Bab 14

"Seru dong."

Baru saja Arumi membalas pesannya sang pria langsung membalas pesan yang baru saja dikirimkan Arumi.

"Ya begitu lah...namanya juga bareng keluarga pasti seru."

"Kamu lagi apa?"

"Aku lagi santai"

"Capek."

"Kemarin perjalanan jauh."

"Udah makan?"

"Udah...tadi bareng Ayah bunda."

"Kamu udah makan?"

"Udah tapi gak ada yang nemanin."

"Sini biar aku temani."

"Aku ke sana ya "

"Terbang lewat sinyal"

"Hahaha."

"Boleh."

"Aku tunggu ya."

"Oke."

"Eh, iya. Aku kok ngerasa nyaman banget ya ngomong sama kamu."

"Maksudnya?"

"Ya, walau kita belum pernah ketemu tapi aku ngerasa kita itu dekat."

"Ish, gombal."

"Serius."

"Iya, iya deh."

*Mhm...

"Eh iya."

"Tadi aku main ke toko souvenir."

"Aku beli sesuatu buat kamu."

"Gimana caranya ya supaya bisa sampe sama kamu?"

"Hah?"

"Serius?"

"Iya."

"Ya udah kirimin aja."

"Kemana?"

"Ke rumah aku lah."

Alamatnya mana?

“Ya ampuun, aku kasih alamat yang mana ya? Atau aku kasih alamat laras aja, ya. Biar paketnya di kirim ke sana,” gumam Arumi di dalam hati bingung.

Pasalnya Arumi tak ingin memberitahukan jati dirinya yang sesungguhnya.

"Jalan Mawar no. 3."

"Aku kirim pake go-jek aja, ya."

"Terserah."

"Ya udah kalau gitu."

"Nanti kita sambung lagi."

"Oke."

Setelah aksi chatingannya berakhir Arumi langsung menghubungi Laras. Tak berapa lama panggilan pun tersambung.

“Halo,” ucap Laras dari seberang sana.

“Ras, lu lagi di mana?” tanya Arumi.

“Lagi di rumah, emangnya kenapa?” tanya Laras heran.

“Mhm, nanti ada go-jek yang nganterin sesuatu atas nama Wilona. Lu terima ya, bilang nanti kalau kamu yang bernama Wilona,” ujar Arumi meminta pertolongan sahabatnya.

“Dari siapa emang?” tanya Laras penasaran.

“Ada, deh. Lu terima, aja. Besok di sekolah gue ceritain,” ujar Arumi lalu menutup sambungan telponnya.

Laras hanya menggelengkan kepala saat Arumi menutup panggilan sesuka hatinya. Arumi memang seperti itu, laras sangat memahami sahabatnya yang satu itu.

Tak berapa lama Arumi memutuskan telponnya seorang kurir go-jek datang di rumah Laras, kebetulan Laras baru saja bersantai di depan rumahnya.

"Permisi, mbak saya mau mengantarkan ini. Apa benar ini rumahnya Wilona?” tanya sang kurir.

"Iya, Pak," jawab Laras mengangguk.

"Ini, Mbak. Ada paket," ucap sang kurir go-jek sambil menyodorkan sebuah bingkisan ke hadapan Laras

“Oh, terima kasih ya, Mas,” ucap Laras setelah mengambil bingkisan itu.

“Sama-sama, Mbak. Saya pamit dulu,” ujar sang kurir go-jek lalu pergi meninggalkan Laras yang kini sedang membolak-balikkan bingkisan itu.

Dia penasaran dengan isi bingkisan tersebut namun dia tahu bahwa dia tak memiliki hak untuk membukanya. Laras pun memasukkan bingkisan itu langsung ke dalam lemari.

****

Teeeeethhh (bunyi bel masuk sekolah)

Arumi yang baru saja masuk pekarangan sekolah, dia terburu-buru memarkirkan motor gedenya di parkiran, bersyukur pagar belum ditutup oleh satpam.

Setelah memarkirkan motor gedenya, Arumi berlari menuju kelas karena jika dia terlambat sedikit saja masuk kelas otomatis guru piket akan menghadang dan memberi hukuman.

BRRUUUKKK...

Arumi menabrak seorang pria yang mengenakan pakaian olah raga sehingga membuat dia terjatuh ke lantai.

Arumi menatap tajam pada pria itu kesal karena sang pria yang di tabrak Arumi hanya berdiri tersenyum mengejek padanya.

Arumi berusaha untuk berdiri, baru saja dia berdiri tegak.

“Arumi!” teriak Buk Melly yang bertugas piket hari ini.

“I-iya, Bu,” lirih Arumi lalu melangkah menghampiri buk Melly yang sedang menatapnya tajam penuh amarah.

Tian hanya tersenyum sinis pada Arumi. Ini semua gara-gara Arumi bangun kesiangan terus bibi yang lupa menyetrika baju seragam Arumi hari ini.

Dengan wajah ditekuk, Arumi berdiri di depan buk Melly dengan beberapa murid lainnya yang juga terlambat.

“Arumi, kenapa kamu bisa terlambat? Tumben?” tanya buk Melly heran karena setahunya Arumi adalah siswi teladan di sekolah.

Apalagi prestasi yang di milikinya membuat seisi sekolahan kagum dengan kepintarannya.

“Maaf, Buk. Tadi saya bangun kesiangan,” jawab Arumi jujur pada buk Melly.

“Walau bagaimana pun, kamu tetap dihukum sama dengan teman-teman kamu yang juga terlambat,” ujar buk Melly tegas.

“Baik, buk,” lirih Arumi pasrah.

Dia sadar dengan kesalahannya, dan dia menerima hukuman itu dengan lapang dada.

“Bagi yang terlambat hari ni ibuk akan kasih tugas buat bersih-bersih pekarangan dan toilet,” ujar Buk Melly.

Lalu Buk Melly pen membagikan tugas kepada semua siswa yang terlambat, Arumi kebagian tugas membersihkan toilet.

Dengan Langkah gontai Arumi berjalan menuju toilet dan mulai membersihkannya. Saat dia baru saja selesai menyelesaikan pekerjaannya.

Tian datang menghampirinya lalu menarik tangannya ke pojok kanan lorong sekolah sehingga tak seorang pun melihat mereka.

“Lepas!” bentak Arumi yang tak suka dengan perlakuan Tian.

Tian masih mencengkram lengan Arumi hingga Arumi meringis menahan sakit.

“Apa maumu?” tanya Arumi lantang penuh dengan keberanian.

“ Gue bakal bikin perhitungan sama lu, camkan itu,” ancam Tian yang masih saja dendam dengan apa yang telah dilakukan oleh Arumi padanya.

“Terserah lu, gue tidak takut,“ ketus Arumi.

Di saat cengkraman Tian melemah Arumi berusaha melepaskan diri, tapi Tian malah mendorongnya ke dinding membuat Arumi sekarang terpojok.

“Gue nggak bakalan biarkan lu hidup tenang di sekolah ini, gue akan bikin perhitungan dengan semua yang udah lu lakuin ke gue,” ancam Tian penuh penekanan.

Jantung Arumi mulai berdetak lebih kencang, dia mulai takut mendengar ancaman dari Tian.

“Lu minggir atau gue teriak biar semua orang di sekolah ini tahu, kalau lu tidak pantas jadi seorang guru,” ancam Arumi berusaha membentengi dirinya dengan keberaniannya yang tersisa.

Arumi mendorong tubuh kekar Tian yang mengunci pergerakannya. Mendengar ancaman Arumi, Tian terpaksa melepaskan Arumi.

Tian merasa kesal dengan apa yang telah di lakukan Arumi sehingga dia ingin balas dendam dengan apa yang telah di lakukan oleh Arumi padanya. Dia ingin membuat perhitungan dengan gadis tengil yang telah merusak hari-harinya.

Arumi melangkah menuju kelasnya, dia mencoba menenangkan otak dan pikirannya yang tertuju pada ancaman Tian. Dia tak menyangka akan berurusan lebih jauh dengan pria yang sangat menyebalkan itu.

“Permisi, Pak,“ ucap Arumi sebelum dia masuk ke dalam kelasnya, karena saat ini pak Budi tengah menjelaskan pelajaran matematika.

“ Arumi? Kamu terlambat?” tanya pak Budi pada Arumi heran.

Pasalnya Arumi tak pernah telat dan merupakan murid teladan di sekolah ini.

“Iya, Pak. Tadi saya bangun kesiangan,” jawab Arumi jujur.

Dia menundukkan kepalanya menyadari kesalahannya.

“Ya sudah silahkan masuk dan duduklah,” ujar pak Budi membolehkan Arumi untuk mengikuti pelajaran.

Arumi melangkah masuk kelas dan langsung duduk di bangkunya, tepat di samping Laras.

"Laras, kamu bantu Arumi pelajaran yang udah bapak jelaskan tadi,” titah pak Budi pada Laras.

“Iya, Pak,” sahut Laras.

Arumi pun mulai mengikuti pelajaran pak Budi, dia memilih untuk langsung fokus belajar dari pada menceritakan semua yang telah terjadi pada sahabatnya.

Laras menangkap ada yang aneh dengan raut wajah Arumi, ingin rasanya dia mempertanyakan apa yang terjadi namun diurungkannya karena tak mau melihat pak Budi marah.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Putri Minwa

Putri Minwa

Laras udah kayak peramal aja

2022-10-25

1

❁︎⃞⃟ʂ𝕬𝖋⃟⃟⃟⃟🌺 ᴀᷟmdani🎯™

❁︎⃞⃟ʂ𝕬𝖋⃟⃟⃟⃟🌺 ᴀᷟmdani🎯™

ntar bucin

2022-08-19

0

༄༅⃟𝐐✰͜͡w⃠🆃🅸🆃🅾ᵉᶜ✿☂⃝⃞⃟ᶜᶠ𓆊

༄༅⃟𝐐✰͜͡w⃠🆃🅸🆃🅾ᵉᶜ✿☂⃝⃞⃟ᶜᶠ𓆊

kirim ke alamatku aja🤭🤭🤭🤭

2022-08-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!