Chapter : 17

Sampai di depan Mansion besar dengan gaya modern tentu saja tidak jauh dari kata kemegahan di sana. Beberapa penjaga berjaga di sana dan tentu saja penjagaan yang super ketat. Riki berjalan memasuki area depan Mansion tersebut dengan langkah besar, ia hanya ingin segera cepat selesai dan kembali ke Mansion miliknya sendiri.

Langkah masuk ke pintu utama, ketika Riki memasuki area ruang tamu yang luas itu di belakangnya di ikuti empat penjaga yang tentu saja mereka tau kalau Riki adalah pewaris juga meskipun anak angkat. Namun, kekuasaannya sama dan setara dengan Haruto.

Memang tidak sepenuh Haruto yang menguasai banyak hal, Riki lebih ke perusahaan yang tidak terlalu besar itu pun atas permintaannya sendiri.

Ia menaiki anak tangga ke sebuah ruangan yang biasanya dirinya dan saudara tirinya itu akan bertemu, ia membuka pintunya dengan menempelkan jarinya ke sensor agar pintu terbuka. Sampai pintu berbunyi, pemuda itu masuk ke dalam dan melihat kalau saudara nya tengah berdiri menghadap jendela.

"Ada perlu apa kau memanggilku?" Tanya Riki langsung ke to the poinnya, ia ingin segera selesai karena ada sesuatu yang ingin ia urus. Namun, tidak terburu-buru karena Riki memilih untuk tetap santai seperti biasa.

"Duduk lah dulu, minum. Aku hanya ingin mengobrol dengan mu saja." Ucap Haruto, ia tersenyum tipis dan duduk di sofa di susul oleh Riki yang duduk tepat di depan kakak tirinya itu yang lebih tua darinya satu tahun itu.

Ia melihat wajah lelaki itu tampak gusar, coba Riki menebak. Akan ada masalah baru yang akan menimpa, sampai ia merasa jika Haruto menatapnya membuatnya juga membalas tatapan Haruto dengan tatapan datar. Namun, dengan sikap santai seolah tidak tau apa apa.

"Ayah akan menjodohkan ku..."

Perkataan itu sukses membuat Riki melotot tak percaya, apa katanya? Dijodohkan?

Ayolah, jangan bercanda di saat seperti ini, di tambah penyerangan tadi tentu saja membuat pemuda bermarga Watanabe itu nyaris pecah kepalanya. Ayahnya menambah tugas di hidupnya, ia pikir selama ia sekolah ia akan tenang melepaskan semua tanggung jawabnya yang belum berat.

Mengurus perusahaan memang tidak seberapa lagi pula Haruto tidak masalah, ia pikir mengurus perusahaan akan sama saja melatih dirinya ke masa depan yang sama saja akan memegang hampir semua tahtanya sebagai pewaris utama. Namun, tentang perjodohan ini? Sungguh tidak habis pikir diri nya.

Bahkan termasuk Riki, ia tidak habis pikir dengan isi kepala ayah tirinya itu. Kenapa? Mendadak sekali? Di kepalanya cukup banyak tanda tanya dan pertanyaan yang bahkan belum tentu terjawab dengan cepat atau mungkin nanti.

"Mendadak sekali? Memangnya ada apa? Bukannya perusahaan yang kau pegang cukup maju melesat bukan dari sebelumnya?"

Haruto juga tidak tau, Riki bahkan masih banyak bertanya atas semuanya. Ia merasa agak kasihan dengan kakak tirinya itu, bagaimana pun mereka masih sama-sama anak sekolah yang bahkan belum melangkah ke jenjang ujian kelulusan.

"Entah lah, aku juga sudah menurut bukan? Mengurus perusahaan cukup berat, kenapa dia menjodohkan ku?"

"Coba kau bertanya lagi, memang siapa yang menjadi jodoh mu nanti?"

"Tuhan yang tau." Riki menatap datar ke arah Haruto dan melempar bantal ke arah wajah tampan itu membuat Haruto agak terkekeh pelan. Entah lah menggoda adiknya sangat menyenangkan sekali.

"Jangan bercanda."

"Oke Oke, dia dari keluarga Jang." Riki mengangkat alisnya, ia tidak asing dengan marga itu meskipun hanya sekilas ia tau.

Namun, tidak salah bukan? Itu adalah salah satu pemegang penjualan senjata ilegal terbesar. Bagaimana bisa ayahnya segila ini? Apakah pria tua itu mau berdamai dengan menjodohkan anaknya sendiri dengan anak musuhnya?

"Jangan gila, Wonyoung? Gadis licik itu? Kau yakin?" Tanya Riki bertubi tubi kepada kakaknya, itu membuat Haruto bertambah pusing.

Ia juga tidak akan mau dijodohkan di tambah ia sudah memiliki gadis incarannya, tentu saja mengincar gadis akan lebih baik dari pada dijodohkan.

Akan sangat buruk jika itu terjadi, di tambah kejadian beberapa tahun yang lalu nyatanya nyaris menewaskan Haruto. Gadis itu kenapa sih? Apakah jaman sekarang para gadis sudah tidak waras?

"Lelucon yang bagus."

"Aku sudah mencoba menolaknya Riki! Ayolah bantu aku! Gagalkan semua ini!" Riki tertawa pelan dan mengambil minuman yang berada di depannya.

Keluarga Jang, tentu saja ia tau. Sudah di katakan sebelumnya ia tau semuanya meskipun hanya sekilas, apakah permainannya akan di mulai detik ini? Pemuda itu menunduk, diam-diam tersenyum penuh arti bahkan orang di depannya tidak tau jika senyum itu tercipta.

Ia melihat telapak tangannya yang memiliki bekas goresan pedang. Namun, ia kembali menyembunyikan lukanya itu.

Bagaimana? Riki harus memulainya dari mana? Sepertinya akan sangat menarik nanti, Riki sangat menunggu hari ini sejak lama sekali.

"Baiklah, aku akan membantu mu. Tapi nanti, aku pulang." Haruto mendongak ke arah Riki yang mulai beranjak dari tempat duduknya hendak keluar dari pintu.

"Kau yakin? Kau bahkan hampir terbunuh saat itu?" Ucap Haruto membuat langkahnya tertentu, Riki sekilas tersenyum.

Ia tidak menoleh sama sekali, otaknya banyak sekali rencana yang akan ia lakukan ke depannya. Ia pikir akan sangat menyenangkan nanti, menyiksa orang lagi? Mendengar teriakan itu? Tangisan? Permintaan mohon maaf seraya berteriak? Lagu yang sangat indah.

"Tentu saja."

•••

Riki terdiam di depan cermin kamar mandi, menghadap ke arah cermin. Wajahnya yang basah dengan rambut yang lemas menutupi dahinya, mata nya juga tajam menatap ke arah dirinya sendiri.

Di dadanya terdapat luka goresan lumayan dalam, cukup panjang di sana menghiasi dada bidangnya sekarang. Bukan hanya itu, ada luka sayatan di bahunya dan tentu saja Riki tau siapa pelaku yang yang membuat luka di tubuhnya itu.

Namun, ia tidak akan melakukan apa pun, ia memegang luka yang berada di dadanya. Masih lumayan basah tapi setidaknya tidak sesakit pertama kali ia mendapatkan goresan itu.

Ia tersenyum diam-diam ketika bayangan itu membuatnya merasa agak gila, melihat wajah datarnya dan mata tajam cantik itu menatap membunuh ke arahnya. Bukan takut atau bahkan semacamnya. Riki malah merasa ada yang lain dari tatapan itu.

"Sepertinya aku sudah benar-benar gila sekarang."

Riki terkekeh sendiri dan segera menyelesaikan acara mandinya.

•••

Seseorang tengah menunggu di dapur, menyiapkan makanan tentu saja. Empat laki-laki itu sibuk dengan dunia mereka sendiri, sampai ia tidak sadar jika dari arah ruang tengah ada seseorang yang tampak linglung dengan keadaannya sendiri.

Sampai salah satu dari mereka menoleh ke arah ruang tengah karena sadar jika gadis itu sudah bangun, dan sialnya ia berlari pergi hendak ke pintu utama yang ketat penjagaan di sana. Ia berlari ke arah gadis itu, tapi belum sampai ia keluar dapur.

"Mau kemana kau?" Ucap seseorang dari atas tangga membuat langkahnya dan juga gadis itu sama-sama berhenti.

Dia menoleh ke arah lantai dua di mana seseorang memperhatikannya dengan tatapan datar, dia masih betah menggunakan pakaian tertutup sepertinya dia akan pergi entah kemana. Sedangkan gadis itu memegang pinggangnya sendiri dan menatap datar ke arah lelaki itu.

"Kau membawa ku kemari?"

"Menurut mu?" Ucapnya seolah menantang sekali, gadis itu yang mendengar jawabannya ingin sekali menyerang dan membanting badannya sekarang juga.

Namun, Hana juga tau keadaan di mana tempat ini juga, di tambah penjaga yang begitu banyak di susul teman-teman lelaki itu yang juga datang dari arah dapur. Mungkin mereka merasa kalau ada kegaduhan di ruang tengah.

Sedangkan lelaki bermata tajam itu hanya memperhatikan, ia menyimpan senapannya di kantong khusus senjata yang terpasang di pinggangnya. Ia berjalan ke arahnya dan kemudian menggenggam tangannya untuk berjalan keluar dari sana.

"Aku akan pergi." Ucapnya singkat membuat ke empat temannya hanya mengangguk mengiyakan.

Sedangkan dia pergi bersamanya, seraya menarik tangan Hana keluar dari rumahnya. Entah lah dia membingungkan di tambah, dia itu siapa? Tapi tatapannya tidak asing untuk Hana, dan di tambah suaranya tidak asing untuknya.

"Kau mau membawa ku kemana lagi?" Tanya Hana, membuat lelaki berhenti melangkah dan tepat di mobilnya diparkirkan. Ia menoleh ke arah Hana dan menatap Haba datar, Riki menariknya dan memojok Hana di sana.

Riki mendekat ke arahnya, membuat Hana agak mundur tapi tidak bisa karena terhalang mobil di belakangnya.

Entah sekarang harus bagaimana, gadis itu awalnya hendak menendang kakinya tapi sepertinya dia tau apa yang akan Hana lakukan sampai ia dengan cepat menahan kaki gadis itu dengan kaki nya, tidak bisa melawan? Tentu saja tidak bisa.

"Jangan dekat-dekat bajingan."

Riki seperti tersenyum di balik penutup mulutnya itu dan menatapnya seolah tanpa beban sama sekali.

"Kau tau, di dunia ini tidak ada kata aman. Aku berbaik hati menyelamatkan mu, dan apa balasan mu? Perlawanan." Hana hanya diam saja mendengarkannya berbicara sesuka hatinya.

Memangnya apakah Hana meminta diselamatkan? Tidak juga bukan, lebih baik meninggal dengan keadaan terhormat karena sudah menjalankan tugas terbaik yang pernah ada dari pada terjebak bersama lelaki itu yang bahkan Hana tau dia itu siapa.

Seolah tau apa isi kepalanya, lelaki itu kembali mendekat bahkan jaraknya tidak lagi dijelaskan. Jika orang melihat kalian dari belakang mungkin akan lebih terlihat seperti orang berciuman.

"Siapa aku itu tidak penting, yang terpenting sekarang membawa mu kembali ke tempat asal mu. Benar?" Ucapnya kemudian membukakan pintu mobilnya membuat Hana masuk ke dalam.

Setelah Hana masuk ke dalam mobil, ia juga melakukan hal sama duduk di kursi kemudi kemudian menghidupkan mesin mobilnya, menjalankan mobilnya melaju keluar dari pekarangan rumah nya yang begitu luas itu.

Sebelumnya Hana sudah di obati, karena tidak mungkin Riki membiarkan gadis arogan itu terluka. Memang agak sulit.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!