**Hai kak, salam kenal dari Author Kopii Hitam
Meskipun hitam, tetap manis seperti reader yang membaca novel ini kan**
**Jangan lupa tinggalkan jejak petualangannya ya
Happy Reading**
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Seharian ini Yuna tak bisa berbuat apa-apa, bahkan untuk kembali ke kamar Elkan saja dia tidak sudi. Sudah cukup batinnya tersiksa ulah sikap Elkan yang tak bisa dimengerti.
Sekitar pukul 4 sore, Yuna duduk di halaman belakang, tepat di sebuah bangku yang tersusun rapi menghiasi taman. Matanya nampak sendu, ada cairan bening yang menumpuk di dalam sana.
"Kapan penderitaan ini akan berakhir? Aku ingin bebas, aku ingin kembali menjadi Yuna yang dulu. Yuna yang ceria, tidak perlu memikirkan beban seberat ini." batin Yuna, dia tak sanggup lagi melanjutkan hidup yang tak jelas tujuannya seperti ini.
Dalam kekalutan hati dan pikirannya saat ini, tiba-tiba sebuah tangan bergerak di pundaknya. Yuna terperanjat kaget, sontak saja dia langsung bangkit dari duduknya, lalu menoleh ke belakang.
"Beno?" gumam Yuna sembari memegangi dadanya yang tengah berolahraga keras. Jantungnya seakan ingin tumpah saking kagetnya, bahkan wajahnya nampak pucat bak melihat hantu di siang bolong.
Melihat wajah Yuna yang begitu, Beno pun terkekeh dengan sendirinya.
"Maaf Yuna, apa aku mengagetkan mu?" tanya Beno yang kesulitan menahan tawanya.
"Beno ih, aku rasanya mau mati karena ulah mu." ketus Yuna dengan tatapan tak biasa, dia pikir Elkan lagi yang ingin mengganggu dirinya.
"Hehehe, maaf, aku tidak bermaksud membuatmu terkejut. Lagian kenapa melamun sore-sore begini?" tanya Beno, lalu mendekati Yuna.
Yuna memanyunkan bibirnya, kemudian duduk kembali di bangkunya. Beno pun ikut duduk di sampingnya.
"Apa yang terjadi? Kenapa dua hari ini menghilang begitu saja?" tanya Beno penasaran, dia juga sempat khawatir memikirkan keadaan Yuna.
"Aku tidak menghilang, aku hanya menyendiri untuk sementara waktu. Eh, bajingan itu malah menemukanku." keluh Yuna dengan wajah cemberut nya.
"Apa dia menyakitimu lagi?" tanya Beno ingin tau.
"Sangat, bahkan kali ini lebih parah dari sebelumnya. Kapan penderitaan ini akan berakhir Beno? Aku benar-benar lelah," keluh Yuna, dia menghela nafas berat, lalu membuangnya kasar.
Beno menautkan alisnya. "Aku pikir dia tidak akan menyakitimu lagi."
"Pemikiran dari mana itu? Sudah jelas dia ingin sekali menyiksaku," cetus Yuna dengan lirikannya yang mematikan.
Beno mengusap wajahnya kasar. "Mungkin kamu salah paham terhadap Elkan, dia tidak bermaksud menyakitimu."
"Asal kamu tau saja, dia sangat khawatir ketika kamu menghilang dari rumah ini. Dia bahkan mengacak-acak kamarku mencari keberadaan mu. Gila gak tuh?" jelas Beno sembari tersenyum kecil, dia kembali teringat bagaimana cemasnya Elkan saat kehilangan Yuna.
"Ah, mana mungkin dia mengkhawatirkan aku? Dia hanya kehilangan objek yang bisa dia sakiti." jawab Yuna, dia sama sekali tak percaya kalau Elkan mengkhawatirkan dirinya.
Dalam percakapan yang cukup panjang itu, tiba-tiba Elkan sudah berdiri di belakang mereka. Tatapan matanya menyala dengan rahang mengerat kuat.
Bisa-bisanya Yuna berbicara begitu lembut kepada Beno, sedangkan kepada dirinya, Yuna selalu meninggikan suaranya. Jelas saja Elkan merasa panas di hatinya.
Tanpa ragu, Elkan mendekati keduanya dan duduk ditengah-tengah mereka. Sontak saja Yuna dan Beno terperanjat kaget.
"Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya Elkan dengan santainya, dia bahkan tak segan meletakkan sebelah tangannya di pundak Yuna. Membuat Yuna bergeming merasakan sesak di dadanya.
"Elkan, tumben sekali kau ke sini? Tidak biasanya kau mau menginjakkan kakimu di belakang seperti ini." ucap Beno dengan kening sedikit mengkerut.
"Kenapa memangnya? Ini rumahku, aku berhak menginjakkan kakiku dimana saja!" jawab Elkan dengan santainya, seulas senyum terpahat indah di wajahnya.
"Beno, kenapa bertanya seperti itu? Harusnya kita berdua tau diri, kita hanya tamu di rumah ini." sindir Yuna dengan senyuman miringnya, kemudian bangkit dari duduknya.
"Beno, aku masuk dulu ya. Nanti malam kita lanjutkan percakapan kita. Sekarang aku lagi gak mood, ada parasit di sini, membuat kulitku gatal." sindir Yuna, kemudian berlalu meninggalkan kedua pria itu.
Mendengar itu, wajah Elkan memerah dengan rahang mengerat kuat. Bagaimana mungkin Yuna seberani itu menyindir dirinya, bahkan dia juga berjanji untuk melanjutkan percakapannya dengan Beno nanti malam. Dada Elkan semakin panas bak terbakar di dalam bara api.
Tanpa berucap sepatah katapun, Elkan bangkit dari duduknya, kemudian menyusul Yuna ke dalam rumah. Tepat sebelum kaki Yuna menginjak ruang tengah, Elkan mengangkatnya dan membopongnya menaiki anak tangga.
"Akhh, Elkan, apa yang kau lakukan? Cepat turunkan aku!" teriak Yuna sembari meronta melepaskan diri.
"Diam, atau aku akan melempar mu ke bawah sana!" ancam Elkan dengan tatapan membunuhnya, dia berhenti tepat di ujung tangga, kemudian berbalik dan mengarahkan tubuh Yuna ke bawah.
Yuna menoleh ke bawah, cukup tinggi. Jika dia terjatuh, sekurangnya akan menyebabkan patah tulang atau geger otak. Yuna tentunya tidak mau hal itu terjadi kepada dirinya.
"Hah, jangan Elkan! Aku belum mau mati," rengek Yuna sembari berpegang pada kaos yang dikenakan Elkan.
"Peluk aku kalau begitu!" titah Elkan dengan mata elangnya, kemudian menggerakkan tangannya seakan ingin menjatuhkan Yuna dari atas sana.
"Akhh, jangan dilepas Elkan! Iya, iya, aku akan memelukmu." teriak Yuna, kemudian mengalungkan tangannya di leher Elkan.
Melihat Yuna yang begitu, seulas senyum terpahat indah di wajah Elkan. Dia kembali berbalik dan melanjutkan langkahnya menuju kamar.
Di dalam sana, Elkan menatap Yuna dengan intim. Ingin sekali dia melahap bibir tebal Yuna yang menggoda.
Saat mendekatkan wajahnya, pipi Yuna tiba-tiba memerah. Yuna benar-benar gelisah melihat tatapan Elkan yang tak biasa, kemudian meremas tengkuk Elkan saking canggungnya.
Seulas senyuman licik terpahat di wajah Elkan melihat ekspresi wajah Yuna yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Elkan mengurungkan niatnya dan menghempaskan tubuh Yuna ke kasur.
"Ahh," Rintihan Yuna terdengar merdu di telinga.
"Dasar bajingan! Apa kau ingin membunuhku hah?" umpat Yuna sembari mengusap punggungnya yang terasa sedikit ngilu.
"Hahahaha," Tawa Elkan menggelegar memenuhi seisi kamar.
Yuna bergegas duduk dan menatap Elkan dengan tajam, setajam pisau yang siap menusuk jantung.
"Dasar psikopat! Pantas saja tidak ada seorang pun wanita yang mau denganmu." cela Yuna, dia merangkak turun dari kasur. Saat hendak meninggalkan kamar, Elkan dengan sigap menahan tangannya.
"Bajingan tengik! Lepaskan aku!" bentak Yuna dengan amarah yang sudah berapi-api.
Melihat kemarahan di wajah Yuna, Elkan justru tertawa dengan lantang. Rasanya begitu menyenangkan membuat istrinya tersiksa seperti itu.
"Kamu tidak boleh kemana-mana!" tegas Elkan, lalu menarik tangan Yuna hingga tubuh keduanya saling menempel.
"Cukup Elkan, lepaskan aku!" bentak Yuna meninggikan suaranya, lalu berusaha keras menarik tangannya dari genggaman Elkan.
"Kalau aku tidak mau gimana? Apa yang ingin kamu lakukan?" sahut Elkan dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Bunuh saja aku sekalian, biar kau puas!" gertak Yuna yang sudah tak sanggup lagi menghadapi sikap Elkan.
"Baiklah kalau itu mau mu, ayo ikut aku!"
Elkan menarik tangan Yuna menuju kamar mandi. Setelah membuka pintu dan menutupnya kembali, Elkan membawa Yuna berdiri di bawah shower. Elkan menyalakannya hingga tubuh keduanya basah di bawah guyuran air.
"Elkan, apa yang kau lakukan? Ini dingin sekali," teriak Yuna, bibirnya sampai gemetaran menahan suhu air yang begitu dingin hingga menusuk tulang.
"Jika kamu ingin mati, maka matilah di sini bersamaku!" gumam Elkan, lalu menarik pinggang Yuna hingga dada keduanya saling menempel.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments
💞 Nofia 💞
Mungkin maksudnya baik, tapi caranya yang salah. elkan elkan🤭
2022-08-27
9