Wanita kupu-kupu malam yang terkenal itu, dia hilang selama tiga bulan. Karena organisasi yang Hana tempati memang memiliki banyak statusnya, dan bahkan dari setiap pekerjaan sebagai samaran mereka lebih matang.
Pantas saja, berita itu langsung meluas. Wanita itu sudah ditemukan. Namun, siapa yang membunuh nya? Kasihan sekali, pekerjaan menyiksa di tambah di bunuh oleh seseorang. Pasti sangat berat.
"Kasihan sekali."
•••
"Gila saja kau, bisa-bisanya kau berpikir membuang karungnya di sana? Aku yakin sudah ditemukan." Gumang pemuda yang memiliki rambut pirang itu kepada temannya yang duduk santai tanpa dosa di depannya.
"Mungkin memang sudah, beritanya sudah meluas bukan."
Hampir 10 orang berkumpul di satu ruangan luas tersebut, termasuk Haruto berada di sana. Sedangkan adiknya entah kemana. Namun, ia tidak perduli, Riki memang suka sekali pergi ke mana-mana tanpa bilang kepadanya. Tidak sopan memang, mau bagaimana lagi? Itu juga sifatnya bukan hanya kelakuan Riki saja.
Di tengah pembicaraan mereka tentang hal yang kesan tidak penting itu, Haruto membuang nafas panjang dan memeriksa layar ponselnya. Ia mendapatkan notifikasi di sana yang membuatnya bingung adalah sebuah file di sana.
Karena ia penasaran, Haruto menekan file itu dan memunculkan sebuah video singkat di sana. Alisnya terangkat sebelah dan menatap penuh tanda tanya, suara dari ponselnya mengundang teman-temannya yang mulai terdiam di tempat masing masing dan menatap ke arah Haruto dengan tatapan bertanya sekaligus kebingungan.
"Hai Haruto."
"Aku kira ****** itu sudah menyerah." Sanha mengucapkan itu tanpa beban dan menghisap asap rokok yang berada di tangannya dengan santai.
"Wanita itu ambisius sekali." Mendengar semua tanggapan teman-temannya Haruto memilih diam saja dan memperhatikan wanita sialan itu temuan mengoceh hal yang tidak penting.
Namun, seketika ia terdiam, di mana nyatanya wanita itu mengatakan apa adanya dan melakukannya secara sungguhan. Sungguh Haruto tidak habis pikir dengannya, dia ini gila atau sarapnya ada yang hilang?
"Aku tebak, kau semakin penasaran dengan gadis misterius itu bukan." Haruto tetap diam dan sampai akhirnya ia menoleh ke arah Yuan.
"Bukan hanya kau yang mengincar nya, bahkan saudara mu sendiri juga diam-diam menjadi saingan berat mu." Yoshi juga hanya menyimak sejak tadi, tidak menanggapi apa pun sama sekali.
Dia yang paling tua di kelompok itu, ia hanya mengawasi dan memberikan jalan yang benar jika tidak bisa dengan kata-kata maka fisik akan bermain.
"Aku tidak keberatan bersaing dengan saudara tiri sendiri, akan menyenangkan bukan?"
"Jangan gila Haruto."
"Aku akan melakukannya jika perlu."
•••
TOKYO, JAPAN
7 APRIL 2021
HITS SCHOOL INTERNATIONAL JAPAN_
Riki berjalan menelusuri koridor yang lumayan sepi, karena semua kelas tengah sibuk dengan jadwal pelajaran hari ini. Kenapa Riki tidak ke kelas? Riki keluar dengan ijin ke toilet padahal ia hanya bosan di dalam kelas di tambah, ia hanya merasa sesak.
Sampai ia tak sengaja melewati toilet perempuan, jangan anggap Riki mesum atau bahkan semacamnya. Ia tidak sengaja lewat karena pintu toilet hanya setinggi bahunya saja, ia bisa melihat ke dalam lebih tepatnya di wastafel toilet. Di sana ia bisa jelas melihat kalau gadis itu tengah memeriksa sesuatu.
Mata tajam itu menatap ke arah pinggang itu yang mempunyai bekas jahitan baru, berdarah dan itu membuatnya merasa agak aneh. Dari mana dia mendapatkan luka itu? Dan walah gadis itu samar-samar membiru, bekas pukulan mungkin atau hantaman benda tumpul.
Sedangkan yang di dalam toilet sibuk membersihkan noda darah di seragam, untung saja Hana membawa jadi almamater sekolah bisa menutupi kemeja putih yang beralih menjadi merah darah karena jahitan di pinggangnya agak longgar. Mungkin karena banyak bergerak membuat jahitannya longgar.
Sakit? Jangan di tanya akan itu, sangat sakit hanya saja Hana menahannya sebisa mungkin. Menangis? Tidak ada dalam buku kehidupannya, menangis hanya membuang buang tenaga saja dan akan menghabiskan banyak waktu.
Apakah itu benar? Lagi pula menangis tidak akan membuat luka di pinggangnya pulih. Jangan lupakan kaki kirinya yang terkena tembakan saat itu. Pelurunya sudah dikeluarkan, tidak terlalu dalam dan itu keberuntungan.
"Sialan, aku akan membalas mereka semua. Tunggu saja siapa yang memerintah mereka akan ku habisi." Ucapnya pelan. Namun, penuh tekanan, dan tidak sadar jika ucapannya tadi terdengar oleh seseorang yang tengah bersandar di dinding dengan kedua tangan disembunyikan di saku celana panjangnya.
Setelah membersihkan darah itu, Hana mematikan air wastafel dan kemudian memakai jasnya. Selesai bersiap-siap Hana pun keluar dari toilet, beberapa langkah ia sudah keluar dan Hana merasa ada orang lain di belakangnya.
Tetapi, ketika Hana menoleh ke arah sana, Hana hanya diam saja tidak menanggapi apa pun. Kenapa? Karena tidak ada siapa-siapa.
"Hanya halusinasi ku saja mungkin, mana ada murid keluar kelas jam segini."
Hana melanjutkan perjalanannya dan mengabaikan apa yang berada di sekitarnya.
Sedangkan Riki yang nyatanya diam-diam bersembunyi di balik dinding mulai keluar dan berdiri, memperhatikan punggung Hana yang semakin menjauh.
•••
Sekolah begitu cepat dan berlalu begitu saja, tidak terasa kalau bel pulang akan berbunyi beberapa saat lagi. Namun, hal itu tidak berpengaruh untuk lelaki ini, ia hanya duduk diam tanpa memperdulikan sekitarnya, menatap datar ke arah depan tanpa melakukan apa pun selain memutar-mutar bolpoin di sela-sela jarinya.
"Karena bel sebentar lagi berbunyi, kalian bisa bersiap siap dahulu." Ucap guru di depan seraya tersenyum cerah, semua murid tentu saja tidak akan menolak momen ini dan mereka melakukannya.
Riki juga hanya diam tidak ada niatan untuk membereskan alat sekolahnya yang tergeletak di atas mejanya, ia hanya menatap ke arah luar jendela di mana ia melihat seseorang di luar sana.
Gadis itu berlari keliling lapangan, berlari tanpa lelah yang membuat Riki fokus adalah baju olahraga itu lama kelamaan terlihat bercak darah di sana.
"Bodoh, apa dia lupa tentang lukanya sendiri." Tentu saja Riki agak merasa jengkel sendiri.
Tak lama jam pulang pun sudah berbunyi. Namun, tidak mengalihkan pandangan Riki dari gadis itu, mungkin dia mulai sadar akan darah itu dan segera berhenti. Namun, hanya sesaat untuk mengambil jaket, setelah jaket di pakai dan menutupi noda merah itu ia melanjutkan lari-larinya.
"Ck! Kenapa dia sebodoh ini?"
Riki segera membereskan bukunya secepat mungkin dan segera keluar kelas bersama yang lain.
Ia berjalan cepat dan pergi ke sebuah ruangan, tidak lain dan tidak bukan adalah ruang kesehatan. Ia meminta penjaga di sana mengambilkan beberapa perban dan obat merah, setelah mendapatkan semua itu ia kembali keluar berjalan kembali ke arah lapangan. Ia masa bodoh dengan murid-murid yang menatapnya aneh.
Riki berjalan cepat ke arah Hana dan ia meletakan tasnya di salah satu kursi panjang di pinggir lapangan, seraya berjalan ke arahnya.
Tanpa mengatakan apa pun dia langsung menarik tangan Hana, tentu saja gadis itu yang tidak menyadari keberadaannya terkejut. Berusaha memberontak. Namun, cengkraman tangannya kuat.
"Apa yang kau lakukan bodoh!? Lepaskan tidak!"
Tidak ada jawaban dari lelaki itu, ia bahkan memaksanya duduk di kursi panjang itu dan mengeluarkan perban sekaligus obat merah yang dia dapatkan dari ruang kesehatan.
Hana tentu saja terkejut, kenapa Riki membawa semua itu? Bukan kah aneh sosok pangeran es tiba-tiba saja memperhatikan seorang gadis yang belum satu tahun di sekolah itu, tentu saja sukses membuat gempar satu sekolah.
"Buka jaket mu."
"Apa?!" Riki memutar bola matanya malas dan langsung membuka kasar jaket yang melilit di pinggangnya, dan alhasil bercak darah tadi terlihat jelas di kaos olahraga yang sialnya berwarna putih.
"Kau tuli ternyata." Ucap Riki yang jelas Hana bisa dengar karena lelaki itu tepat duduk di depannya.
"Apa maksud mu?! Menyingkir lah!"
Hana berusaha berdiri menyingkir darinya...
Namun, nyatanya Hana kalah cepat dengan pemuda berdarah Jepang itu, ia dengan cepat menarik tangan Hana yang tak jauh darinya. Posisi Hana marah dan tidak fokus dengan yang di belakang, dia juga terkejut ketika tangannya lagi-lagi ditarik membuat Hana agak terjungkal ke belakang namun pasnya tepat di atas paha Riki.
Bayangkan saja, jatuh tepat di atas pangkuan pemuda itu dan berhadapan langsung dengan mata tajam datar itu. Hana bahkan berhenti bernafas seketika karena jarak.
"Luka mu masih basah, setidaknya pikirkan luka mu jangan pikirkan ego mu." Ucapnya dengan nada berat dan terkesan agak kurang bersahabat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments