Chapter : 15

NEW YORK

9 April 2021

Hana hanya diam di tempat, sesuai perintah mengawasi gedung pusat yang dijadikan sebagai pertemuan. Tidak, itu bukan gedung pertemuan yang di bicarakan oleh Seungmin.

Sengaja karena mereka tidak mau jika pergerakan mereka di ketahui dan akan mengacaukan segalanya, walaupun pada akhirnya akan tetap ketahuan. Namun, jika ketahuan di akhir ketika mereka menculik salah satu tangan kanan dari target itu memang rencana mereka.

Masih mengawasi, bahkan setiap gedung yang mengelilingi gedung utama ada beberapa orang bertugas. Setiap gedung mengawasi, bayangkan saja bagaimana mereka begitu matang memikirkan rencana yang entah akan berjalan lancar atau tidak. Semoga saja semua akan berhasil membuahkan hasil dari segalanya.

"Gedung sebelah kanan adalah gedung utama, sedangkan gedung sebelah kiri adalah gedung penting di jaga ketat." Ucap Chenle tiba-tiba membuat Hana agak menoleh ke arah lelaki itu, sepertinya dia tau sesuatu.

"Lalu? Bukannya tugas kita hanya menculik tangan kanan dari petinggi Jung?"

"Memang iya, tapi separuh dari kita akan tetap mengawasi pertemuan itu?" Hana menoleh, bukan seperti itu. Itu memiliki banyak resiko, ia tau sekali bagaimana pemimpin dari keluarga Jung yang bisa dikatakan tidak memiliki perasaan.

Bahkan pria bermarga Jung itu bisa membunuh siapa saja yang mengusiknya, bahkan tanpa berpikir panjang sama sekali seolah nyawa manusia benar-benar tidak ada harganya untuk dia.

Hana tau banyak beberapa perusahaan besar yang kenyataannya tidak selalu baik, sebuah misteri akan banyaknya kekayaannya bukan dari perusahaan kantoran semata melainkan sebuah bisnis gelap. Tentu saja, semua bukannya sudah menjadi hal wajar di dunia seperti ini.

"Resikonya sangat besar! Bagaimana bisa kita mengerjakan sekaligus?"

Chenle hanya diam tanpa mengatakan apa pun, ia juga sadar jika apa yang Hana katakan memang ada benarnya.

Resiko besar jika melakukan misi mereka dalam satu waktu, tidak masalah jika beda daerah masih bisa mengulur waktu namun ini di satu daerah dan satu titik. Pasti akan sangat sulit. Namun, Chenle percaya jika semua strategi mereka tidak akan pernah gagal. Meskipun Chenle ada perasaan ragu dengan semua ini.

Ia sempat agak menentang semua misi ini dilakukan dalam satu waktu dan satu daerah. Namun, ketua mereka justru membantah akan semua itu. Sebuah ancaman jika misi ini di tunda-tunda, kehancuran yang besar untuk organisasi mereka. Chenle tidak bisa berbuat apa-apa, lagi pula dia tau banyak tentang dunia gelap dan dunia bisnis.

Chenle bukan lelaki biasa, dia memiliki banyak sekali koneksi dimana mana karena ia juga adalah putra tunggal dari keluarnya. Tidak ada yang mengetahui marganya karena itu akan beresiko besar untuk keluarganya.

Keluarga nya juga menutup rapat indentitas aslinya dan bahkan wajahnya, karena orang tuanya tidak mau jika Chenle di incar hanya karena banyaknya harta keluarganya.

Di balik lamunan Chenle, matanya tetap fokus ke sebuah senapannya yang terfokus ke sebuah ruangan yang di sana ada satu orang. Kalian berdua hanya mengawasi pria itu, sedangkan yang lain bergerak dengan samaran mereka meskipun agak sulit karena mereka juga harus mengakses menjadi orang dalam juga.

"Semua akan baik-baik saja." Ucap Chenle, ia menoleh ke arahnya dan begitu juga dengan Hana.

"Jika memang semuanya akan mati, maka kita mati dengan terhormat."

•••

"Bagaimana jika kalian berdua mati saat ini, makan gelar terhormat akan jatuh ke tangan kalian." Kalian berdua terkesiap dengan suara itu, secara tiba-tiba muncul membuat kalian mematung seketika.

Hana dan Chenle saling melirik memberi banyak kode untuk menyerang. Namun, Chenle malah menggelengkan kepalanya. Pemuda itu kenapa sih? Apa dia ingin meninggal dengan cepat tanpa ada alasan yang benar?

"Kau... " Hana menoleh ke arah belakang, menemukan seseorang di sana berdiri dengan baju serba hitamnya. Menyisakan bagian mata tajam itu, mulut dan hidung tertutup dengan kain.

Hana merasa tidak asing dengan mata itu, ia berdiri tegak begitu juga dengan Chenle. Mereka berdua ancang-ancang menyiapkan senjata untuk melawan, meskipun mereka berdua tidak tau bagaimana takdir saat ini berpihak Hana tetap saja tidak mau mati begitu cepat. Hana bahkan belum melihat adiknya tumbuh nanti.

Lelaki tinggi itu berdiri di depan dengan tatapan datar. Namun, kesan begitu meremehkan mereka berdua. Ia mulai mengeluarkan kedua pedangnya yang berada di belakang punggungnya, suara gesekan besi yang begitu nyaring terdengar.

