Karena Hana tidak mau menunggu, Hana pun memilih langsung berjalan ke arah kamar adiknya. Menaiki anak tangga dengan tergesa-gesah karena entah kenapa firasatnya sangat tidak enak bahkan semakin negatif pikirannya ketika melihat reaksi mamanya ketika Hana bertanya tentang keberadaan adiknya.
Mamanya juga berlari mengikutinya, ia ingin menyembunyikan semuanya dari Hana, tetapi sepertinya memang tidak bisa.
Ketika Hana membuka pintu kamar adik laki-lakinya, dan seketika dunianya menjadi hancur. Bagaimana tidak? Melihat lelaki mungil itu berbaring dengan wajah pucat, dan wajah penuh luka yang bisa Hana tebak itu luka berawal dari mana Hana sudah bisa menebaknya. Hana pun segera menghampiri adiknya dan melihat keadaannya lebih dekat lagi.
"Gion, kakak ada di sini. Gion denger kakak kan? Gion, jawab kakak." Hana tidak mendapatkan jawaban apa pun, hanya suara hembusan nafas tenang. Namun, terkesan lambat. Hana hanya terdiam kembali menatap adik kecilnya yang berbaring mengenaskan.
"Kenapa ibu tidak memberi tau aku sejak awal? "
"Maafkan ibu, nak. Ayah melarang."
"Berarti jika Gion sekarat dan hampir mati! Apa Ibu tetap menurut apa kata pria tua bangka itu?! Iya! Kenapa ibu setega ini? Dia putra ibu, kenapa? " Hana mulai berdiri dan menghadap ke arah mamanya yang menatap Hana penuh air mata.
Sebenarnya Hana tidak mau melakukan semua ini, membentak wanita yang berdiri di depannya tentu saja akan tetap menyakitkan. Namun, bagaimana jika semua keadaan justru memaksa melakukan hal yang bahkan Hana sudah berjanji kepada diri sendiri untuk tidak melakukannya? Seperti sekarang, adik kesayangannya yang jelas saja dia sakit sekarang.
Tetapi, dia bahkan tidak membawanya ke rumah sakit untuk di rawat oleh orang yang tepat agar cepat pulih seperti dulu. Hana sangat benci ketika adik cerewetnya itu terdiam bersama dengan suara nafas pelan seperti sekarang, sungguh Hana membenci semua itu.
"Maafkan ibu-"
"Aku akan membawanya ke rumah sakit, masa bodoh dengan pria tua itu melarang ku." Ucapnya tanpa memperdulikan mamanya menangis merasa bersalah dengan tindakannya sendiri.
Hana pun tanpa berpikir panjang langsung menggendong adik kecilnya keluar dari kamar, dengan selimut yang masih berbalut di tubuhnya dan membawanya keluar dari kamar. Ketika Hana menuruni anak tangga seraya menggendong tubuh adiknya yang semakin ringan itu, Hana melihat ayahnya tengah duduk di ruang tengah. Melihat apa yang Hana lakukan sekarang, dia berdiri dan mencoba menghalanginya.
"Mau di bawa kemana anak itu?" Hana berhenti melangkah dan tersenyum penuh arti.
"Bukan urusanmu." Hana langsung berjalan keluar dari rumah dan di depan sudah ada taksi yang sudah Hana pesan sejak tadi. Entah mengapa firasat menyuruh supir itu tetap berada di dekat rumah itu.
Hana memasukan adiknya ke dalam taksi dan Hana juga masuk ke dalam sana, membaringkan adiknya dengan posisi yang nyaman tentunya agar ia tetap tertidur tanpa rasa sakit.
" Hana! Mau kemana kau?! Kembali! "
"Ke rumah sakit pak, cepet." Ucap Hana terkesan memerintah, dan dengan segera mobil taksi itu melaju ke rumah sakit terdekat meniggalkan ayahnya yang marah marah tak karuan.
Hana sangat mengabaikan itu, Hana melihat ke arah wajah adiknya yang semakin pucat itu. Entah kenapa hatinya tiba-tiba merasa sedikit perih melihat pemandangan ini? Berharap ketika Hana pulang anak kecil itu yang akan menyambut dirinya di rumah dan mendengar ocehannya sepanjang hari. Namun, kenyataan malah berbalik, justru lebih kejam.
"Kakak akan bawa kamu sama kakak, kakak akan menjaga kamu. Jauh dari iblis itu, kamu tidak akan sakit lagi." Memeluk tubuh mungil dan rapuh itu dengan erat seolah tidak akan membiarkan si kecil pergi meninggalkannya lebih jauh.
Tanpa Hana tau atau mungkin Hana sangat tidak menyadarinya, supir taksi itu melirik melihat dari arah kaca spion mobil. Melihat Hana memeluk anak kecil yang Hana sebut adik, ia merasa ada sebuah kenyataan baru. Alasan baru di mana Hana bisa terjun ke dunia gelap, seperti sekarang.
•••
RUMAH SAKIT JAYA SAKTI_JAWA BARAT
09:12WIB
Hana masih menunggu hasil dari dokter sekarang, tentang bagaimana keadaan Gion adiknya saat ini. Hana hanya bisa berdoa saja dan terus berusaha agar adiknya kembali sembuh seperti sediakala. Sampai sebuah suara pintu membuat dirinya berdiri dan menghampiri dokter yang baru saja keluar dari ruangan itu.
"Bagaimana keadaannya? Apa adik saya baik-baik saja? "
"Anda bisa tenangkan diri anda, nona. Masalah adik anda, dia memiliki luka memar yang di sebabkan pukulan, dan mungkin juga benturan dari benda tumpul, bahu bagian kirinya sedikit retak, dan juga adik anda mengalami demam tinggi. Namun, kami akan berusaha sebisa mungkin memulihkan adik anda." Hana hanya terdiam menatap ke arah pintu ruangan yang tertutup rapat tersebut.
Entah kenapa mendadak Hana menjadi sangat frustasi kembali, sepertinya keadaan seperti ini tidak mungkin membiarkan adiknya sendirian di tambah ayahnya itu pasti akan mencari Gion kemudian membawanya kembali, bukan memperlakukannya dengan baik ia pasti akan menyakiti Gion lagi. Tidak bisa, itu tidak akan terjadi dan Hana tidak akan membiarkan semua itu terulang lagi.
Sudah mutlak, Hana akan membawa Gion ke Jepang ketika waktunya sudah tiba. Membesarkannya di sana dan membawanya kemana pun Hana pergi, tentu saja menyembunyikan agar tidak ada yang tau jika Gion adalah adik seorang pembunuh bayaran yang diperintah oleh ketua Mafia Eropa. Yang benar saja, bukan nya melindungi malah semakin mengancam nyawanya.
Sepertinya Hana akan semakin banyak mengurus hidup di tambah Gion ikut dengannya. Akan ada banyak identitas palsunya nanti, meskipun memang ilegal setidaknya Gion tidak di ketahui oleh publik bukan.
"Apa anda sendirian nona?" Hana mendongak, dan lamunannya buyar karena suara seseorang.
"Iya, seperti yang anda lihat sekarang." Dokter itu mendadak menjadi canggung ketika mendapatkan jawaban acuh tak acuh yang Hana lontarkan kepadanya.
"Jika anda meminta bantuan bisa hubungi saya, saya akan datang. Sekali lagi saya turun prihatin dengan keadaan adik anda, saya permisi. Selama siang." Hana hanya berdehem menjawabnya, dan berniat ingin masuk ke dalam ruangan adiknya.
Tetapi, entah mengapa terasa ada yang mengawasi dari jauh, membuat langkahnya berhenti seketika. Hana pun dengan cepat menoleh ke arah belakang dan melihat ke seluruh halaman sekitar, tidak ada yang mencurigakan semuanya tampak normal. Banyak orang yang mondar mandir di lorong rumah sakit adalah hal yang wajar.
Tetapi, sungguh Hana yakin seperti ada yang mengawasi dirinya tadi, Hana pun kembali menatap ke arah pintu dan menemukan bayangan seseorang tengah menatapnya dari jauh.
Sadar ketika Hana tatap balik dari pantulan bayangan, ia langsung berjalan menjauh dan tentu saja Hana langsung berbalik badan kemudian mengejarnya di antara keramaian rumah sakit.
Entah kenapa ketika berada di luar daerah parkiran sosok itu menghilang seketika? Hana mencoba berlari mencari di setiap sudut dan tidak ada yang Hana temukan kecuali orang lain.
"Sial!" Umpatnya, Hana berusaha mengejarnya secepat mungkin tadi kenapa dia malah lolos begitu saja.
Karena tidak mendapatkan apa pun, Hana pun berpikir agar segera kembali ke ruangan adiknya memeriksa keadaannya sekarang juga. Hana pun berbalik arah dan berlari ke ruangan adiknya.
Tanpa Hana sadar seseorang kembali muncul di salah satu penyangga gedung, ia menatapnya yang berlari kembali masuk ke dalam coba ia tebak, Hana pasti berada di ruangan adiknya. Ia pun memalingkan wajahnya yang tertutup setengah bagian karena topi dan masker hitam yang ia pakai, ia pun segera berjalan menjauh dari rumah sakit.
•••
Berbeda dengan hari hari sebelumnya, sudah hampir dua hari ini Riki tidak melihat kehadiran saudara tirinya. Siapa lagi kalau bukan, Haruto. Entah kemana lelaki itu pergi sekarang, di tambah ia sangat ingin bertanya sesuatu kepadanya. Tetapi, karena dia tidak ada mau tidak mau Riki benar-benar mengurung niatnya sekarang.
Riki memilih keluar rumah karena merasa kalau terus berada di dalam rumah membuatnya suntuk dan cepat sekali bosan, biasanya jika ada saudaranya itu. Haruto dan Riki biasa bermain tembak-tembakan, bukan dengan air seperti anak kecil melainkan dengan peluru asli. Di ruang latihan khusus dimana ayah Haruto sudah menyiapkan semuanya. Kedua anaknya mempunyai hobi sama meskipun sepertinya Riki yang jauh lebih berambisius dalam beberapa hal.
"Kemana dia? Tidak biasa nya dia seperti ini." Gerutu nya kesal, ia mengendarai mobil yang berada di luar rumah. Sengaja tidak ia masukan ke bagasi rumah karena ia pikir akan memakainya lagi.
Kendaraannya ditumpangi oleh Riki bukan sembarangan mobil, entah lah bagaimana menjelaskannya intinya mobil yang digunakan adalah mobil yang sangat spesial tentunya. Bukan tanpa alasan, melainkan juga demi keamanan sang pewaris.
Di dalam perjalanan ia menuju tempat biasa dirinya berkumpul dengan teman-temannya, ia menuju ke sana.Namun, entah mengapa ia merasa kendaraan di belakangnya tengah mengikutinya dari belakang.
Riki tetap bersikap tenang dan berpikir positif, ia berinisiatif untuk membelokan arah beberapa kali siapa tau kan mobil di belakangnya ternyata beda arah. Namun dugaannya salah, justru mobil berwarna hitam itu terus mengikutinya.
Ia mencoba tetap tenang dan tidak panik, Riki menghubungi beberapa temannya sekarang untuk tujuan menjebak mobil itu dalam beberapa arah agar ia bisa tau siapa yang mencoba mengikutinya. Riki seketika menggelapkan kaca mobilnya agar mobil di belakang tidak melihat apa yang Riki lakukan.
"Sial! Kenapa harus sekarang? Mood ku hancur." Ucapnya keras dan sangat amat kesal, ia sudah kesal dan sekarang beraninya orang membuatnya menambah kesal sekaligus emosi semakin tinggi.
Di sisi lain seseorang mengetahui jika Riki tengah diikuti dan menjadi incaran para musuh. Pria dengan pakaian hitam formal itu langsung menghubungi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments