indah ya…” di kecupnya dahi Saras dengan lembut.

Walau watak Ozi memang cenderung keras terutama pada sang adik, namun sebenarnya ia sosok yang perhatian pada Ibu dan adiknya. Hanya terkadang cara penyampaiannya yang tidak menyenangkan.

“Ngeselin!” gerutu Bella saat sudah berada di dalam kamarnya. Ia masih merasa kesal pada perkataan sang kakak yang terasa begitu menghakimi.

Hanya beberapa saat Bella bersandar di daun pintu kamarnya sebelum akhirnya melemparkan tasnya ke atas tempat tidur dan di susul dengan menjatuhkan tubuhnya telentang di samping tas. Ia mencoba mengatur nafasnya, rasa kesal membuat jantungnya masih berdebar dengan cepat.

Menatap langit-langit kamar dan yang terlihat saat ini adalah nyala pijar kekuningan yang menyilaukan matanya. Mengulat sedikit untuk menggeser tubuhnya mendekat pada ujung tempat tidur lalu menepuk tangannya satu kali agar lampu kamarnya mati berganti lampu tidur LED. Ia tidak suka berada di tempat gelap.

Dalam beberapa saat suasana kamar pun berubah romantis dengan dinding dan langit-langit kamar berwarna biru di lengkapi dengan gambaran bulan dan bintang yang mengisi seisi kamar.

Beberapa helaan nafas dihembuskan dengan lega oleh Bella. Perubahan suasana seperti ini ternyata membuat perasaan Bella lebih baik. Ini cara mudah healing yang dilakukannya setelah lelah dengan aktivitasnya seharian.

“Bang Ozi kapan sih bisa percaya sama Rangga? Kenapa sih bawaannya nethink mulu? Nyebelin!” bibir Bella bergumam lirih.

Selama berpacaran dengan Rangga, hanya beberapa kali Ozi dan Rangga bertemu langsung. Kesan pertama saat bertemupun sikap Ozi sudah acuh. Katanya Rangga bukan tipe laki-laki yang bisa di ajak serius.

“Di depan lo doang dia bisa alim, di belakang lo kagak pernah bisa lo jamin. Jangan sampe nyesel lo cinta sama cowok kayak gitu!” itu kalimat pertama yang diucapkan Ozi saat mendapat kesempatan untuk bertemu langsung dengan Rangga di acara 40 hari wafatnya sang ayah beberapa tahun lalu.

“Kenapa? Dia baik kok. Dia ngelindungin gue.” Sanggah Bella saat itu.

Ozi hanya tersenyum sinis. Menatap Rangga dari kejauhan seperti tengah memperhatikan gestur Rangga yang tengah berbincang dengan sang ibu.

“Gue cowok, gue tau seperti apa kelakuan tipe cowok kayak pacar lo itu. Inget, jangan sampe gue liat lo nangis gara-gara tuh cowok!” pertemuan pertama sudah berbuah ancaman.

Bella mengernyitkan dahinya tidak mengerti. Hanya sekitar 10 menit ia meninggalkan Rangga dan Ozi untuk berbincang tapi seolah cukup untuk Ozi mengenal sifat pacarnya hingga bisa menyimpulkan hal seperti itu. Padahal waktu 10 menit bukan waktu yang cukup untuk mengenal seseorang. Bisa saja ia hanya melihat kejelekan tanpa tahu kebaikan Rangga.

“Lo kapan sih bang percaya sama pilihan gue?” lirih Bella, masih tertaut pada pikirannya tentang Rangga dan Ozi.

Ia masih mengingat jelas, bagaimana Ozi sangat mendominasi dirinya. Ia mewajibkan sang adik untuk sekolah di sekolah yang sama dengan alasan agar bisa menjaganya kalau ada anak-anak yang mengganggu Bella. Itu bisa di terima.

Teman-teman Bella ikut di saring oleh Ozi, mana yang menurutnya toxic dan mana yang menurutnya baik. Hasilnya, hanya satu orang teman yang bertahan hingga kini, yaitu Amara. Teman Bella sejak TK hingga sekarang.

Hanya masalah pekerjaan saja yang Ozi tidak mendominasi. Ia memberi kebebasan adiknya akan bekerja di bidang apapun yang menjadi wajib adalah harus di Jakarta. Bahkan hampir setiap hari Ozi mengantar Bella bekerja dengan alasan mereka satu arah.

“AArrrgghhh!!!! Bang Ozi, lo jadi kakak posesif banget sih!” Bella mengacak rambutnya dengan kasar.

Badannya berguncang-guncang karena kedua kaki yang berulang menghantam kasar permukaan Kasur. Ia masih tidak habis pikir, apa yang sebenarnya di pikirkan Ozi selama ini. Apa ia pikir Bella tetap anak kecil seperti yang sering ia katakan?

“Ayolaaahhh… Usia gue udah mau seperempat abad. Masa di jagain terus kayak bocah sih!? Ishk!!!” Bella memukul boneka Tedy Bear hadiah dari sang kakak. Setiap ia kesal pada sang kakak, boneka ini yang akan jadi pelampiasannya.

Gerutuan Bella terhenti saat ponselnya berdering dan memberi tanpa pesan masuk. Dikeluarkannya benda pipih itu dari dalam saku celananya, ada dua pesan masuk.

Di tariknya nafas dalam-dalam untuk merubah suasana hatinya.

“Dek, sory ganggu malem-malem. Gue cuma mau ngabarin besok syuting tim 2 di cibubur yaaa… Progres persiapan property udah 90%. Lo kalau mau nyusul agak siangan aja, biar gue siapin tenda dulu.” begitu bunyi pesan pertama yang di kirim oleh salah satu rekan satu timnya, bernama Roni.

Sekedar info, rekan satu timnya memang banyak yang memanggil Bella adek karena menyesuaikan dengan cara sang kakak memanggilnya. Hah, semua rekan satu timnya memang mengenal benar siapa Ozi. Sering kali ia datang ke lokasi syuting baik untuk mengantar Bella atau sekedar berbincang dengan tim Bella yang ujung-ujungnya menitipkannya.

Bang ozi memang tiada duanya.

“Syiiaapp bang! Btw, mau gue bawain makanan gak buat makan siang?” balas Bella dengan wajah yang ekspresif walau yang ia kirim hanya pesan text.

“Kagak usah. Kalau gak keberatan, lo bawain buat bakar-bakaran aja malemnya. Soalnya anak-anak ada scene malem. Suka laper katanya.” Cepat sekali Roni membalas.

“Okeyy!! Sekalian gue pesenin bajigur atau bandrek yaaa,”

“Ashiap bella cantik. Kita tungguin!”

Bella hanya tersenyum membaca balasan pesan dari bang Roni. Ia sangat bersyukur rekan satu timnya lebih terasa seperti keluarga. Rasanya Bella seperti memiliki banyak kakak di tempat kerjanya.

“Belsky… Lo lupa bawa paket buat abang Bimbim yaaa…” kalau ini sudah pasti pesan dari Inka.

“Astaga!!!!” Bella langsung terbangun saat mengingat titipan paket dari Inka untuk sang kakak.

Di antara teman-temannya, hanya Inka yang memanggil seorang Bima Andika Fauzi dengan panggilan Bimbim. Di luar itu, mereka memanggilnya Ozi.

“Maaf eoni, gue lupa…. Besok bang Ozi nganterin gue kok, gue kasiin pagi-pagi yaaa… Tolong jangan murka.” Panggilan eoni biasanya bisa meluluhkan hati Inka. Tentu saja, ia sangat suka dengan yang berbau korea.

“It’s okey belsky, besok gue tunggu depan pos satpam. Biar lo gak lupa ye kan?!” ada emot kiss yang ia sematkan di ujung kalimatnya.

“Baik eoni. Besok gue kabarin kalau  udah sampe lampu merah terakhir menuju kantor.”

Emoticon hug berderet yang akhirnya di kirim Inka. Tidak terbayang seberapa erat Inka memeluknya. Bella hanya tersenyum melihat sahabatnya yang sangat ekspresif di chat ini.

Tiba-tiba, senyumnya terhenti saat melihat nama Rangga yang tersemat di deretan chat yang paling atas.

“My R” dengan emoticon hati warna hitam di ujungnya dan di beri label warna peach, warna favoritnya. Sengaja ia sematkan nama Rangga di kontaknya agar selalu paling atas. Dalam pikirannya Rangga adalah prioritasnya dan seseorang yang selalu ia nanti kabarnya walau tidak jarang ia di buat menunggu hanya oleh sebuah balasan pesan singkat huruf “Y”. Terkadang harus ia yang lebih dulu bertanya kabar atau mengabari laki-laki ini. Apa memang semua laki-laki bersikap seperti itu?

Seperti saat ini, sudah beberapa menit berlalu, Rangga belum memberinya kabar. Akhirnya Bella yang mengiriminya chat lebih dulu.

“Yang, udah nyampe?” tulis Bella. 5 menit lalu 10 menit pun berlalu tapi masih belum ada balasan.

Semakin lama di tatap ternyata layar ponsel makin membuat mata bulatnya mulai lelah, binarnya mulai redup. Ia melepas kacamata yang setiap saat setia membantunya untuk melihat lebih jelas. Cahaya dari layar ponsel membuatnya sedikit memincingkan mata.

Pesannya sudah terkirim namun belum di baca. Mungkin Rangga masih di jalan.

Lantas Bella beranjak dari tempat tidurnya. Menaruh kacamata di atas meja rias, melepas ikat rambut untuk kemudian ia cium rambut panjangnya.

“Huweeekkk!!! Mesti keramas ini.” Gumamnya, saat mencium bau asam dari rambutnya. Sedikit merapikan rambutnya di depan cermin, terutama anak rambut yang sedikit keriting di bagian pelipisnya.

Beberapa saat ia memandangi wajahnya yang kuyu dan lelah. Satu lagi jerawat tumbuh di dagunya pertanda ia akan segera bertemu tamu bulanannya.

“Haisshh, kapan sih bisa lancar mens tanpa harus ada jerawat dulu?” menekan-nekan jerawat yang masih memerah. Rasanya gatal ingin segera memecahkannya. Tapi kalau ia lakukan, mungkin besok ibunya akan mengomelinya,

“Adek, udah mamah bilang kalau  jerawatan jangan di tekan dan di pecahin sendiri gitu. Mending ke klinik kecantikan, sekalian perawatan.” Kalimat itu yang biasanya di ucapkan Saras untuk mengingatkannya.

Bella jadi tersenyum sendiri. Klinik kecantikan bukan tempat yang bisa masuk dalam daftar prioritasnya saat ini. Yang masuk dalam prioritasnya adalah amplop-amplop tersusun rapi yang ada di dalam laci yang saat ini ia pandangi.

“Biaya bulanan, tabungan, cicil hutang dan lain-lain.” Kembali isi kepala Bella mengeja tulisannya sendiri.

Tidak ia pungkiri, gajinya bekerja di PH sangat lah cukup. Terlebih ia sering mendapatkan bonus kalau mengambil pekerjaan sampingan semisal membuat kerangka script untuk sebuah mini seri atau part tertentu dalam sinetron atau serial yang sedang di garap oleh PH nya. Seringkali ia membuat Synopsis cerita walau pada akhirnya, namanya tidak pernah muncul sebagai penulis script kendati begitu uang yang ia terima sangat lumayan.

“Semangat Bell, akan ada saatnya lo nikmatin apa yang udah lo dapet. Tapi saat ini, hang on, ada hal yang lebih dulu harus lo prioritaskan.”

Dengan tatapan berbinar di kaca, ia berusaha menyemangati dirinya sendiri.

“Ya, bertahan untuk beberapa saat lagi, hem?” di tepuk-tepuk bahunya sendiri dengan lembut, seperti tengah mengalirkan energi positif untuk perasaannya yang kadang terasa nelangsa. Saat ini, masih banyak yang harus ia pikirkan, alih-alih memikirkan dirinya sendiri.

Mungkin saja, besok ada rejeki lain yang bisa membuatnya lebih menikmati sedikit banyak hasil keringatnya.

*****

Terpopuler

Comments

Bunda dinna

Bunda dinna

Biar pun rada kasar semua ucapan Ozi benar adanya

2023-02-07

1

N⃟ʲᵃᵃB⃟cQueenSyaⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈

N⃟ʲᵃᵃB⃟cQueenSyaⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈

si bungsu yg kuat dan pekerja keras, meskipun dimanja sama mama dan abang nya...

2023-02-03

1

Kristina Situmeang

Kristina Situmeang

kayaknya ozy feeling-nya gak bagus tentang Rangga deh

2023-01-23

1

lihat semua
Episodes
1 Berharap pada dua kaki
2 1 bulan lalu
3 Bella - Rangga
4 Abang Over protective
5 Tamu tak diundang
6 Para pejantan tangguh
7 Bocah belajar ngomong
8 Sahabat emang sahabat
9 Demi PH
10 Apakah cukup?
11 I'll try my best
12 Susu vanila VS susu coklat
13 Permintaan Bos
14 Apa harus iya?
15 Perpisahan itu menyedihkan
16 Memandangi
17 Memandangi 2
18 Uniknya Bella
19 Saling mengenal
20 Secret Admirer
21 Tragedi Surabaya
22 Buka mata
23 Menjaga jarak
24 Semakin mirip Bella
25 Kejutan tidak menyenangkan
26 Terima kasih sudah peduli
27 Devan VS Rangga
28 Bujukan Bella
29 Oow...
30 Pop Corn Caramel
31 Permintaan Ozi
32 Ketika keputusan di buat
33 Survey yang cantik
34 Apakah ia benar-benar Rangga?
35 Menjaga diri lebih baik lagi
36 Memilih Pergi
37 Puzzle
38 Rasa berdebar
39 Kenyataannya...
40 Luka Bella
41 Masa lalu kita
42 Pagi yang asing
43 Gossip yang beredar
44 Si paling cantik
45 Tidak bisa begini
46 Ketika semuanya hingar
47 Kecemasan itu
48 Usaha untuk Bella
49 Feel blue
50 Bersama dia,
51 Titik putih
52 Kesemerawutan
53 Lompatan besar
54 Keputusan bulat
55 Konfrensi pers
56 Bukan perkara waktu
57 Yang menjadi milikmu akan kembali
58 Penyesalan Ozi
59 Syuting Hari pertama
60 Permintaan Bella
61 Gue memang ganteng
62 Gara-gara nasi goreng
63 Sarapan buatan Bella
64 Pempek
65 Saat Kita Bertemu
66 Pilih siapa?
67 Bell,...
68 Apa ini cemburu?
69 Memilih untuk terus bersama
70 Kegalauan Devan
71 Amara dan Amara lagi
72 Sedekat ini
73 Berbuat banyak untuk orang lain
74 Setiap sesal
75 Nonton sama siapa?
76 Tenderloin steak
77 Berlomba
78 Tedy bear
79 Sebanyak apa yang gak gue tau tentang lo?
80 He need me
81 Tim pendukung
82 Pilihan
83 Di taman
84 Mengsalting
85 Bertemu dia
86 Keputusan bersama
87 Gadis keras kepala
88 Pria Eropa
89 Kesesakan
90 Jl Akasia Nomor 18
91 Apa sudah menunjukkan yang terbaik?
92 Hanya angin lalu
93 Pengakuan
94 Menarilah dan terus tertawa
95 Honey moon?
96 Kesalahan
97 Apa yang terjadi, Bell?
98 Jangan berbicara masa lalu
99 Bis Cinta
100 Apa yang mereka bicarakan?
101 Dia yang sakit
102 Menyerah saja kah?
103 Sisa kehancuran
104 Lebih dari 3 kata kecil
105 Keterpaksaan
106 Keluarga
107 Tentang pilihan
108 Belskyy, jangan bikin gue bingung!
109 Endorse?
110 Jutaan bunga
111 Mana yang lebih cepat?
112 Tidak karuan
113 Gue takut
114 Suntikan semangat
115 ARA!!!
116 Ra, buka pintunya...
117 Profesionalitas
118 Pancingan emosi
119 Ada yang berakhir
120 Boomerang
121 Apa aku katakan saja?
122 sang lelaki
123 Perjanjian
124 Rasa sakit
125 HEH!
126 Sidang
127 Bayi gondrong
128 Viral
129 Siapa penyebarnya?
130 Kebingungan di hari yang sama
131 Keputusan Final
132 Keputusan Final
133 Tipu muslihat
134 Tamu untuk Bella
135 Berpikir ulang
136 Cemburu?
137 Mas Kawin
138 Saksi pernikahan
139 Menghadapi rasa takut
140 Kangeenn Ayaaang 1
141 Kangeenn Ayang 2
142 Bella's Script
143 eS A Ha, SAH!!
144 Foto keluarga
145 Lampu merah
146 Kelegaan
147 NgeFans
148 Oase
149 Teror
150 Rumah Singgah
151 Handuk dan selimut
152 Release
153 Keluarga dan kecemasan
154 Harapan mamah dan adek
155 Perdebatan
156 Harus tau,
157 Aku ikut!
158 Mengingat kebaikan
159 Pelaku
160 Cukup kau di sampingku
161 Menghentikan langkah
162 Menagih janji
163 Kaki tangan yang meminta jadi kepala
164 Terbangun
165 Didekatkan
166 Mas, pulang
167 Cerita masa lalu
168 Kapankah kembali
169 Kejutan Untuk Amara
170 Bungkus!!!
171 Kesepakatan
172 Usaha Rangga
173 Kotak Pandora milik Amara
174 Terpuruk bukan pilihan
175 Kecemasan untuk Inka
176 Memanjakan Istri
177 Pagi yang Indah
178 Berpisah dengan masa lalu
179 Berpisah dengan masa lalu 2
180 Perlawanan
181 Plester pembalut luka
182 Di mabuk Cinta
183 Menyembunyikan Amara
184 Rencana Devan
185 Resep obat Devan
186 Call him, dady
187 Kulit ayam Ibra
188 Rencana masing-masing
189 Sambutan Jihan
190 Siasat Jihan
191 Sedang apa kamu di sini?
192 Kesengajaan Inka
193 Coming up gais!!!
194 Penjelasan Devan
195 Menunggu keputusan Rangga
196 Tamparan
197 Klarifikasi 1
198 Klarifikasi 2
199 Klarifikasi
200 Keinginan Amara
201 Ketegasan Rangga
202 Tempat terbaik adalah rumah
203 Memohon
204 Langit abu dan cerah
205 Keluarga baru
206 Kunjungan pagi
207 Tendangan bertubi-tubi
208 Pilihan sulit
209 Sedekat urat nadi, sejauh langit dan bumi
210 Bayi Eropa
211 Kronologis
212 Perpisahan dengan sahabat
213 Teamwork
214 Menyemangati sang pemeran utama
215 Kecemasan seorang anak
216 Berpisah dan bertemu dengan rasa sakit
217 Dua orang yang saling menyayangi
218 Makan malam romantis
219 Perbincangan malam
220 Tawaran
221 Fans
222 Badak api dan badak air
223 Apa bisa?
224 Kunjungan seorang ayah
225 Keputusan tiba-tiba
226 Menyusul
227 Pertemuannya yang menyakitkan
228 Penjelasan
229 Penuntasan kemarahan
230 Cerita masa lalu sahabat
231 Video baru
232 Bebek penyemangat
233 Di depan mata,...
234 Rahasia Amara
235 Keputusan bersama
236 Lo gue, End!
237 Kekecewaan seorang ayah
238 Pembelaan calon suami
239 Putus asa
240 Gangguan malam-malam
241 Sup Lao hua tang
242 Akupun tidak punya pilihan
243 Gala Premier
244 Antusiasme
245 Mata yang sama
246 Maria
247 Kejutan dari papah mertua
248 Membuka lembaran baru
249 Pagiku cerah
250 Real Bella's Script
251 Bungkus?
252 Menjadi Dia
253 Ranjang Dingin Ibu Tiri
Episodes

Updated 253 Episodes

1
Berharap pada dua kaki
2
1 bulan lalu
3
Bella - Rangga
4
Abang Over protective
5
Tamu tak diundang
6
Para pejantan tangguh
7
Bocah belajar ngomong
8
Sahabat emang sahabat
9
Demi PH
10
Apakah cukup?
11
I'll try my best
12
Susu vanila VS susu coklat
13
Permintaan Bos
14
Apa harus iya?
15
Perpisahan itu menyedihkan
16
Memandangi
17
Memandangi 2
18
Uniknya Bella
19
Saling mengenal
20
Secret Admirer
21
Tragedi Surabaya
22
Buka mata
23
Menjaga jarak
24
Semakin mirip Bella
25
Kejutan tidak menyenangkan
26
Terima kasih sudah peduli
27
Devan VS Rangga
28
Bujukan Bella
29
Oow...
30
Pop Corn Caramel
31
Permintaan Ozi
32
Ketika keputusan di buat
33
Survey yang cantik
34
Apakah ia benar-benar Rangga?
35
Menjaga diri lebih baik lagi
36
Memilih Pergi
37
Puzzle
38
Rasa berdebar
39
Kenyataannya...
40
Luka Bella
41
Masa lalu kita
42
Pagi yang asing
43
Gossip yang beredar
44
Si paling cantik
45
Tidak bisa begini
46
Ketika semuanya hingar
47
Kecemasan itu
48
Usaha untuk Bella
49
Feel blue
50
Bersama dia,
51
Titik putih
52
Kesemerawutan
53
Lompatan besar
54
Keputusan bulat
55
Konfrensi pers
56
Bukan perkara waktu
57
Yang menjadi milikmu akan kembali
58
Penyesalan Ozi
59
Syuting Hari pertama
60
Permintaan Bella
61
Gue memang ganteng
62
Gara-gara nasi goreng
63
Sarapan buatan Bella
64
Pempek
65
Saat Kita Bertemu
66
Pilih siapa?
67
Bell,...
68
Apa ini cemburu?
69
Memilih untuk terus bersama
70
Kegalauan Devan
71
Amara dan Amara lagi
72
Sedekat ini
73
Berbuat banyak untuk orang lain
74
Setiap sesal
75
Nonton sama siapa?
76
Tenderloin steak
77
Berlomba
78
Tedy bear
79
Sebanyak apa yang gak gue tau tentang lo?
80
He need me
81
Tim pendukung
82
Pilihan
83
Di taman
84
Mengsalting
85
Bertemu dia
86
Keputusan bersama
87
Gadis keras kepala
88
Pria Eropa
89
Kesesakan
90
Jl Akasia Nomor 18
91
Apa sudah menunjukkan yang terbaik?
92
Hanya angin lalu
93
Pengakuan
94
Menarilah dan terus tertawa
95
Honey moon?
96
Kesalahan
97
Apa yang terjadi, Bell?
98
Jangan berbicara masa lalu
99
Bis Cinta
100
Apa yang mereka bicarakan?
101
Dia yang sakit
102
Menyerah saja kah?
103
Sisa kehancuran
104
Lebih dari 3 kata kecil
105
Keterpaksaan
106
Keluarga
107
Tentang pilihan
108
Belskyy, jangan bikin gue bingung!
109
Endorse?
110
Jutaan bunga
111
Mana yang lebih cepat?
112
Tidak karuan
113
Gue takut
114
Suntikan semangat
115
ARA!!!
116
Ra, buka pintunya...
117
Profesionalitas
118
Pancingan emosi
119
Ada yang berakhir
120
Boomerang
121
Apa aku katakan saja?
122
sang lelaki
123
Perjanjian
124
Rasa sakit
125
HEH!
126
Sidang
127
Bayi gondrong
128
Viral
129
Siapa penyebarnya?
130
Kebingungan di hari yang sama
131
Keputusan Final
132
Keputusan Final
133
Tipu muslihat
134
Tamu untuk Bella
135
Berpikir ulang
136
Cemburu?
137
Mas Kawin
138
Saksi pernikahan
139
Menghadapi rasa takut
140
Kangeenn Ayaaang 1
141
Kangeenn Ayang 2
142
Bella's Script
143
eS A Ha, SAH!!
144
Foto keluarga
145
Lampu merah
146
Kelegaan
147
NgeFans
148
Oase
149
Teror
150
Rumah Singgah
151
Handuk dan selimut
152
Release
153
Keluarga dan kecemasan
154
Harapan mamah dan adek
155
Perdebatan
156
Harus tau,
157
Aku ikut!
158
Mengingat kebaikan
159
Pelaku
160
Cukup kau di sampingku
161
Menghentikan langkah
162
Menagih janji
163
Kaki tangan yang meminta jadi kepala
164
Terbangun
165
Didekatkan
166
Mas, pulang
167
Cerita masa lalu
168
Kapankah kembali
169
Kejutan Untuk Amara
170
Bungkus!!!
171
Kesepakatan
172
Usaha Rangga
173
Kotak Pandora milik Amara
174
Terpuruk bukan pilihan
175
Kecemasan untuk Inka
176
Memanjakan Istri
177
Pagi yang Indah
178
Berpisah dengan masa lalu
179
Berpisah dengan masa lalu 2
180
Perlawanan
181
Plester pembalut luka
182
Di mabuk Cinta
183
Menyembunyikan Amara
184
Rencana Devan
185
Resep obat Devan
186
Call him, dady
187
Kulit ayam Ibra
188
Rencana masing-masing
189
Sambutan Jihan
190
Siasat Jihan
191
Sedang apa kamu di sini?
192
Kesengajaan Inka
193
Coming up gais!!!
194
Penjelasan Devan
195
Menunggu keputusan Rangga
196
Tamparan
197
Klarifikasi 1
198
Klarifikasi 2
199
Klarifikasi
200
Keinginan Amara
201
Ketegasan Rangga
202
Tempat terbaik adalah rumah
203
Memohon
204
Langit abu dan cerah
205
Keluarga baru
206
Kunjungan pagi
207
Tendangan bertubi-tubi
208
Pilihan sulit
209
Sedekat urat nadi, sejauh langit dan bumi
210
Bayi Eropa
211
Kronologis
212
Perpisahan dengan sahabat
213
Teamwork
214
Menyemangati sang pemeran utama
215
Kecemasan seorang anak
216
Berpisah dan bertemu dengan rasa sakit
217
Dua orang yang saling menyayangi
218
Makan malam romantis
219
Perbincangan malam
220
Tawaran
221
Fans
222
Badak api dan badak air
223
Apa bisa?
224
Kunjungan seorang ayah
225
Keputusan tiba-tiba
226
Menyusul
227
Pertemuannya yang menyakitkan
228
Penjelasan
229
Penuntasan kemarahan
230
Cerita masa lalu sahabat
231
Video baru
232
Bebek penyemangat
233
Di depan mata,...
234
Rahasia Amara
235
Keputusan bersama
236
Lo gue, End!
237
Kekecewaan seorang ayah
238
Pembelaan calon suami
239
Putus asa
240
Gangguan malam-malam
241
Sup Lao hua tang
242
Akupun tidak punya pilihan
243
Gala Premier
244
Antusiasme
245
Mata yang sama
246
Maria
247
Kejutan dari papah mertua
248
Membuka lembaran baru
249
Pagiku cerah
250
Real Bella's Script
251
Bungkus?
252
Menjadi Dia
253
Ranjang Dingin Ibu Tiri

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!