Nasya berdiri di depan pintu ruang kerja Gadhing. Ragu jika suaminya itu akan berkata kasar dan tak mengijinkan nya untuk merawat Ibu Surti.
Pintu dibuka dari dalam membuat Nasya gelagapan dan salah tingkah. Apalagi ketika melihat tatapan Gadhing yang tak bersahabat.
"Ada apa?" tanya Gadhing datar.
"Assalamualaikum, mas!" ucap Nasya langsung meraih tangan Gadhing, mencium punggung tangan, salam takzim.
"Waalaikumsalam. Masuklah," ujar Gadhing.
Nasya masuk dan duduk di sofa begitu juga Gadhing duduk dihadapannya. Ia tampak salah tingkah karena tatapan suaminya begitu mengintimidasi.
Gadhing melihat arloji yang melingkar dipergelangan tangan. "Ada apa, Nasya? belum satu hari ini kamu sudah dua kali mengunjungi ku."
"Mas. Ibu mas Dimas sakit," ucap Nasya ragu.
"Terus?"
"Boleh aku merawat Ibu mas Dimas selama berada di Rumah Sakit?" izin Nasya pada Gadhing.
Sedang Gadhing menatap nyalang pada Nasya. Tangan nya terkepal hingga kuku-kuku jemarinya memutih.
"Kalau belum bisa lupain kekasih mu itu kenapa harus membujuk Bunda untuk aku menikahimu dengan dalih sebuah janji, Nasyama?" bentak Gadhing mengejutkan Nasya.
"Dan begitu tega kamu menyakiti kebahagiaan istriku yang tak lain adalah sahabatmu."
"Enggak. Noni bukan sahabatku, Mas. Dia telah mengkhianati mu dan juga aku."
"Tapi bukan mau ku kalau mas mengikrarkan janji di depan jasad orang tuaku. Bukankah kata Bunda, orang tuaku hanya bilang tolong jaga aku? tapi mas sendiri akan menjaga ku sampai kapan pun dan dimana pun mas berada? apa mas juga lupa kalau aku memilih ikut ke Surabaya karena kamu memaksa ku?" cerca Nasya menatap Gadhing yang baru saja membuang muka ke lain arah.
"Di satu sisi kamu melindungiku, di satu sisi lain justru kamu menghancurkan ku. Andai aku bisa membencimu, Mas."
Gadhing meraup wajah dengan kasar lalu bangkit. Berjalan menjauh dari sisi sofa. "Pergilah. Lakukan sesukamu," ucap Gadhing dingin membelakangi tubuh Nasya.
Nasya hanya diam, bangkit berjalan mendekati Gadhing.
"Apa?" tanya Gadhing dingin ketika Nasya berdiri di hadapannya.
Nasya memberi isyarat agar melihat ke arah tangan nya yang sudah terulur menunggu tangan Gadhing menyambut tangan nya.
Gadhing menghela nafas kemudian menggapai tangan Nasya dan membiarkan istri keduanya itu melakukan salam takzim.
"Jika ‘I love you’ terdengar basi untukmu, biarkan aku mengatakan Ana Uhibbuka Fillah setiap hari di mulai hari ini," Nasya mengatakan dengan wajah serius.
Gadhing bersidekap menatap Nasya remeh. "Kamu tahu kalau aku sangat mencintai Noni, sahabatmu."
Sakit dan cemburu.
Itulah yang dirasakan Nasya saat ini. Hatinya semakin tak tega memikirkan bagaimana bila Gadhing mengetahui perselingkuhan Noni dan Dimas.
Apakah suaminya itu akan setegar dirinya?
Entahlah.
Tanpa menjawab ucapan Gadhing, Nasya keluar dari ruangan tersebut. Bila terus menjawab ucapan suaminya itu maka perdebatan terus saja terjadi.
Dan pada akhirnya, Nasya selalu mendapatkan hatinya yang sakit. Dan Gadhing tak juga memberi tahu alasan apa yang membuat sangat membencinya.
Nasya melangkahkan kaki menuju kamar rawat inap Ibu Surti. Usai mengucap salam, ia masuk ternyata ada Dimas juga disana.
"Anak Ibu," ucap Ibu Surti membuat Nasya duduk di sampingnya.
"Ibu sudah makan? sudah minum obat?" berondong Nasya membuat Ibu Surti tersenyum.
Tangan Ibu Surti terulur mengusap kepala Nasya yang tertutup hijab. "Sudah. Makasih karena kamu masih mau datang kesini. Bukan kayak pacar Dimas yang katanya saling mencintai," sindir Ibu Surti membuat Dimas salah tingkah dan Nasya menjadi tak enak hati.
"Jangan kayak gitu, Bu. Mungkin benar mereka saling mencintai tapi hanya caranya yang salah. Aku sudah gak apa-apa, Bu."
Hingga kini Ibu Surti belum mengetahui bila Dimas telah merebut salah satu Rumah Makan Cintarasa milik Nasya.
Dimas hanya diam saja karena tahu jika saat ini dirinyalah yang bersalah. Lagipula ia tak sanggup melawan Ibu Surti.
Walau tidak terwujud atas apa yang diinginkan Ibu Surti untuk menjadikan Nasya sebagai menantu. tidak membuat hubungan keduanya renggang sebagaimana Nasya dengan Dimas. Nasya begitu menyayangi Ibu Surti sama seperti menyayangi Ibu Fadia dan Buya Niko.
Malam itu, setelah Ibu Surti terlelap, Nasya pamit pulang pada Dimas. "Aku pulang dulu, Mas."
"Aku antar. Ini sudah malam," ucap Dimas dengan wajah datar.
Nasya menggeleng. "Aku bawa motor."
"Aku ikuti dari belakang. Kamu masih saja keras kepala," gumam Dimas membuat Nasya hendak melangkah menjadi urung.
"Terserah."
Nasya melangkah cepat agar langkahnya mendahului Dimas. Sebenarnya sudah tak ingin lagi berhubungan dengan mantan tunangan nya tersebut.
Setiba di Parkiran, Nasya dikejutkan oleh suaminya berada disana. Tiba-tiba tubuhnya membeku dengan denyut jantung yang bergetar begitu indah mendamaikan hati.
Gadhing mendekati Nasya yang masih mematung. Di sentil kening Nasya membuat sang empu mengaduh sakit.
Nasya meringis mengusap-usap keningnya. "Sakit," cicitnya tetapi Gadhing enggan menanggapi.
"Aku sudah menunggumu. Kenapa kamu lupa waktu?" tanya Gadhing dingin lalu balik badan, melangkahkan kaki menuju motor Nasya dan menaikinya.
Nasya hanya diam dengan wajah bingung dan mencerna ucapan Gadhing barusan.
Gadhing menunggunya?
Benarkah?
Bolehkan Nasya merasa senang sekarang?
"Nasyama! apa kamu masih ingin berlama-lama dengan kekasihmu?" gertak Gadhing membuat Nasya tersadar dan lari ke arah motornya.
"Naik, Nasyama!" Gadhing mulai kesal dan menarik Nasya agar mendekat lalu memasangkan helm pada istrinya itu.
Nasya hanya diam terpaku. Tak pernah sekalipun Gadhing melakukan ini. Walau diyakini bila Gadhing melakukannya karena kesal tetapi bagi Nasya ini adalah bentuk perhatian yang tak pernah disadari suaminya.
Nasya hanya diam sepanjang jalan berada di boncengan. Ia memang selalu menjadikan Gadhing adalah tempatnya pulang. Setiap apa yang dialaminya, mau masalah pekerjaan ataupun apa saja yang dikerjakan nya pasti Gadhing lah orang pertama yang tahu akan hal itu.
Walau Gadhing setengah hati mendengarkan, tetapi itu cukup baginya. Jangan tanyakan dimana Noni.
Sebelum tahu perselingkuhan itu, Nasya selalu berpikir bahwa Noni berada di rumah menunggu Gadhing pulang bekerja.
Sesampainya di rumah. Gadhing berjalan mendahului Nasya yang hanya bisa menghela nafas lirih.
Pemandangan yang membuat hatinya kembali teriris melihat Gadhing di sambut Noni dan suaminya itu terlihat begitu menyayangi Noni.
"Mas sudah makan?" tanya Noni manja merangkul lengan Gadhing.
"Belum. Pulang kerja mas langsung pulang pengen makan bareng kamu," sahut Gadhing lembut. Padahal cukup lama Gadhing menunggu Nasya agar pulang bersama.
"Kebetulan, aku masak. Ayo kita makan," ucap Noni.
Gadhing menghentikan langkahnya. Badan nya di miringkan ke arah Noni menatap istri pertamanya heran.
Nasya sedari tadi hanya diam dan ikut menghentikan langkah setelah mendengar ucapan Noni.
"Kamu masak? sejak kapan kamu bisa masak?" berondong Gadhing terheran karena setahu nya, Noni tak bisa masak. Mereka selalu memakan masakan Asisten Rumah Tangga yang hanya sampai sore hari saja.
Noni berdecak. "Aku belajar, Mas. Aku ingin menjadi istri yang lebih baik lagi. Enggak kayak istri muda Mas yang tahu nya kelayapan saja," sindir Noni menatap Nasya.
Sedang Nasya hanya diam. Tetapi sejujurnya ingin sekali tertawa saat itu juga. Tentu saja Gadhing tak akan memarahinya karena tahu kemana saja seharian ini.
Akhirnya ketiganya duduk di meja makan. Nasya menaikkan satu alis melihat makanan yang tersaji di meja makan adalah makanan yang tadi di masaknya.
Saat hendak bersuara, Noni lebih dahulu bersuara.
"Mas. Maaf ya, aku hanya masak sayur daun ubi tumbuk, tempe goreng, dan sambal terasi saja. Jangan di ejek, ya. Aku baru belajar. Hanya modal YouTube."
Nasya tercengang. Pandai sekali kakak madunya bersilat lidah. Padahal, dirinyalah yang sudah memasak itu semua.
Gadhing mengangguk senang. "Mas gak keberatan. Mas akan memakan apapun yang kamu masak," Senyuman itu tak surut sembari menunggu Noni mengambilkan makanan untuknya.
Nasya seperti tak terlihat oleh keduanya. Sakit, tetapi harus apa?
Nasya terus saja melihat Gadhing yang hendak memakan makanan nya.
Saat makanan itu telah masuk, di kunyah perlahan, lalu di telan Gadhing. Seketika itu juga langsung menoleh ke arah Nasya.
Gadhing kenal rasa sayur dan sambal terasi andalan Nasya. Matanya memicing ketika tatapan mereka bertemu lalu Nasya memutuskan tatapan tersebut.
Astaghfirullah, kenapa Noni berbohong? dan kenapa Nasya selalu saja diam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Neulis Saja
your first wife lied, you still believe it too?
2023-10-11
0
ria
gadhing gadhing..dibodoi noni kok mau aja..
2022-10-20
0
Ratna Dadank
itu sebagian kecil kebohongan nya gadhing..kamu nya aja yg sedikit bodoh😁😁😁
ups...maaf..
btw kak..
ayah Harry gmn ya?
apa nanti ada kilas balik menghilang nya ayah harry??
next kkk
2022-08-07
3