"Lebih baik kita makan dulu. Kamu memang harus di hukum, Gadhing."
Ucapan bunda Fadia membuat Nasya dan Gadhing saling pandang karena kenyataan mereka sudah sarapan.
Tetapi tak ingin membuat bunda Fadia kecewa, akhirnya kedua orang itu ikut bergabung ke meja makan.
Gadhing dengan telaten menuntun Nasya menuju meja makan.
Gadhing dan Nasya melihat menu makanan kesukaan mereka. Ada satu menu yang membuat keduanya menghela nafas panjang.
Bunda Fadia mengambilkan makanan ke piring Gadhing, Nasya, dan Noni. Ia mencoba adil pada dua menantu nya.
Noni mengambil ayam bakar, sedang Gadhing mengambil piring berisi tumis udang buncis.
Gadhing mendekatkan piring Nasya yang sudah berisi nasi ke hadapan nya. Dengan telaten ia memasukkan udang ke piring Nasya dan buncis ke piringnya.
"Kenapa harus dipilih begitu?" tanya Noni tampak tak suka.
"Aku dan suami kita ini besar di rumah yang sama. Tentu saja ini salah satu kebiasaan suami kita padaku," sahut Nasya tak mau kalah membuat Gadhing menghela nafas.
"Sudah-sudah. Jangan bertengkar di hadapan makanan," lerai bunda Fadia yang masih bingung terhadap Nasya dan Noni mendadak bagai musuh padahal sebelumnya sangat dekat.
Gadhing hanya diam membisu dan melanjutkan apa yang dikerjakan nya tadi. Nasya tersenyum melihat itu.
"Ini. Sudah mas pisahin," kata Gadhing kemudian ia mengambil sayur asem.
Nasya pun menyodorkan piring kembali pada Gadhing agar diambilkan sayur asem.
Gadhing melirik Nasya yang tersenyum pun melengos. Tetapi, tangan nya bergerak menuang kuah sayur asem ke piring istri mudanya itu.
Keempatnya makan dalam diam, hanya dentingan sendok beradu pada piring terdengar.
Seusai makan bersama, Gadhing membawa piring kotor ke wastafel. Ia melihat Noni masih nyaman duduk sembari menatap Nasya tak suka.
"Noni. Bunda sedang cuci piring, tolong dibantu."
Noni menatap Gadhing kesal. "Aku capek, mas. Dari pagi sudah bantu, bunda. Nasya enak, duduk saja."
Gadhing menghela nafas. "Dia sakit. Bantu bunda, Noni."
Noni yang sudah kesal langsung bangkit dengan kasar hingga kursi yang diduduki berdecih nyaring ke belakang dan langsung menyusul bunda Fadia.
Nasya melihat itu hanya menghela nafas. "Padahal aku ingin bantu bunda," gumam Nasya yang masih terdengar oleh indera pendengar Gadhing.
Tetapi Gadhing tak menanggapi karena perut nya sudah terasa penuh akibat kelebihan makanan pagi ini.
Melihat bunda Fadia dan Noni selesai cuci piring, Gadhing menuntun Nasya masuk ke dalam kamar.
"Ambil beberapa baju mas dan taruh di lemari aku," tutur Nasya.
Gadhing mengangguk tanpa mengeluarkan sepatah kata. Dan itu membuat Nasya merasa bingung atas sikap Gadhing.
Gadhing selalu mengagungkan kata benci sementara perlakuan pria itu tak menunjukkan kebencian.
Nasya menatap nanar pintu yang baru tertutup karena Gadhing keluar. Tak terasa tetesan air mata sudah mulai membasahi pipinya.
*
*
Gadhing masuk ke dalam kamarnya bersama Noni. Sesuai permintaan Nasya, mengambil beberapa helai pakaian dan keperluan kerjanya.
Tak berapa lama, pintu terbuka dan Noni masuk ke dalam kamar langsung memeluk Gadhing dari belakang.
"Mas harus kerja, Noni."
"Sebentar saja, mas. Aku kangen kamu tinggal terus," rajuk Noni.
Gadhing melepas pelukan kemudian memegang lengan bagian atas milik Noni. "Aku sudah mengatakan ini, Noni. Aku harus adil," katanya menatap mata Noni dalam-dalam.
Noni cemberut. "Ya sudah. Siang nanti aku mau main sama teman. Aku mulai bosan di rumah terus," kata Noni yang pasti teman yang dijumpai adalah Dimas.
Gadhing tersenyum kemudian mengangguk. "Hati-hati. Pulang sebelum Maghrib. Mas berangkat dulu," ucap Gadhing kemudian melabuhkan kecupan pada kening Noni.
Setelah itu, Gadhing membawa pakaian yang telah siapkan tadi ke kamar Nasya. Ia mengerutkan dahi melihat Nasya mengusap pipi seperti menghapus air mata.
Gadhing menutup pintu kamar, kemudian berjalan menuju dimana letak lemari pakaian di kamar itu. Dibuka pintu bagian lemari yang kosong kemudian menyusun pakaian itu.
Setelah rapi, Gadhing menghampiri Nasya di atas ranjang. "Aku harus bekerja. Kalau ada keluhan, kamu bisa panggil bibi atau bunda. Noni saat ini gak bisa temani kamu di rumah," kata Gadhing.
Mendengar nama Noni membuat Nasya memutar bola malas. "Memangnya Noni kemana?" tanya Nasya.
"Dia bilang, mau main ke rumah teman."
Nasya menautkan kedua alis. Ia berpikir teman mana yang hendak di datangi Noni karena ia tahu siapa saja teman kakak madunya tersebut.
"Mas tahu teman mana yang mau dikunjungi Noni?" tanya Nasya memastikan.
Gadhing tak langsung menjawab. "Teman kalian kan sama, jadi gak perlu kamu berpikiran suudzon atau memfitnah Noni, Nasyama."
Sakit.
Perih
Padahal Nasya hanya bertanya, tetapi jawaban Gadhing kembali menusuk hati yang berulang kali terluka.
"Aku harus berangkat sekarang," kata Gadhing setelah menunggu tak ada lagi ucapan dari Nasya.
Nasya mengangguk kemudian meraih tangan Gadhing dan mencium punggung tangan pria itu.
"Hati-hati, mas. Jangan mata dan hati. Ingat, istri kamu sudah dua."
Gadhing berdecak kemudian berdehem.
"Cium nya, mas."
"Jangan aneh-aneh, Nasyama. Jangan memanfaatkan kediaman ku selama ini," sanggah Gadhing.
Nasya cemberut. "Mas. Nafkah batin ku yang utama belum bisa mas kasih ya minimal nafkah batin yang lain gitu," rajuk Nasya cemberut.
Gadhing sudah kesal akhirnya memberi sentilan pada kening Nasya. "Jangan mentang-mentang kamu pernah aku cium, akan mengubah keadaan hubungan kita, Nasyama. Ciuman itu gak ada arti apa-apa bagiku," ungkap Gadhing semakin menyayat hati Nasya.
Nasya menggenggam tangan Gadhing. Menatap mata suaminya dalam dalam. "Aku nggak akan menyerah untuk mendapatkan cintamu. Aku nggak akan menyerah karena aku tahu aku nggak salah. Aku akan membuktikannya padamu," ucap Nasya.
Gadhing menarik tangan nya kemudian memalingkan pandangan ke arah lain. Ia pun beranjak dan meninggalkan Nasya di kamar sendiri dan ia berangkat bekerja setelah berpamitan pada bunda Fadia dan beserta Noni.
Nasya terus saja bergumam istighfar dalam hati dan juga memanjatkan doa agar hati Gadhing sedikit demi sedikit luluh dan merubah benci menjadi cinta.
Nasya mengambil ponsel yang berada di atas nakas, lalu membuka icon WhatsApp dan mengirim pesan pada Joko agar mengikuti kemana Noni pergi beserta mengambil potret mereka berdua sebanyak mungkin.
*
*
Gadhing pulang sedikit terlambat karena ada pasien yang harus di operasi secara mendadak. Dengan wajah lelah dan jas putih berada di lengan nya, ka keluar dari mobil dan mendekati pintu masuk.
Jika sudah pulang terlambat, biasanya Gadhing membuka pintu rumah menggunakan kunci yang dibawa setiap saat. Karena ia tak ingin membangunkan Noni sehingga mengganggu waktu istirahat istrinya itu.
Pertama kali dilihat Gadhing saat pintu terbuka dan lampu sudah dinyalakan adalah Nasya sedang tidur di sofa.
Ia menggeleng melihat pemandangan itu. Di taruh tas jinjing dan jas putih nya di sandaran sofa, kemudian berjongkok tepat di hadapan wajah Nasya.
Tangan nya terulur hendak merapikan anak rambut Nasya, namun di urungkan. Gadhing menggeleng kembali lalu menggendong Nasya ala bridal style ke kamar mereka.
Perlahan-lahan Gadhing merebahkan Nasya di atas ranjang, kemudian menyelimuti istrinya.
Nasya menahan tangan Gadhing. "Jangan pergi, mas."
Gadhing mengangguk. "Aku mau mandi dulu, setelah itu aku ingin melihat bunda dan Noni lebih dulu baru kembali kesini temani kamu tidur."
Nasya mengangguk lalu melepas tangan Gadhing. Disatu sisi ia tak rela bila harus berbagi suami, tetapi disini sebagai pihak ketiga adalah dirinya.
Nasya beringsut dari ranjang menuju lemari dan mengambil kaos tipis dan celana boxer milik Gadhing. Terakhir ia mengambil dalaman segi tiga milik Gadhing.
Di rentangkan benda itu dihadapan wajahnya. "Baru pertama kali aku lihat benda begini secara dekat."
Ketika sedang memerhatikan benda tersebut, pintu kamar mandi terbuka membuat Nasya buru-buru melipat kembali kemudian menaruh di atas pakaian yang sudah di pilihnya tadi.
Nasya menelan saliva melihat dada bidang, lengan berotot, dan perut six pack terpampang nyata di hadapan nya.
Dengan gegas ia kembali naik ke ranjang dan menutup seluruh badan oleh selimut.
Gadhing melihat tingkah Nasya hanya menggeleng kemudian memakai pakaian yang telah di sediakan oleh Nasya.
Seperti yang dikatakan tadi, ia keluar kamar melihat bunda Fadia lebih dahulu di kamar dan ternyata sudah tidur terlelap dengan ponsel di genggaman tangan.
Ia tersenyum tipis karena yakin jika bunda Fadia tertidur setelah melepas rindu dengan sahabat yang telah menjadi suami bundanya.
Setelah puas melihat sang ibunda, Gadhing beralih membuka kamar istri pertamanya. Ia masuk dan memperbaiki selimut Noni.
*
*
Cukup lama Nasya menunggu Gadhing yang tak kunjung masuk ke dalam kamar. Ia menghela nafas, kemudian beringsut turun dari ranjang dan melangkahkan kaki keluar kamar.
Bukan bermaksud mencari Gadhing, Nasya hendak ke dapur membuat susu cokelat seperti biasa.
Langkahnya terhenti karena mendengar sesuatu. Degub jantung semakin bertalu, bahkan Nasya menutup mulut menggunakan tangan saking tak percaya. Bersamaan itu pula, derai air mata mengucur deras.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Neulis Saja
why are cry Nasya?she said she was ready to fight with Noni
2023-10-12
0
ria
nyerah aja nasyama..taruh bukti2 trs tinggalin gadhing biar tau rasa
2022-10-20
0
Sriniti Herawati
banyak kalimat ambigu seperti ini. kok saya bingung ya.
2022-10-07
1