“Dek, subuh!!!” suara ketukan disambung suara Ozi terdengar jelas di balik pintu kamar Bella.
“Hem,” jawaban refleks Bella saat tidur nyenyaknya mulai terusik.
Ralat, semalam ia tidak tidur dengan nyenyak. Tunggu, memang kapan terakhir dia tidur nyenyak? entahlah. Terlebih setelah keributan semalam dengan sang kakak, mana bisa ia tidur nyenyak. Maka dari itu, begitu sulit rasanya untuk membuka mata.
Bella menurunkan selimut yang membungkus tubuhnya. Matanya beberapa kali mengerjap, berusaha terbuka dan menyesuaikan dengan cahaya remang dari lampu tidurnya. Dibangunkan sebelum tubuh cukup beristirahat memang membuat tubuh terasa pegal dan kepala sedikit pusing. Padahal rasanya Bella tidak sedang sakit.
“Dek, subuh!!!” lagi suara itu terdengar.
Jawaban “Hem,” memang tidak pernah cukup untuk Ozi. Ia bayangkan, saat adiknya hanya menjawab “Hem,” bisa di pastikan Bella masih memeluk guling dengan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya dan hanya memperlihatkan ujung kepalanya saja. Dan tentu saja matanya pun masih terpejam.
“Iya abaaaang!!! Gue udah bangun! Alhamdulillahil adzi ahyana ba'da ma amatana wa iliahin nusyur!!!!”
Kalau sudah ngegas begini, sudah pasti Bella sudah duduk dengan wajah malas dan bibirnya yang mengerucut karena kesal karena terus di bangunkan.
Di luar kamar, Ozi hanya tersenyum mendengar jawaban Bella. Tubuhnya yang semula bersandar pada dinding kamar sambil bersidekap akhirnya kembali tegak. Ia sudah lengkap dengan pakaian olah raganya dan bersiap untuk jogging pagi.
“Good girl!” ujarnya seraya berlalu dari depan kamar Bella. Tidak lupa ia memakai headphone yang ia lingkarkan di lehernya dan mulai menyetel music untuk menemaninya mencari keringat.
Di kamarnya, tangan Bella kelayapan mencari ponselnya. “Tring.” Notif kalau baterai ponselnya lemah langsung terdengar.
“5% lagi. Haish kenapa gue sampe lupa charge hp sih? Kebiasaan.” Dengusnya.
Dengan malas ia turun dari tempat tidur. Matanya yang belum terbuka seluruhnya tampak memincing, mencari keberadaan kabel charger. Di raihnya kabel charger yang sudah terhubung ke sumber listrik. Bateraipun mengisi.
Di depan meja riasnya ia berdiri. Terlihat Jerawat merah di dagu yang mulai meradang terasa nyeri dan nyut-nyutan. Beruntung sudah biasa. Di ambilnya ikat rambut lantas ia gulung rambutnya dan bersiap mandi pagi.
Hari baru di mulai lagi.
*****
“Bang! Lo di dalem?” teriak Bella saat sudah berada di depan kamar Ozi. Ia masih mengenakan piyama mandi lengkap dengan rambut yang di gulung di dalam handuk.
Tidak ada suara yang terdengar dari dalam.
“Gue masuk ya!” serunya seraya memutar handle pintu dan sedikit mendorongnya agar terbuka.
Melihat kamar kakaknya, dahi Bella sedikit mengernyit. “Tumben masih berantakan.” Gumamnya.
Biasanya jam segini kamar Ozi sudah rapi dan wangi disinfektan spray. Maklum tuan OCD satu ini sangat tidak menyukai kesemerawutan apalagi lingkungan yang kotor.
Dari dalam kamar mandi terdengar suara gemericik air. Mungkin Ozi sedang mandi.
Sedikit mendekat ke pintu kamar mandi, “Bang, gue pinjem hoodie lo yaaa…” teriaknya meminta izin.
Berganti hari, ia lupa dengan pertengkarannya semalam. Ya begitulah kakak adik, sering bertengkar tapi cepat berbaikan. Sering juga saling pinjam barang.
Bella akui ia memang sangat suka memakai jaket milik kakaknya yang berukuran besar. Tidak hanya jaket, kadang kemeja dan topi pun ia pinjam dari kakaknya.
Ngomong-ngomong, tidak ada jawaban dari Ozi, yang berarti boleh.
Dengan semangat Bella membuka lemari sang kakak yang di penuhi oleh bermacam jacket pria. Di ambilnya hoodie warna navy lalu ia ukurkan ke tubuhnya.
“Pas!” serunya dengan riang.
Tidak lama suara pintu kamar mandi terbuka. Namun langkahnya tidak mendekat.
“Gak usah bawel, tar gajian gue ganti jaketnya. Gue pinjem ini karena gue pulang malem hari ini. Ada syuting di bogor.” Cerocos Bella sebelum sang kakak mengomelinya.
Di lepasnya piyama mandi dan memperlihatkan tangtop serta hot pants yang membungkus tubuhnya.
“Umur lo berapa, maen buka baju depan cowok?” ujar suara berat di belakang Bella.
“Astaga!” Bella terhenyak. Ia tidak mengenali suara itu dan pasti bukan suara Ozi. Dengan cepat ia memakai kembali piyama mandinya. Takut-takut ia berbalik dan terlihat seorang laki-laki bertubuh basah dengan rambut gondrongnya berdiri tegak di hadapannya.
Hanya selembar handuk yang melingkar di pinggang menutupi bagian bawah tubuhnya.
“AAAAAARRGGHHHHH!!!!!!!” teriak Bella.
“Heh! Astaga!” laki-laki itu segera mendekat dan membekap mulut Bella.
“Lo gak gue apa-apain anjir!” gerutunya yang ikut kaget campur panik.
Mata Bella membulat melihat wajah asing di hadapannya. Ia benar-benar tidak mengenalinya. Tubuh yang tinggi, dada yang bidang di tumbuhi rambut halus di padu dengan wajah dingin dan mata tajam laki-laki itu seolah menguncinya. Ia masih berusaha berteriak namun rasanya pita suaranya menyempit hingga tidak mengeluarkan suara.
Tetesan air dari rambut laki-laki itu seperti menetes pelan, mode slow motion yang biasa Bella gambarkan pada script drama yang ia buat dan kali ini ia mengalaminya sendiri.
Matanya meredup, seperti meminta pengampunan agar ia tidak di sakiti. Bayangan menakutkan di benaknya tiba-tiba saja hinggap. Astaga siapa laki-laki ini?
*****
Suasana canggung sangat terasa di meja makan. Masing-masing sibuk dengan menu sarapan di hadapannya. Lebih tepatnya berusaha terlihat sibuk.
Ozi memperhatikan sang adik yang sejak tadi terus menunduk, seperti menghindari pandangan dari laki-laki yang duduk di sampingnya. Sementara laki-laki di sampingnya acuh saja, seperti tidak merasa berdosa telah membuat sang adik nyaris mati berdiri karena keterkejutannya.
“Dek,!” panggil Ozi pada sang adik yang terlihat tidak fokus. Bisa terlihat saat Bella menambahkan sauce pada roti bakar yang di penuhi selai blueberry kesukaannya.
“Hem!” hanya itu jawabannya, tanpa berani mengangkat wajahnya. Ia masih sangat malu saat mengingat bagaimana ia mempertunjukkan tubuhnya yang nyaris polos di hadapan laki-laki yang duduk di samping sang kakak. Dan saat ini pikirannya masih di penuhi wangi mint dari tubuh laki-laki itu serta bayangan dadanya yang bidang.
“Heh, liat gue kalau lagi ngomong!” gertak Ozi. Ia melempar ujung roti pada sang adik.
“Abaang…” Saras berusaha menengahi sambil mengusap punggung putrinya. Ia pun sama, masih sangat terkejut setelah mendengar teriakan Bella pagi ini.
Ozi menghela nafasnya dalam, ia mengerti Bella masih sangat kaget dengan kejadian pagi tadi. Tapi keadaan saat ini terasa sangat canggung. Seperti ada seorang penjahat yang duduk di tengah-tengah mereka.
“Devan gak sengaja. Lo tau itu kan?” suara Ozi mulai melemah.
Dua anggukan yang Bella berikan sebagai bentuk pengertian. Tapi sayangnya itu tidak lantas menghilangkan pikian-pikiran yang ada di benaknya.
"Kalau lo mau dia tanggung jawab, gue bakalan mintain tanggung jawab sama dia. Lo ngomong aja." imbuh Ozi, yang membuat Bella langsung menggelengkan kepala. Sementara laki-laki bernama Devan itu menoleh Ozi yang tersenyum iseng.
“Ya udah, kalau gitu abang sekalian izin sama mamah, Devan akan tinggal di sini selama beberapa bulan. Dia ada pekerjaan di sini.” Terang Ozi, berusaha menetralisir keadaan.
Sedikit mengintip dengan sudut matanya, Bella melihat laki-laki itu tersenyum pada ibunya.
“Iyaa, mamah gak apa-apa. Malah seneng, di rumah jadi rame. Gak sepi. Gak apa-apa kan dek?” Saras meminta persetujuan sang putri.
Bertahun-tahun tinggal bertiga, tentu akan sangat berbeda jika bertambah 1 orang yang dianggap asing oleh putrinya. Akan ada rasa canggung seperti sekarang.
Bella melihat wajah orang-orang yang tertuju padanya, kecuali laki-laki bernama Devan itu. Laki-laki itu masih sibuk dengan sarapannya seolah tidak peduli Bella setuju atau tidak ia tinggal di rumah itu.
Bella menghembuskan nafasnya kasar, tidak ada gunanya ia masih merasa malu toh laki-laki itu cuek saja.
“Lain kali, abang kalau mau ngajak orang ke rumah, kasih kabar dulu. Jangan tiba-tiba ada di kamar. Kan lo tau kalau gue sering keluar masuk kamar lo.” protes Bella dengan kesal.
“Iya sorry, gue lupa bilang. Semalem lo ke buru masuk jadi gak sempet gue kenalin. Eh tapi gak perlu gue kenalin juga kali, kan lo udah pada saling kenal.” Terang Ozi santai. Sempat-sempatnya ia menepuk bahu Devan dan yang di tepuk tidak berekspresi apapun.
“Ya itu kan dulu, sebelum gue ngerti kalau orang bisa seenaknya pergi terus seenaknya balik lagi.” Cetus Bella. Kali ini ia menatap Devan dengan sinis lalu mendelik kesal. Kekesalannya yang dulu kembali terasa saat ini.
Devan tidak bergeming. Ia memilih menghabiskan suapan terakhir roti dari piringnya tanpa rasa bersalah. Selintas melirik Bella namun Bella segera membuang pandangannya.
“Lain kali, lo kalau mau ke kamar gue, bilang dulu yaaa…” ujar Ozi seraya mengusap kepala Bella dengan sayang.
Ia pun merasa bersalah karena membuat sang adik tidak nyaman.
“Udah gak niat gue masuk kamar lo!” timpal Bella seraya beranjak.
“Adek,, mau kemana. Itu susunya belum habis.” Saras segera menahan tangan Bella saat melihat Bella yang mengambil tasnya.
“Adek berangkat pagi mah, mau ke Bogor. Mungkin pulang malem.” Di raihnya tangan Saras lalu ia cium.
“Mau gue jemput pulangnya?” Ozi ikut beranjak. Mengambil jaket dan kunci motornya.
“Lo gak usah nganter, gue berangkat sendiri aja.” Tolak Bella saat melihat sarapan sang kakak yang belum habis. Tersisa pinggiran roti, bagian yang tidak Ozi sukai.
“Sejak kapan gue bolehin lo berangkat sendiri?” timpal Ozi acuh. Di teguknya susu sisa Bella untuk ia habiskan. Mubazir katanya. Mungkin ini yang membuat Ozi tumbuh ke atas dengan tegap dan Bella tumbuh ke samping agak bulat. Ups!
Bella hanya berdesis. Memang ia tidak pernah berangkat tanpa di antar Ozi. Sekalipun Ozi berhalangan, maka Ozi akan memesankan taksi online untuknya.
“Lo santai aja di rumah ya. Titip nyokap.” Tidak lupa ia berpesan pada Devan.
“Hem, hati-hati bro.” timpalnya singkat.
Bella mendelik kesal, selama makan baru sekarang suaranya terdengar. Bahkan tidak ada permintaan maaf karena telah melihat tubuhnya dengan pakaian minim. Seperti yang Ozi bilang, Devan tidak sengaja dan tidak salah. Hah, beneran tidak salah?
“Berangkat ya mah,” Ozi menyalimi tangan Saras.
“Iya hati-hati di jalan.” Dengan penuh do’a Saras berucap dalam hati untuk keselamatan kedua anaknya.
“Assalamu ‘alaikum…” ujar Ozi dan Bella bersamaan.
“Wa’alaikum salam…” walau sedang marah, mereka bisa tetap kompak, membuat Saras tersenyum tipis kali ini.
Di luar rumah, terlihat sebuah mobil jenis station wagon antic yang terparkir rapi. Dari tampilannya yang mulus, bisa di perkirakan mobil ini berharga fantastis dan biasanya hanya di miliki para collector saja.
Bella memperhatikan mobil itu. “Punya temen lo?” tanyanya sinis.
“Hem.” Sahut Ozi. Ia memberikan helm pada sang adik untuk di pakai.
Bisa Bella pahami, ternyata hobi Ozi dan Devan sama-sama di mobil antik. Mungkin hal ini yang membuat dua laki-laki ini tetap bersahabat, memiliki hobi yang sama dan kebiasaan yang tidak jauh berbeda.
Sebenarnya Ozi pun pernah memiliki sebuah mobil antik produksi Jerman, namun beberapa tahun lalu harus di jual karena kebutuhan lain yang lebih mendesak.
“Mobil lo masih di pake sama cowok lo?” pertanyaan itu di lontarkan Ozi saat mereka sudah ada di atas motor. Melaju santai keluar dari halaman rumah.
“Hem,” jawab Bella singkat. Entah mengapa akhir-akhir ini Ozi sering bertanya hal-hal yang berhubungan dengan Rangga. Entah itu sengaja atau tidak.
“Lo juga kan butuh bel, apalagi kayak sekarang, lo harus keluar kota. Gak mungkin kan ngandelin taksi atau ojek online?” di antara deru angin, suara Ozi masih terdengar jelas.
“Dia lebih butuh.” Bella segera memalingkan wajahnya dari pandangan Ozi di spion.
“Dia masih nge-band?” pertanyaan Ozi berlanjut. Bella hanya mengangguk mengiyakan. Mengeratkan pelukannya pada sang kakak saat laju motor semakin kencang.
“Kenapa gak nyari kerjaan lain sih? Mungkin aja peruntungan dia bukan di dunia musik. Bukannya dulu dia kuliah jurusan ekonomi ya? Lapangan kerja buat orang lulusan ekonomi kan banyak.” Ozi mulai serius membahas masalah Rangga.
Sejenak Bella terdiam. Bukan baru sekali dua kali Bella menyarankan hal yang sama pada Rangga, hanya saja Rangga selalu beralasan kalau jiwanya ada di musik. Dan saat Bella terlalu keras memintanya untuk beralih mencoba peruntungan lain, alasan tidak mendukung akan menjadi kalimat menyakitkan yang berujung pertengkaran di antara Bella dan Rangga.
Melihat Bella yang terpaku, membuat Ozi merasa khawatir. Sebenarnya ia tahu kalau Bella pasti sudah pernah membicarakan hal ini dengan Rangga. Yang tidak Ozi tahu, entah mengapa Bella tidak pernah menyerah dengan hubungannya padahal sering kali ia mendengar sang adik bertengkar hingga menangis.
“Gue gak maksud apa-apa.” Suara Ozi kembali menyadarkan Bella dari lamunannya.
“Gue cuma mikir, kalau cowok lo serius, harusnya dia punya alternatif solusi masa depan dia. Bukan terus-terusan ngusahain band-nya yang gak ada perkembangan.”
“Dia bakal bawa adek gue ke masa depannya, gue gak mau lo gak ada kepastian di masa depan.”
“Gue tau lo kerja, lo bisa ngehasilin duit sendiri dan lo juga mandiri. Tapi Bell, lo tetep seorang perempuan. Dan laki-laki kodratnya memastikan perempuan yang dia cintai terjamin di masa depan. Paling nggak, jangan bikin gue was-was karena keegoisannya ngurusin band.” Terang Ozi.
Bella hanya terangguk. Ia sangat mengerti kekhawatiran sang kakak. Apalagi jika sampai ibunya tahu kalau hubungan Bella sebenarnya tidak berkembang. 2 tahun lalu saat Bella bertengkar hebat dengan Rangga, Saras tahunya kalau Bella sudah putus dan tidak punya pacar. Untuk itu ia menyembunyikan hubungannya dari Saras hingga saat ini. Ia tidak mau Saras mencemaskannya karena Bella memiliki pacar dengan tempramen tidak terlalu baik.
Tapi bagaimana jika hatinya masih tidak ingin beralih?
******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 253 Episodes
Comments
Bunda dinna
Ada sebagian orang yg biar pun di sakiti tetep bertahan..seperti Bella
Biar pun g di pukul atau di tinggal.selingkuh tapi makan hati punya pacar seperti Rangga
2023-02-07
1
N⃟ʲᵃᵃB⃟cQueenSyaⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈
haisshh... bella beneran bucin yaa...
kudu di rukiyah nih si bella...
2023-02-03
1
Wiyanti SE
bahasa kalimat kekinian tp nyambung & gampang dimengerti, masuk dlm alur cerita yg seakan membawa pembaca larust di dlmnya.👍
semangat Thor 🙏
2022-11-03
1