Namun, hal itu tidak membuat Hana dan Chenle merasa ketakutan atau bahkan menyerah di awal. Selagi bisa melawan dan mengalahkannya kenapa harus ada kata menyerah sebelum mencoba?

"Kalian tidak takut rupanya." Suara itu, gadis itu menatap ke arahnya dengan tatapan tajam dan tepat dia juga menatap Hana dengan tatapan terkesan sangat aneh.

Namun, Hana tidak memperdulikan hal itu, ketika suara di headset khusus yang terpasang di telinga mereka mengeluarkan suara dari seseorang jika waktu nya kalian melakukan tugas kalian. Namun, Hana mematikan headset itu, fokus ke depan.

Musuh di depan adalah yang paling utama. Karena sungguh dia begitu menganggu.

Sampai di mana alarm bahaya membuat Hana maju, bersamaan dengan Chenle begitu juga lelaki itu yang menggenggam kedua pegangnya dengan erat dan langkah kaki lebarnya ke arah Chenle. Hana agak tidak habis pikir. Namun, Hana berusaha untuk menyerang nya dan melindungi Chenle.

Berdiri di depan, mata pisau dan juga pedang kalian bergesekan menghasilkan sebuah bunyi nyaring. Ketika pedang yang di sisi lain hendak menebas gadis itu, Hana menahannya dengan tangannya membuat tetesan darah menetes dari sana.

Chenle mencoba menyerang juga namun sebuah tembakan membuatnya berhenti bergerak. Bukan hanya satu orang, mainkan empat. Bagaimana? Dua lawan empat. Sepertinya sangat menarik, Hana bahkan begitu fokus dengan lelaki yang berada di depannya sekarang.

"Apa sekarang kau menyerah?"

"Dalam mimpi bajingan." Hana memutar pedangnya membuatnya berbalik arah, ia nyaris menusuk perutnya dengan pisau yang berada di tangannya. Namun, meleset dan malah mengenai bajunya yang berakhir robek di susul darah menetes di sana.

Ia agak mundur, memegang pinggang bagian bawahnya robek. Ia menatap Hana, ia menaikan alisnya seolah tidak masalah dengan lukanya. Dia kembali melangkah maju bersama dengan Hana yang juga menyerangnya.

Bukan hanya satu, bahkan hampir tiga yang menyerang dirinya. Chenle menangani satu hanya saja Hana selalu mengalihkan semua musuh itu kepadanya, ia memberikan kode agar Chenle pergi dan melaporkan jika musuh sudah maju terlebih dahulu dari mereka. Chenle tidak mau, tapi Hana.

"Pergi sekarang!"

Ketika dua dari mereka sadar akan rencana mereka berdua akan melaporkan, mereka menyerang Chenle berakhir kuwalahan.

Hana melawan lelaki itu dengan pisaunya dengan tangan terluka di sebelah kiri. Hana mengambil senapannya dan melayangkan peluru ke dua lelaki misterius itu dan Chenle menendang mereka sehingga terjatuh terjun bebas dari atas gedung.

Sisa dua orang, sekarang sangat seimbang bukan. Namun, sekarang seperti apa yang nya katakan kepada Chenle. Dia harus pergi melaporkan semua ini, dia pergi di halangi satu orang yang mengejar. Dan tersisa Hana bersama lelaki itu, masih saling menyerang.

"Kau perempuan? Bisa-bisanya berada di sini? " Ucap lelaki itu dan masih menyerang dengan pedang yang dia bawa.

Berhasil melukai lengan atasnya, membuat Hana agak berhenti. Pergerakan Hana terjeda, dan lebih sialnya lagi Hana terpojok di ujung sudut gedung, hanya tinggal beberapa langkah ke belakang Hana akan terjatuh sama seperti dua musuhnya tadi. Terjun bebas.

"Bukan urusan mu."

Hana berusaha menyerangnya melangkah maju, membalas apa yang dia lakukan tadi. Hana menetapkan pisaunya tepat ke arah dadanya dan tergores panjang di sana.

Bajunya robek, bersama darah yang menetes merembes di bajunya. Ia menatap Hana dengan tatapan datar kembali, ia hendak kembali menyerang. Namun, dengan cepat Hana menahan nya dengan pisaunya kembali.

"Pergi." Ucapnya tiba-tiba ketika sebuah helikopter hendak datang, itu bukan helikopter dari pihak Hana melainkan dari pihak musuh. Lelaki itu menatap Hana dengan aneh. Sangat benar-benar aneh.

Kenapa dia menyuruh Hana pergi jika jelas jelas dia menyerang juga, apa dia sudah menyerang? Sepertinya tidak, ia bahkan terlihat seperti ingin Hana pergi agar selamat dari kelompoknya, yang tak lain adalah musuhnya.

"Hanya kau yang di incar di sini, pergi."

"Kenapa?" Lelaki itu menatap ke arah belakang, lebih tepatnya di belakang Hana. Posisi mereka berdua berhadapan dengan senjata saling menyerang, ia menatap dengan cepat dan menepis pisaunya dengan cepat.

Ketika ia benar-benar memutar badannya menjadi di posisi Hana di awal, ia bisa jelas helikopter itu akan mendekat sebentar lagi. Entah apa yang dipikirkan lelaki itu, ia menyimpan pedangnya di punggungnya dan mendorong Hana terjun dari gedung bersama dia yang berlari ke arah Hana. Hana yang terkejut tentu saja tidak bisa melakukan apa pun.

'Apa sudah saatnya aku mati?'

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!