**Hai kak, salam kenal dari Author Kopii Hitam
Meskipun hitam, tetap manis seperti reader yang membaca novel ini kan**
**Jangan lupa tinggalkan jejak petualangannya ya
Happy Reading**
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Seharian ini, Yuna merasakan sedikit kedamaian karena tak melihat wajah Elkan yang menyebalkan itu. Dia bisa bergerak bebas di dalam kamar, bahkan siang tadi tidurnya begitu nyenyak di atas ranjang empuk Elkan.
Setelah menyiapkan makan malam, Yuna kembali ke kamar untuk membersihkan diri. Suaranya mengalun merdu di dalam kamar mandi menikmati kebebasannya yang entah berapa lama akan bertahan.
Sementara di perusahaan, Elkan dan Beno terpaksa lembur karena begitu banyaknya pekerjaan yang menumpuk di atas meja kerja keduanya. Beno bahkan harus bolak balik beberapa kali ke ruangan Elkan.
Sekitar pukul 12 malam, Elkan menghela nafas lega. Pekerjaan yang cukup melelahkan itu akhirnya selesai sebelum fajar menyingsing. Tubuhnya benar-benar lelah hingga membuat matanya mulai mengantuk.
Elkan menutup laptopnya, kemudian bangkit dari duduknya dan berjalan meninggalkan ruangan. Kebetulan sekali dia berpapasan dengan Beno yang ingin menyusul ke ruangannya.
"Nah, kebetulan sekali kau di sini. Ayo pulang, aku benar-benar lelah!" ajak Elkan dengan wajahnya yang nampak sedikit kusut, mulutnya sampai menguap beberapa kali.
"Memangnya kau saja yang lelah, aku juga lelah kali. Coba saja aku punya istri sepertimu, pasti di rumah nanti akan ada yang memijat punggungku, kakiku, tanganku dan...,"
"Alah, jangan ngelantur kemana-mana! Ada istri ataupun tidak, rasanya sama saja. Lebih baik tidak sama sekali!" potong Elkan, dia bahkan tak pernah memikirkan sampai kesitu. Karena baginya, seorang istri itu tidak berarti apa-apa.
"Itu karena kau terlalu egois. Coba buka hatimu sedikit saja untuk Yuna, pasti kau akan merasakan bagaimana pentingnya seorang istri di sisimu!" tegas Beno, dia bermaksud mencuci otak Elkan agar bisa melihat Yuna dari sudut pandang yang berbeda.
"Sudahlah Beno, tidak perlu menceramahi aku tengah malam begini! Sudah aku bilang, aku tidak tertarik pada wanita itu!" ketus Elkan, lalu melangkahkan kakinya menuju lift.
"Dasar manusia batu!" umpat Beno penuh kekesalan, lalu menyusul Elkan memasuki lift yang sudah terbuka.
Saat tiba di lantai dasar, keduanya melenggang meninggalkan perusahaan. Seperti biasa, Beno melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
Sekitar 15 menit menempuh perjalanan, mobil yang dikendarai Beno akhirnya tiba di halaman istana Elkan nan megah. Keduanya turun dan berjalan memasuki rumah, lalu berpisah saat menuju kamar masing-masing.
Beno menaruh jas nya pada tampuk sofa, kemudian menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Selang beberapa menit, dia pun tertidur dalam keadaan masih berpakaian rapi.
Sementara di atas sana, Elkan mendapati Yuna yang tengah tertidur lelap di atas sofa. Sebelum ke kamar mandi, dia mendekat dan mematut wajah Yuna yang nampak sangat polos dalam tidurnya.
Entah apa yang Elkan pikirkan saat ini, dia bergeming untuk beberapa saat tanpa gerak sedikitpun. Seulas senyuman pahit terpahat jelas di wajahnya.
Puas memandangi wajah Yuna, Elkan beranjak menuju kamar mandi. Setelah membersihkan diri, Elkan keluar dan berbaring di atas kasur. Seperti biasa, dia hanya mengenakan celana pendek saja di kamar itu.
Karena tubuh dan matanya sudah tidak bisa diajak kompromi, Elkan akhirnya tertidur dalam waktu yang cukup singkat. Dengkuran tipis pun terdengar jelas dari mulutnya.
Di luar sana, rintik hujan mulai berjatuhan membasahi perut bumi. Suara petir bergemuruh dengan dahsyatnya mengiringi tetesan hujan yang turun dengan lebat.
Yuna tersentak dari tidurnya, gemuruh petir dan kilat yang menyambar membuat tubuhnya bergetar hebat, bibirnya tiba-tiba kelu. Saking takutnya, Yuna pun meringkuk sembari menutupi telinganya. Butiran bening itu mengalir begitu saja di sudut matanya.
"DUAAAR"
"Akhh," Teriakan Yuna sahut menyahut dengan gemuruh petir yang menggelegar begitu dahsyat.
Saking kencangnya kedua suara itu, Elkan pun terbangun dari tidurnya. Dia menoleh ke arah jendela yang belum tertutup dengan rapat.
Saat hendak bangkit, bola mata Elkan tak sengaja berguling ke arah sofa. Dia terperanjat melihat Yuna yang tengah meringkuk dalam ketakutannya.
"Hei, apa yang terjadi denganmu?" tanya Elkan, dia berlari kecil menutup jendela dan tirainya. Lalu mendekati Yuna yang tak menyahut pertanyaannya.
"Hei, ada apa?" tanya Elkan sembari duduk di dekat kaki Yuna.
"DUAAAR"
Lagi-lagi gemuruh petir menggelegar hingga membuat Yuna terlonjak dan berteriak sekencangnya.
"Akhh, sudah cukup! Aku takut," teriak Yuna seiring tangisannya yang sudah tak terbendung.
Mendengar itu, Elkan pun memberanikan diri menyentuh lengan Yuna. "Hei, jangan takut! Ada aku,"
"DUAAAR"
"Akhh," Kali ini Aina terduduk lesu sembari terus menutupi telinganya.
Melihat Elkan yang tengah duduk di hadapannya, spontan saja Yuna melingkarkan tangannya di punggung pria itu dan memeluknya dengan erat.
"Maafkan aku, aku tidak bermaksud menyentuhmu. Biarkan aku memelukmu sebentar saja, aku benar-benar takut." isak Yuna dengan nafas yang sudah tak beraturan, bahkan tubuhnya masih bergetar hingga mengguncang tubuh Elkan.
Elkan bergeming, tubuhnya mematung merasakan tangan Yuna yang bergerak menyentuh kulit punggungnya. Dia ingin marah, tapi tak bisa melakukannya.
"DUAAAR"
Untuk kesekian kalinya Yuna berteriak, lalu mempererat pelukannya. Bahkan kini wajahnya tengah tenggelam di dada bidang Elkan yang menonjol.
Hembusan nafas Yuna yang hangat, membuat dada Elkan berdenyut ngilu. Seperti ada magnet yang menarik dirinya untuk mendekat.
Elkan berusaha melepaskan tangan Yuna dari tubuhnya, dia takut jatuh ke dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya. Namun Yuna malah semakin mengencangkan pelukannya.
"Jangan dilepas, aku mohon! Biarkan seperti ini sebentar saja!" pinta Yuna memelas, dia takut petir itu datang lagi. Selain itu, Yuna mulai merasa nyaman di dalam dekapan suaminya.
Elkan menghembuskan nafasnya dengan kasar, perasaan hatinya mulai tak menentu melihat Yuna yang bergelayut di dadanya. Semakin hangat hembusan nafas Yuna, semakin berdegup kencang pula jantung Elkan di dalam sana.
Setelah beberapa saat, hujan pun mulai reda. Suara petir sudah tak terdengar lagi di telinga keduanya. Yuna melepaskan pelukannya dan menatap wajah Elkan dengan intim.
"Terima kasih untuk pengertiannya. Maaf karena sudah mengganggu tidurmu, aku janji tidak akan menyentuhmu lagi setelah ini!" Yuna menyeka pipinya, kemudian berlari menuju kamar mandi. Entah kenapa, hatinya tiba-tiba sedih mengatakan itu.
Elkan menghela nafas berat, sudah sedari tadi dia menahan sesak di dadanya. Sentuhan Yuna tadi membuatnya merasakan sesuatu yang aneh, entah apa dia sendiri juga tidak tau.
"Dasar bodoh!" umpat Elkan dengan seulas senyum yang terpahat di wajahnya. Dia pun menggaruk kepalanya yang tak gatal sama sekali.
Karena matanya sudah semakin berat, Elkan bangkit dari duduknya dan berpindah ke kasur untuk melanjutkan tidurnya. Sementara Yuna masih gelisah di dalam kamar mandi. Dia takut Elkan berpikir buruk terhadap dirinya. Selain itu, dia juga takut Elkan akan menghinanya lagi seperti sebelumnya.
Setelah cukup lama di dalam kamar mandi, Yuna pun memberanikan diri keluar sembari menekuk wajahnya.
Berhubung jam masih menunjukkan pukul 2 dinihari, Yuna pun kembali berbaring di atas sofa dengan posisi memunggungi Elkan.
Yuna tidak berani menatap wajah Elkan mengingat kesalahan yang baru saja dia lakukan. Tidak seharusnya dia memeluk Elkan seperti tadi.
Dalam kekhawatiran yang bersarang di benaknya, Yuna pun berusaha memejamkan matanya. Berharap esok pagi semuanya akan baik-baik saja dan kembali seperti semula.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments
💞 Nofia 💞
lanjut
2022-08-13
9