**Hai kak, salam kenal dari Author Kopii Hitam
Meskipun hitam, tetap manis seperti reader yang membaca novel ini kan**
**Jangan lupa tinggalkan jejak petualangannya ya
Happy Reading**
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Malam hari, Yuna terbangun saat tubuhnya merasa gamang. Kepalanya sudah tergantung di ujung sofa, untung saja dia cepat sadar. Kalau tidak, mungkin tubuh montoknya sudah menggelinding di dasar lantai.
Yuna mengucek kelopak matanya yang masih separuh terbuka. Saat menatap dinding, matanya membola mendapati jarum jam yang sudah menunjuk angka 7.
"Astaga, kenapa aku jadi ketiduran selama ini?" gumam Yuna sembari bangkit dari tidurnya, dia berlari ke kamar mandi untuk mencuci muka.
Baru saja menapakkan kaki di dalam sana, teriakan Yuna bergemuruh dengan lantang. Dia bergeming dan bergegas menutup matanya ketika menyaksikan tubuh Elkan yang polos tanpa sehelai benang pun. Teriakan Yuna itu membuat telinga Elkan berdenyut nyeri.
"Hei, jangan berteriak di depanku!" hardik Elkan sembari meraih handuk dan melilitkannya di pinggang. Dia kesal melihat Yuna yang seenak jidat menyelonong masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
Rahang Elkan mengerat kuat. "Apa yang kau lakukan di sini hah? Tidak sopan," tanya Elkan meninggikan suaranya, wajahnya tampak kaku bak beton pembatas jalan.
"Ma, maaf, aku pikir tidak ada orang di dalam. Habis pintunya tidak dikunci sih," sahut Yuna yang masih setia menutup matanya, dia berbalik dan bergegas meninggalkan kamar mandi.
"Astaga, apa yang aku lihat barusan? Aduh, otakku jadi tercemar kan?" batin Yuna sembari mengetok jidatnya dengan kasar, pikirannya seketika ternoda melihat tubuh indah Elkan yang sangat menggoda.
"Stop Yuna, stop! Jangan diingat lagi!" batinnya menggerutu.
Yuna bergegas membuka pintu lemari, menyiapkan pakaian Elkan dan menaruhnya di atas kasur. Setelah itu Yuna keluar dari kamar, dia tidak sanggup menatap wajah Elkan saking malunya atas apa yang baru saja terjadi.
Di bawah sana, Yuna bergabung dengan para pelayan yang tengah sibuk menyiapkan makan malam. Karena semua makanan sudah matang, Yuna pun menyajikannya di atas meja.
Setelah semua terhidang, Yuna mengambil piring dan mengisinya dengan sedikit makanan. Dia membawa piring itu ke belakang dengan segelas air putih di tangannya.
Yuna duduk di bangku yang ada di taman belakang, dia tidak ingin duduk di meja yang sama dengan suaminya. Bagaimanapun, pernikahan ini hanyalah perjanjian semata. Dia sadar akan posisinya dan lebih memilih menyendiri.
Di dalam sana, Elkan sudah duduk di bangkunya, Beno pun sudah duduk di sampingnya. Bola coklat Elkan berguling liar mencari keberadaan Yuna, tapi tak melihat wanita itu di mana-mana.
"Dimana wanita itu?" tanya Elkan kepada pelayan yang tengah berdiri mengisi piringnya.
"Apa maksud Tuan Nona Yuna?" tanya pelayan yang bernama Diah.
"Tentu saja, siapa lagi?" jawab Elkan dingin tanpa ekspresi sedikitpun.
"Nona Yuna ada di belakang Tuan, beliau makan di taman." ungkap Diah.
"Hufft, baguslah kalau begitu. Jadi aku tidak perlu melihat wajahnya di sini, bisa-bisa selera makan ku hilang!" sahut Elkan sembari bernafas lega, lalu menyantap makanan yang sudah menumpuk di atas piringnya.
Melihat sikap Elkan yang begitu, Beno menghela nafas berat. Dia tak mengerti jalan pikiran Elkan sebenarnya.
"Kenapa memperlakukan wanita itu seperti ini? Ingat Elkan, dia itu istrimu!" tanya Beno kesal, dia tak habis pikir kenapa Elkan tidak menghargai Yuna sedikitpun.
"Apa urusanmu? Biarkan saja dia berbuat sesuka hatinya, aku tidak peduli!" jawab Elkan tanpa rasa bersalah sedikitpun, dia terus saja menyantap makanannya dengan lahap.
"Astaga Elkan, aku tidak mengerti kenapa kau jadi kejam seperti ini? Setidaknya hargailah dia!" geram Beno meninggikan suaranya, dia kehilangan akal menghadapi sikap Elkan yang sulit dinasehati.
"Jika kau peduli pada wanita itu, maka pergi saja kepadanya! Temani dia di belakang sana, jangan banyak bicara di depanku!" ketus Elkan, dia tidak suka mendengar keributan saat di meja makan.
"Baiklah jika itu mau mu. Aku pergi!" Beno bangkit dari duduknya, dia mengangkat piring yang ada di hadapannya, lalu membawanya ke belakang menyusul Yuna.
Melihat Beno yang benar-benar pergi meninggalkan meja makan, Elkan pun menghentikan suapannya. Wajahnya menyala memendam amarah yang berkecamuk di jiwanya. Bukan cemburu, melainkan kesal karena Beno lebih membela Yuna dari pada dirinya.
Di belakang sana, Yuna menyuap makanannya dengan lesu. Hatinya terasa hampa di rumah sebesar itu. Tapi apa daya, dia sudah terlanjur setuju dengan syarat yang diajukan Elkan kepadanya.
Hanya itu satu satunya cara untuk membalas jasa Elkan yang sudah membantu ayahnya terlepas dari hutang yang melilit keluarganya. Jika saja usaha ayahnya tidak bangkrut, mungkin hari ini dia masih bisa tertawa dengan lepas.
"Permisi, boleh aku duduk di sini?" tanya Beno yang sudah berdiri di belakangnya.
Yuna tersentak dari lamunannya, suara besar Beno membuatnya terlonjak, lalu menoleh ke belakang.
"Tuan, apa yang anda lakukan di sini?" tanya Yuna sembari menautkan alisnya.
"Sama denganmu, sepertinya aku membutuhkan udara segar. Boleh aku duduk?" tanya Beno dengan senyumnya yang menawan.
"Oh iya, silahkan Tuan! Ini rumahmu, kenapa harus bertanya?" jawab Yuna, lalu beringsut dari duduknya, memberi celah kepada Beno untuk duduk di sampingnya.
Beno melangkahkan kakinya, kemudian duduk tepat di sebelah Yuna dengan piring yang masih ada di tangannya.
"Kenapa makan di luar? Di dalam masih banyak bangku kosong!" tanya Beno dengan ciri khasnya yang ramah senyum, lalu menatap Yuna dengan intens.
"Tuan sendiri kenapa membawa makanan ke luar?" jawab Yuna dengan pertanyaan pula, membuat Beno terkekeh karena dia sendiri tidak tau jawabannya.
"Jangan panggil Tuan, panggil Beno saja biar lebih akrab!" pinta Beno dengan seulas senyum yang masih terukir di wajahnya.
"Jangan Tuan, kedengarannya tidak sopan!" sahut Yuna yang merasa keberatan.
"Dimana letak tidak sopan nya? Asal kamu tau saja, aku bukan siapa-siapa di rumah ini. Semua ini milik suamimu, aku hanya orang asing sepertimu." jelas Beno mengakui siapa dirinya, selama ini dia tidak pernah menutupi identitasnya dari siapapun.
Yuna membuka matanya lebar. "Benarkah? Aku pikir Tuan keluarganya Elkan, adik kakak mungkin?"
"Kamu salah Yuna, aku hanya anak pungut. Kakek mengadopsi ku dari panti asuhan sejak berusia 7 tahun." jelas Beno dengan jujur.
"Oh, jadi Elkan itu pewaris tunggal keluarga ini? Pantas saja dia begitu sombong." keluh Yuna.
"Benar sekali, dia satu satunya pewaris keluarga ini. Aku hanya menjalani wasiat kakek untuk menjaganya." jelas Beno.
Keduanya kembali melanjutkan makan sembari bercengkrama. Baik Beno maupun Yuna nampak bersemangat menceritakan diri mereka masing-masing. Setelah makanan di piring keduanya habis, Yuna menaruh piring kotor di bawah bangku yang dia duduki.
"Bagaimana pemotretan tadi siang? Apa semuanya berjalan lancar?" tanya Beno melanjutkan percakapan.
"Dari mana kamu tau aku melakukan pemotretan?" tanya Yuna sembari menautkan alisnya.
"Hahahaha, tentu saja aku tau. Bukankah kamu ini brand ambassador nya produk BMS BEAUTY GLOW?" jawab Beno terkekeh.
"Loh, kok kamu tau sih? Kamu menguntit aku ya?" Yuna kembali menautkan alisnya.
"Yeay, siapa yang menguntit? Asal kamu tau saja, perusahaan itu milik suamimu, Bramasta Corp. Cuma lantainya saja yang berbeda." jelas Beno, lalu tersenyum kecil.
"Astaga, benarkah? Kenapa aku harus bergabung di perusahaan miliknya? Jika aku tau dari awal, aku tidak akan mau menandatangani kontrak itu." keluh Yuna, ada sedikit penyesalan terukir pada raut wajahnya.
"Jangan begitu! Bagaimanapun dia adalah suamimu." ucap Beno sembari menatap Yuna dengan intens.
"Suami apanya? Tidak ada yang namanya suami istri diantara kami. Kami tetaplah orang asing yang terpaksa tinggal di bawah atap yang sama." jelas Yuna dengan wajah kesalnya. Meskipun begitu, dia juga sedih karena merasa bak benalu di rumah itu.
"Aku tau kalian saat ini tak ubahnya seperti orang asing. Tapi percayalah, suatu saat nanti semuanya akan berubah." ucap Beno, dia sendiri kasihan melihat Yuna seperti ini.
"Tidak akan ada yang berubah! Jika saatnya tiba, kami berdua akan bercerai." Yuna menghela nafas berat.
"Ya sudahlah, tidak ada untungnya membicarakan ini. Masuk yuk!" ajak Yuna, dia mulai kedinginan sebab hembusan angin yang tak henti membelai tubuhnya.
Setibanya di dalam, keduanya berpisah karena harus memasuki kamar yang berbeda.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments
meilanyokey
nyimak thorrrr menarik
2022-12-21
1
💞 Nofia 💞
lanjut
2022-08-13
8