Malam hari memang cocok untuk bepergian di tambah udara tidak terlalu dingin seperti saat ini, tidak bisa di pungkiri betapa ramainya tempat ini. Coba tebak tempat apa yang dikunjungi banyak orang dalam keadaan seperti tepat malam hari.
Clubbing tentu saja, melepaskan penat meskipun tau jika itu salah. Tetapi, tidak bisa di pungkiri ke tempat menyenangkan untuk melepaskan segala rasa lelah. Tidak ada salahnya bukan? Hanya sesekali saja.
Haruto, Riki dan juga Yoshi biasa pergi ke clubbing tempat langganan mereka. Hanya bertiga saja yang di dalam, sisanya keluarga entah kemana? Sebenarnya pergi ke tempat sesat itu adalah permintaan dari Haruto, karena merasa lelah dengan pekerjaannya kemarin.
Memaklumi jika semua tampak berat, menuruti apa yang Haruto inginkan. Hanya sekedar minum saja dan juga bersantai tidak ada niatan untuk menyewa wanita malam.
Di tengah tengah Riki duduk memperhatikan sekitar, tidak sengaja ia mendapati seseorang yang tampak tidak asing di matanya. Merasa tidak ada yang beres, pemuda itu beranjak dari tepat duduknya dan menghampiri objek yang tampak tidak asing. Tetapi, Haruto menghalanginya.
"Mau kemana kau?" Tanyanya dengan tatapan datar yang benar-benar tidak akan hilang. Riki membuang nafas panjang, ia melirik ke arah Yoshi memberikan sebuah isyarat yang dimengerti. Yoshi hanya mengangguk, mungkin memang penting.
Berusaha untuk membawanya ke suatu tempat. Sebelum terlambat, Riki melangkah cepat ke arah gadis itu dan menarik tangannya membuat beberapa orang terkejut dengan kehadirannya yang begitu tiba-tiba.
"Kau?! Ya!! Lepaskan aku!"
"Kau mabuk." Ucapnya menyadarkan gadis itu. Namun, sepertinya percuma saja karena lawan bicaranya saja tidak sadar.
"Lepaskan aku!! Kau siapa sih? Lepasin gak?! Hah!! Sunoo!! Lepaskan aku dari orang gila ini!! Sun-" Sebelum menyelesaikan kalimatnya, Riki terlebih dahulu menangkap badan Hana yang tumbang karena tidak kuat menahan sakit di kepala.
Riki menatap gadis itu sekilas kemudian membuang nafas panjang, ia menggendong Hana kemudian berjalan membelah kerumunan itu dan berjalan keluar dari club malam tersebut. Ia memanggil seseorang kemudian menyuruhnya mengambilkan kunci mobil di jantung celananya. Setelah itu mobil pun terbuka.
Riki memasukan Hana ke dalam mobil dengan hati-hati, kemudian menutup pintu mobilnya lumayan keras. Sudah biasa ia melakukan nya tanpa memikirkan orang-orang di sekelilingnya sendiri. Sedangkan Maru hanya diam melihat temannya seperti orang kerasukan. Namun, membawa gadis yang pingsan masuk ke mobil.
"Siapa dia? Ah! Dia kan Ayako?"
"Diam atau aku robek mulutmu, Nakata Mura." Seketika Mura mematung dan membiarkan Riki melaju dengan kecepatan tinggi meninggalkan Arena club malam tersebut.
"Oh! yang benar saja, sejak kapan dia perduli dengan orang apa lagi wanita?"
Sedangkan di sisi lain, Riki melajukan kendaraannya menuju sebuah tempat. Sesekali ia menoleh ke samping karena telinganya mendengar suara gumangan tidak jelas yang keluar dari mulut Hana. Tetapi, dengan sifatnya yang memang bodoh amat ia tidak menggubris apa pun.
"Ayah. Jangan pergi, aku ingin ikut." Salah satu kalimat yang terdengar jelas di antara semua kata yang Hana katakan itu.
Dalam keadaan tidak sadar sama sekali bahkan kedua mata Hana tertutup rapat efek alkohol, Riki membuang nafas kembali dan membanting setir membelokan arah mobilnya.
Memasuki sebuah pekarangan perumahan di sana ia memasuki wilayah itu. Namun, gerbang besar menghalangi. Riki membuka kaca mobil ketika seseorang menghampiri tidak lain adalah penjaga gerbang perumahan tersebut. Awalnya penjaga ingin bertanya. Namun, seketika ia berhenti ketika melihat Riki.
"Tuan muda? Selamat malam tuan, ada perlu apa malam-malam di daerah ini?"
"Buka gerbangnya." Ucapnya singkat dan jelas. Membuat penjaga itu seketika berlari membuka gerbang untuk Riki lewati.
Ia berhasil masuk ke sana dan mencari nomer rumah yang gadis itu tinggali. Ketika ia yakin itu rumah Hana, ia membuka pintu mobilnya kemudian berjalan memutar membuka pintu mobil di seberang sana. Mencoba menggendong Hana susah payah masuk ke dalam rumah, Riki yakin di dalam ada orang. Mana mungkin rumah sebesar itu hanya satu orang, Riki benarkan?
"Jangan pergi ke mana-mana.Di sini saja, aku takut petir."
Riki menunduk melihat keadaan Hana, yang semakin ngelantur ke sana kemari. Riki pun menggendong Hana sampai di gerbang, menyuruh penjaga membukakan gerbangnya dan kemudian berniat mengetuk pintu. Namun tidak ada yang menjawab.
"Apakah tidak ada orang di dalam? "
"Aku hanya sendiri. Kenapa kau bertanya,hah? Sunoo. Kau hilang ingatan ya?" Riki sebenarnya pusing. Namun, ia menendang pintu itu asal asalan kemudian membawa Hana masuk ke dalam rumah. Dan benar tidak ada siapa pun di sana.
Sampai ia kembali menunduk melihat Hana kembali tertidur di gendongannya, Riki merasa heran. Hana tinggal sendiri, tentu saja dia tau tetapi, apa alasannya?
Tunggu sebentar, Riki tau alamat rumah Hana dari mana? Dalam sejarah Hana tidak pernah dekat dengan Riki, jangankan dekat membawanya ke rumahnya saja tidak pernah. Tetapi, bagaimana? Tanda tanya besar.
"Gadis malang."
'Jika saja aku bisa, kau tidak akan kesepian. Kau terlalu ikut campur dengan urusanku.'
•••
Mungkin suara rintihan itu tidak akan terdengar oleh siapa pun, satu pun tidak akan ada yang mendengar suara menakutkan itu yang malah di anggap suara hantu yang berkeliaran di malam hari.
Tapi nyatanya suara itu benar-benar manusia bukan hantu, orang itu hanya bisa pasrah tidak bisa melawan karena kedua tangannya sudah mati rasa akibat sebuah patahan saraf yang membuatnya tidak bisa menggerakkan kedua tangannya dengan normal.
Ia berteriak keras karena tusukan di perutnya yang terkesan perlahan, ia menatap seseorang di depannya seolah seperti seseorang membelah bagian perutnya seperti perut ayam yang akan dibersihkan. Bayangkan saja sendiri, karena sungguh pria itu tidak bisa membayangkan dirinya berada di posisi ini. Keadaannya sudah setengah sadar.
"Sangat menyenangkan bukan? Sama seperti yang kau lakukan 2 hari lalu, memperkosa anak kecil yang tidak berdosa kemarin. Apa aku benar tuan?" Ucapan lelaki itu membuat pria itu terkejut bukan main.
Berarti aksinya kemarin di ketahui olehnya, tapi kenapa ia bisa tidak sadar akan kehadiran seseorang di sekitarnya? Bagaimana bisa? Tidak mungkin, di tambah ia melakukan semua aksinya seperti biasa bersih tanpa jejak bahkan ia membuang anak malang yang sehabis ia perkosa di sungai dengan karung beras ke sungai begitu saja tanpa ada rasa bersalah. Apakah lelaki itu juga melihat itu?
"Bagaimana jika aku memotong-motong tubuhmu terlebih dahulu, kemudian aku masukan badanmu ke dalam sana? Ah! Jangan lupakan tanda juga bukan?" Pemuda itu menepuk pipi pria itu dengan keras seperti menampar. Tetapi, tidak di sebut menampar juga.
Pemuda itu tertawa lumayan keras sehingga suaranya menggema di sana, tangannya sibuk memainkan pisaunya lihai di atas kulit pria itu. Pria itu berteriak keras ketika bagian perutnya sudah terbuka.
Ia bisa melihat ususnya ditarik oleh pemuda itu seperti pasta yang akan dimasukan ke dalam panci mendidih. Namun, bedanya pemuda itu justru lebih suka memainkannya menusuk nusuk usus itu yang jelas tentu saja pria itu akan berteriak lebih keras karena rasa sakit yang amat menyakitkan.
Benci dengan teriakan pria paruh baya itu, pemuda dengan seurai rambut hitam itu menusuk leher pria itu dengan dalam. Membiarkan pisau kecilnya tertancap di sana begitu saja, melihat ekspresi pria itu membuatnya kerasa puas. Puas dengan perasaan berbeda sekali.
Ia menarik usus itu ke atas sehingga terlihat sepanjang apa usus itu, dan kemudian ia menginjak perut yang terbuka lebar itu dan menarik usus itu dengan paksa sehingga robek lah permukaan usus itu sampai terlepas. Pria itu berteriak tanpa suara membuat ia merasa sangat bersemangat.
"Mungkin kau tidak melakukan ini, anggap saja ini bumbu kematianmu ,oke." Ucapnya dengan santai dan meletakan usus yang amat panjang itu di tanah begitu saja masih dalam keadaan berdenyut. Bayangkan saja bagaimana bentukannya.
Darah muncrat ke mana-mana, dan tentu saja pemuda itu belum ada perasaan puas karena ia masih kurang dengan wajah ketakutan sekaligus tersiksa itu. Ayolah, ia ingin lebih dari ini, ia pun segera meremas bagian hati yang tepat berada di dada bagian bawah.
Tanpa rasa jijik, bahkan darah melompat ke wajahnya dengan sangat banyak seolah ia memiliki luka di sana. Tetapi, nyatanya tidak ada luka di wajahnya. Itu darah korbannya, sangat menyenangkan jika di ingat kembali bukan.
Bagaimana jika tangannya sekarang sukses membuat organ hati itu semakin mengecil karena ulahnya? dan sekarang berganti memotong urat besar yang menyalurkan darah ke jantung itu, bahkan ia melakukannya dengan sangat berlahan.
Pria itu sekarat, ia mulai kejang-kejang tidak terkendali. Ia justru membuang ludahnya ketika melihat itu. Lemah sekali.
Tanpa rasa manusiawi sama sekali, ia melepas paksa jantung itu dari tempatnya membuat sang pemilik jantung menutup matanya. Nyawanya sudah tidak ada ketika jantungnya di cabut secara paksa, meskipun pemilik nya sudah mati di sana.
Jantungnya masih sedikit bergerak digenggaman pemuda itu, ia hanya menyeringai dan menusuk jantung itu dengan pisau miliknya. Dan menjatuhkannya di perut yang sudah kosong tanpa isi di sana.
Ia berdiri tegak dan melihat hasil karyanya yang amat sangat indah, ia akan mengabadikan ini.
Pemuda itu mengambil ponselnya dan mengambil gambar mayat yang tidak jelas bentuknya itu, kemudian ia pun berjalan menjauhi mayat itu tanpa rasa bersalah sama sekali.
Ide membuang ke sungai tidak lah bagus, namun ia berhenti melangkah ketika melihat sebuah kotak di tong sampah. Ia melirik ke arah belakang dengan senyuman penuh arti itu, ia pun mengambil kotak itu dan, entah apa yang ia lakukan sekarang?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments