Kurangnya apa yang ada di dalam diri kita sepertinya adalah sebuah kekurangan. Tetapi, sebuah kekurangan justru mampu mendorong kita menuju sesuatu yang jauh lebih baik dan juga lebih maju. Tentu saja, kebanyakan orang tidak mau terlahir mempunyai kekurangan atau bahkan tidak semua manusia mau.
Tetapi, hidup tidaklah terus mengalir bagaikan air laut, kehidupan ini pasti akan ada hambatannya, entah hambatan itu bisa diartikan dalam berbagai makna. Seperti menyuruh kita berhati-hati atau menjadi orang yang lebih bersabar atau semacamnya.
Seperti pemuda ini, Riki. Dia baru saja pulang dari tempat Haruto, tidak lain adalah saudara tirinya. Riki dan Haruto hanya terpaut usia satu tahun, lebih tua Haruto dari pada Riki. Namun, karena terbiasa ia memanggil Haruto langsung dengan sebutan nama tanpa ada embel-embel kakak. Menjadi rahasia besar kalau ternyata dua pemuda tampan yang semua adalah primadona sekolah itu adalah saudara, Riki terlahir di keluarga yang kurang jelas.
Riki akui dirinya memang tidak memiliki apa-apa ketimbang Haruto yang mempunyai segalanya, apa yang tidak Riki punya Haruto memilikinya? Iri? Tentu saja tidak, Riki tidak memiliki emosional apapun, bahkan melihat orang kesakitan atau bahkan menangis seolah dirinya benar benar sudah 100℅ mati rasa.
"Riki!" Seseorang memanggilnya, Riki tidak langsung menoleh karena ia tau siapa yang memanggilnya.
Dirinya duduk di taman belakang rumah dengan mata terpejam menikmati hembusan angin malam dengan harapan beban pikirannya berkurang setidaknya hanya sedikit saja.
"Apa kau tidak mendengar panggilanku? Dasar anak kurang ngajar!!" Seseorang itu menjambak rambut halus itu membuat sang pemilik agak terjungkal ke belakang karena kerasnya tarikan tersebut.
Tubuhnya tumbang di atas rumput hijau, yang menjadi saksi kehidupan kelam seorang Riki. Seorang Riki yang dingin, kaku, tidak mempunyai perasaan apa pun atau bahkan emosional yang biasa dimiliki manusia normal pada umumnya. Seseorang yang menarik rambutnya tidak lain adalah, bibinya sendiri. Dimana wanita itu memanfaatkannya karena harta, keluarga Watanabe adalah keluar kaya raya yang paling di hormati di Jepang.
Dan karena keluarga itu menginginkan seorang anak laki-laki lagi, memutuskan mengadopsi Riki sejak kecil dan sang bibi menekankan kepada Riki untuk menjadi lebih dari keturunan asli berdarah Watanabe.
Tetapi, apa lah sebenarnya Riki tidak perduli. Asalkan dirinya diberikan kasih sayang seperti kebanyakan anak-anak lain ia akan menurut, bahkan ia rela diperlakukan seperti robot. Seingin itu Riki memiliki orang tua.
"Apa yang bibi inginkan? Aku sudah memberikan semua saham ku kepadamu."ucap Riki tanpa ekspresi apa pun. Bahkan hatinya tidak mengatakan apa-apa, jika orang lain di posisinya mungkin sudah mengamuk dengan keserakahan bibinya itu.
"Kau pikir itu cukup? Aku menyuruhmu mengambil separuh Riki, kau paham tidak hah?!" Tidak ada yang tau sifat asli bibinya, yang mereka ketahui jika Bibinya sangat baik. Tetapi, kenyataannya berbalik dengan realitanya.
Sekejam itu dunia sekarang? Tentu saja, dunia sekarang tidak seperti dulu, hampir semua penghuni memikirkan diri sendiri bukan orang lain yang di luar sana lebih menderita dari kita. Tentu saja karena dunia ini memang sudah benar-benar hilang akal sehat.
"Aku hanya mendapatkan itu, lagi pula jika bibi mau, kenapa tidak bunuh saja semuanya agar bisa mendapatkan apa yang bibi mau?" Ucap Riki dan kemudian pemuda itu meninggalkan wanita itu yang tengah memikirkan saran Riki tadi.
"Kau benar, aku harus membunuh semuanya."
Riki masih melangkah menjauhi wanita itu. Namun, ia mendengar jelas apa yang dikatakan bibinya tadi. Sepertinya bibinya tengah mempertimbangkan sarannya tadi, namun di balik itu pemuda itu. Menyeringai lebih arti.
•••
"Kau serius dengan pertimbangan mu itu?" Hana hanya diam memikirkan banyak hal ketika pertanyaan melayang ke arahnya. Jujur Hana ragu di tambah orang yang ia tuduh sebagai tersangka adalah seseorang yang terkenal acuh.
Hana tau, karena beberapa orang sempat ia kuras semua informasinya untuk mengetahui, siapa dia? Mereka mengungkapkan jika orang yang Hana tuduh adalah tipe orang yang tidak perduli dengan sesuatu, di kenal dia sangat menjaga semua sahabatnya dan kebutuhan persahabatan. Agak ragu ketika mendapatkan informasi yang malah melenceng seperti itu.
"Aku juga tidak yakin.Tetapi, aku yakin dia yang-"
"Jangan asal tuduh, Hana. Dari yang aku tau dia adalah salah satu anggota keluar besar dari keluarga konglomerat Watanabe, keluar itu di kenal dengan Identitasnya tidak banyak di ketahui. Didikannya yang kebanyakan berbeda dari keluarga lain, dalam arti membunuh dihalalkan oleh keluarga itu dan paling penting adalah, keluarga itu menerapkan peraturan. Jika ada debu keluar sedikit apa pun, maka harus dibakar sampai semuanya habis tidak tersisa."
Mendengar penjelasan Yuta tentang keluarga konglomerat tersebut membuatnya ragu. Namun, ketika menatap wajahnya saja Hana sudah yakin sekali, apakah hanya firasat konyolnya saja? Atau bagaimana? Hana menatap ke arah layar komputer yang mencoba membobol data tentang sosok bernama, Watanabe Riki.
Hampir puluhan orang mencari identitas pemuda itu, tidak ada dan nyaris tidak bisa. Entah karena keluarga konglomerat itu menutup akses itu atau ada hambatan lain atau kejanggalan yang membuat situs itu seketika menjadi eror. Hana menatap lekat foto pemuda bernama Riki itu yang terpampang jelas di layar.
Didalam hati Hana ragu sekaligus bimbang. Namun, di sisi lain Hana yakin. Tetapi, benar apa kata Yuta, jangan menuduh di tambah orang yang Hana tuduh adalah anggota keluarga Watanabe.
'Aku akan mencari tau semuanya.'
•••
Hampir 10 orang lebih berjalan menulusuri koridor sekolah bersamaan dengan banyak pasang mata yang menatap mereka semua kagum, dalam banyak arti. Namun, salah satu atau bahkan beberapa hanya menanggapinya dengan tatapan datar seolah tidak perduli dengan situasi yang biasa mereka hadapi ketika berada di sekolah tersebut.
"Dimana ****** itu?"
"Kau mencari nya? Biasanya kau membuangnya ketika dia ada di depan matamu, Tuan Muda Watanabe." Ucap gurau temannya Yu-ki. Teman satu angkatannya itu memang sangat santai dengan Haruto di tambah mereka sudah lama dekat sejak sekolah dasar. Jadi wajar jika keduanya menang saling tau satu sama lain.
"Ck! Kau pikir aku betah memandang wajahnya. Wajah murahannya itu sangat memuakkan."
Yu-ki terkekeh ketika mendengarkan alasan seorang Haruto. Tetapi, pemuda itu tidak mau membicarakan gadis itu lebih panjang karena topik itu terlalu umum untuk mereka.
Di tambah siapa yang tidak mengenal Sakura? Dia adalah gadis dari beberapa gerombolan gadis yang menyukai Haruto dengan cara nekat, bahkan satu kelompok Haruto mengenal gadis itu.
"Tapi dia cukup manis bukan? Kau tidak tertarik dengannya Haruto." Haruto malah tertawa meremehkan, di dalam hati dan otaknya sungguh merendahkan gadis bernama Sakura tersebut.
Mereka semua tau apa yang ada dipikiran Haruto, semuanya. Namun, hanya satu yang mengabaikan semua itu. Siapa lagi kalau bukan Riki, pemuda itu menatap datar ke segala arah seolah ia menghindar untuk dijadikan tontonan banyak orang. Haruto sibuk bergurau dengan teman-temannya. Namun, ketika ia tidak sengaja menangkap kehadiran seseorang yang menurutnya paling ditunggu-tunggu.
"Heh! Kau melihat apa?" Haruto terpaku dengan gadis itu, ia hanya kerasa heran saja. Bagaimana bisa gadis itu melawannya? maksudnya dalam arti mempunyai nyali besar membantahnya? Haruto hanya tersenyum tipis.
"Gadis itu misterius." Mereka semua lantas menatap ke arah di mana Haruto sejak tadi tatap. Mereka semua mengangguk setuju kecuali Riki.
Pemuda itu ikut menatap ke arah di mana semua orang menatap ke sosok gadis yang tengah membeli susu coklat di kantin. Riki memang terpaku sama seperti yang lain. Namun, dalam arti lain.
"Aku dengar namanya adalah Ayako Hana. Kelas 11 sama seperti kita hanya saja dia kelas Geografi."
"Kau tau dari mana Cio?"
"Aku sekelasnya bodoh!" Ucap lelaki yang di panggil Cio itu memberikan pukulan ke kepala sahabatnya yang tidak lain adalah, Naka.
Tidak memperdulikan kegaduhan antara kedua sahabat mereka, justru kedua pemuda dengan satu keluarga itu menatap satu sosok yang sama dalam arti berbeda di antara keduanya.
Entah dalam arti apa? Namun, masing-masing dari mereka menyeringai terutama Haruto, sedangkan Riki menatap penuh menyelidik seolah mencari sesuatu dari Hana yang mulai menghilang ditelan gerombolan murid di kantin.
Haruto menatap punggung itu sampai menghilang, entah kemana? Namun, didalam hati ia tersenyum senang.
'Setelah sekian lama, aku bertemu denganmu lagi. Apa kau sudah melupakanku?'
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments