Peperangan Antara Hati
Pernahkah kalian berpikir akan pergi ke Jepang hanya untuk suatu hal, seperti yang diperintahkan atas dasar sesuatu yang menurut orang tidak akan jelas apa? Ya, itu yang dialami oleh Hana. Meskipun dengan terpaksa, bagaimana melihat keadaan sekarang gadis itu harus melakukan itu. Ia hanya bisa mendesah ketika akhirnya pesawat lepas landas menuju negara samurai tersebut.
"Saya harap kau bisa melakukannya, Hana. Jangan sampai identitas aslimu terbongkar. Jika itu terjadi, bukan hanya kau yang hancur.Tetapi, kami ju-"
"Aku tahu. Jadi, berhentilah bicara!" Pria berjas hitam yang duduk di sampingnya seketika bungkam dengan apa yang gadis itu katakan, ia tahu bagaimana dirinya.
Hana sungguh malas mendengar ocehan yang tidak berfaedah, lagi pula ia juga tahu apa yang harus ia lakukan dan ingatlah kalau Hana tidak sebodoh itu. Ayolah, lakukan saja dan segera selesaikan semua agar Hana bisa menjalani hidup normal layaknya remaja lainnya. Ia malas harus melakukan ini sebenarnya. Tetapi, mau bagaimana lagi?
Setelah beberapa jam berlalu begitu cepat, pesawat sudah mendarat ke tanah tujuan mereka. Hana dan pria itu turun dari pesawat layaknya orang lain pada umumnya. Netra gadis itu beredar ke seluruh penjuru bandara, mengamati hal yang tentu saja berbeda dengan negara asalnya.
"Kita akan langsung ke markas." Hana hanya berdehem, kemudian masuk ke dalam mobil yang sudah menunggu sejak tadi.
Sekitar pukul tujuh pagi, gerbang sekolah menengah ke atas dipenuhi para siswa. Beberapa di antara mereka ada yang berbincang dengan teman-temannya.
Tetapi, tidak jarang ada yang memilih menyendiri menghindar dari keramaian. Seperti Hana, gadis itu melangkah masuk ke dalam area sekolah yang ramai dengan headset. Matanya menatap ke segala arah, semua tampak baik-baik saja, tidak jauh berbeda dengan negara asalnya.
Sesampainya di koridor sekolah, pemandangan tak jauh berbeda, para murid yang mendominasi, tidak jarang tukang bersih-bersih juga ada di sana. Ketika Hana tengah melangkah maju, ada sebuah kerumunan keramaian di depan mading sekolah membuatnya penasaran, Hana pun mendekat dan melihat apa yang ada di sana. Kedua netra itu tertuju pada beberapa lembaran foto yang menunjukkan sesuatu yang tidak senonoh. Tetapi, ia hanya diam lagi pula Hana tidak tahu apa-apa, maksudnya siswa menempelkan semua gambar kotor itu?
Bagaimana tidak disebut tidak senonoh? Dalam foto tersebut, tampak gadis yang dilucuti pakaiannya dan hanya menyisakan dalaman dan rambut yang acak-acakan yang membuat siapa saja akan merasa iba dengannya, bahkan tidak jarang ada yang menatap jijik. Namun, siapa sangka seorang gadis berlari tergesa-gesah ke arah mading? Lantas dia melepaskan semua foto itu dari masing agar murid-murid tidak melihat foto itu.
"Siapa yang menempelkan foto ini di sini?" Gumang gadis itu yang terlihat menyedihkan.
Hana yang berdiri tak jauh dari gadis itu hanya bergeming memperhatikan gadis itu melepaskan semua foto yang menempel di mading. Tidak seorang pun yang berniat membantu melepas foto itu atau sekedar membantunya. Bukan waktu Hanya ikut campur , lagi pula itu hari pertama ia menjadi murid baru dari Angkatan 11 di sekolah tersebut. Sampai tiba-tiba, gerombolan murid laki-laki dengan berpenampilan terpandang tapi nakal.
"Apa yang kau lakukan, Ra? Kau merusak pemandangan yang lain. Biarkan mereka melihat betapa murahnya dirimu itu."
Gadis itu tampak mematung ketika lelaki itu menghampirinya, sedangkan Hana menatap mereka berdua dengan tatapan menyelidik. Apa yang dimaksud oleh lelaki itu? Lantas kedua netra Hana jatuh kepada name tag yang terpasang di dada kanan lelaki itu.
'Watanabe Haruto?'
"Apa kamu yang menempelkan semua ini? Tapi kenapa kau melakukannya?" Bukan jawaban yang gadis itu dapatkan, seringai penuh arti dari lelaki yang sedang melangkah maju ke arahnya.
Hana melangkah mundur bersama siswa yang lain melihat pemandangan tersebut, ada tujuan lain yang membuat Hana masih berada di sana, memperjelas semua pertanyaan yang berada di otaknya sekarang.
"Kau tau, Sakura. Kau memang cantik, aku akui.Tetapi, sayangnya kau terlalu rendah, wow! Semua orang tau itu, benar bukan teman-teman." Kalimat yang dikatakan oleh Haruto yang begitu keras terdengar oleh semua orang yang berada di sana. Tidak ada yang keberatan akan itu.
"Tentu saja benar."
"Dia begitu pasrah."
"Dia bahkan rela diperkosa."
"Tidak punya etika."
"Aku tidak yakin jika orang tuanya masih ada."
Semua yang dikatakan oleh teman-teman Haruto jelas membuat gadis itu menunduk menahan rasa sakit di dadanya, gadis itu tidak bisa melakukan apa pun.
Ia rasa melawan lelaki sejenis dengan Haruto mustahil untuk dirinya. Haruto bukan tandingannya untuk melakukan pembalasan. Kalau gadis itu melawan akan sama saja, dia dikeluarkan dari sekolahan dan ia tidak mau hal itu terjadi.
"Kenapa diam saja? Kau tidak menamparku seperti kemarin? Atau kau sudah kalah dalam perdebatan ini."
"Kenapa kau tega sekali?Apa salahku kepadamu? Kenapa?" Haruto justru tertawa cukup keras seperti orang yang kehilangan akal. Hana bahkan sempat ngeri dengan suara tawa lelaki itu. Suara beratnya membuat hampir semua orang terdiam karenanya.
"Salahmu? Salahmu adalah mencintaiku, berhenti mencintaiku karena aku tidak sudi dengan wanita ****** seperti dirimu. You're nothing more than a *****." Ucapnya seraya tersenyum, kemudian ia melangkah meninggalkan semua orang berada di sana. Di ikuti teman-temannya di belakang, Hana menatap punggung lelaki itu. Dan mengalihkan perhatian ke arah Sakura. Nama gadis itu.
Menatap gadis itu dengan tatapan datar tanpa ada ekspresi. Sakura juga hanya menangis seraya menatap foto dirinya yang tidak patut di lihat oleh orang-orang. Satu persatu orang bubar meninggalkan Sakura tidak terkecuali Hana sekali pun.
"Berhenti menangis. Tidak ada gunanya kau melakukan itu." Ucapnya sebelum meninggalkan gadis itu menatap ke arah Hana dengan tatapan nanarnya. Tidak ada yang akan membelanya sekarang.
•••
Hana berada di kantin, sebenarnya Hana malas ke sana karena ramai orang. Tetapi, perutnya tidak bisa dikondisikan dengan terpaksa Hana ke kantin, makanan sudah tertata rapi di sebuah wadahnya tinggal mengambil saja.
Ketika Hana sudah mengambil makanan dan memilih tempat yang menurutnya sepi, baru saja hendak duduk seseorang dengan sengaja mengandung kaki gadis itu dan nyaris saja terjatuh. Tetapi, sayangnya bukan Hana yang jatuh, tapi nampan makanannya. Hana merotasi bola matanya malas, apa lelaki itu sudah menjadikan Hana target karena ia murid baru di sekolah itu?
Dengan langkah malas Hana langsung meninggalkan tempat itu, soal makanannya yang jatuh semua dan tercecer di mana-mana masa bodoh baginya.
"Hey! Kau tidak membersihkan bekas makananmu atau kau harus menjilatnya agar jauh lebih bersih." Ucapnya disusul oleh suara tawa dari teman-temannya dan seisi kantin itu.
Hana tidak menanggapinya, berhenti melangkah dan berdiri di sana. Sebenarnya Hana sudah terpancing emosi, apa lagi dikatakan untuk menjilat lantai? Yang benar saja. Hana membersihkan lantai saja pernah bagaimana bisa jilat lantai?
"Kalau kau mau, kau bisa menjilat lantainya." Ucapan Hana yang cukup terdengar keras ke penjuru kantin, membuat seketika suasana menjadi sepi. Hana tidak perduli dan segera meninggalkan kantin itu. Masalah perut, tidak apa ia akan makan di rumah nanti.
Haruto menatapnya tajam, ia melangkah angkuh ke arah Hana , kemudian ia meraih rambut gadis itu tanpa ampun. Hana hanya sekolahan karena reflek rambutnya ditarik oleh Haruto. Hana meliriknya sinis dengan tatapan datar tidak dapat dibaca.
Lelaki itu menendang kakinya, membuat badannya terjatuh ke lantai. Ayolah, Hana sedang malas melakukan sesuatu untuk hari ini, sampai sebuah cairan menyiram ke atas kepala Hana membuatnya terdiam karena terkejut. Semua orang tertawa ketika Haruto menyiramkan air ke atas kepalanya, yang benar saja. Apa sudah di mulai? Sepertinya memang belum.
"Berani kau main-main denganku, murid baru. Kau baru saja di sini tetapi kelakuanmu seperti jagoan." Ucapnya dan kemudian menarik kerah seragam Hana, seolah ia ingin gadis itu menatapnya dan tetap Hana memasang wajah datar seolah benar-benar tidak perduli dengan apa yang Haruto lakukan sekarang.
"Apa kau bisu?"
"Sepertinya kau mendengar suaraku tadi, apa kau tuli?" Semua orang langsung berbisik-bisik. Kenapa bisa Hana berani itu dengan Haruto? Secara dia adalah anak pemilik sekolahan? Apa Hana tidak takut akan dikeluarkan dari sekolah? Tentu saja tidak, malah bagus ia dikeluarkan saja dari tempat aneh ini.
"Jaga ucapanmu, *****!" Hana hanya tertawa dan suaranya menggelegar di seluruh koridor. Haruto masih setia menatapnya tajam dan tangannya masih mencengkram kerah seragam Hana tanpa ada niat melepaskannya. Bahkan satu pukulan pun melayang ke wajahnya. Tetapi, benar-benar tidak ada rasa sakit.
"Menganggap semua perempuan itu ******? Apa itu caramu? Wow! Cara yang bagus, kembangkan tingkah gilamu itu, Tuan Watanabe."
Hana menepis tangan Haruto dengan kasar, kemudian berdiri dengan tegak dan kemudian berjalan ke arah lain lebih tepatnya ke arah toilet. Untung saja tadi Hana membawa baju ganti jadi tidak perlu repot-repot memakai baju basah dan mengeringkannya.
Di sisi lain, seseorang menatap kegaduhan itu dengan tatapan datar. Ia benar-benar tidak perduli dengan keadaan di sekitarnya , ia bahkan masih santai menyantap makanannya sendiri seraya mendengarkan musik di telinganya. Tetapi, ia lumayan penasaran, nyaris semua korban bullying Haruto tidak berani melawan atau melontarkan kata-kata seperti itu.
Lelaki itu terus menatap kerumunan tersebut sampai seseorang menepuk bahunya membuat lelaki itu menoleh menatap satu temannya yang duduk di sampingnya.
"Kau memperhatikan apa?"
"Tidak ada." Ucapnya singkat dan kembali makan. Tetapi, memiliki rasa penasaran tersendiri, ia penasaran sekali. Tetapi, ia mencoba untuk tidak perduli dengan sekitarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments