"Ciye... Senangnya yang lagi masakin makan siang buat Pak Dokter," goda Amanda salah satu sahabat Nasya selain Noni.
Nasya melirik ke arah Amanda lalu kembali menyajikan masakan nya ke kotak bekal. "Selesai."
Amanda terkekeh melihat tingkah Nasya. Baginya, Nasya bukan hanya sahabat, melainkan adik dan juga saudara sendiri.
"Kakak ikut ke Rumah Sakit atau nunggu disini?" tanya Nasya yang sedang memperbaiki hijab.
"Kakak pilulang saja, deh. Mana tahu dijalan ketemu jodoh," celetuk Amanda membuat Nasya tertawa.
Nasya tahu benar maksud ucapan Amanda, hal itu karena tuntutan dari orang tua agar Amanda segera menikah. Apalagi usia Amanda sudah menginjak ke angka dua puluh lima tahun.
"Makanya nikah. Aku saja yang masih dua puluh dua sudah menikah. Jadi istri kedua lagi alias pelakor," kekeh Nasya membuat Amanda juga ikut tertawa.
"Pelakor yang dibenci dan tak diinginkan lagi," lanjut Nasya membuat Amanda menggeleng kepala.
Dirangkul bahu dan lengan Nasya diusap Amanda. Ia mengerti apa yang sedang dirasakan oleh Nasya.
"Sabar. Kamu tahu buah dari kesabaran itu, kan?"
Nasya mengangguk seraya menipiskan bibir nya. "Baiklah. Aku pergi dulu, kak."
Amanda mengangguk. "Hati-hati. Kakak juga harus balik ke rumah."
Keduanya saling berpelukan lalu berjalan beriringan keluar dari Rumah Makan Cintarasa milik Nasya dan berpisah ke lain arah.
Sepanjang jalan, Nasya tersenyum sambil menatap kotak bekal makan siang yang dibawa nya.
Sesampainya di Rumah Sakit, tak sengaja bertemu dengan suster Retno yaitu asisten Gadhing di Rumah Sakit tersebut.
"Sus. Mas Gadhing ada di ruangan?" tanya Nasya.
"Ada. Baru saja selesai praktik, ini aku mau beli makan siang untuk Dokter Gadhing. Mau nitip?" tanya suster Retno.
Nasya menggeleng. "Makan siang itu untuk suster saja, ya. Aku sudah bawa bekal makan siang untuk mas Gadhing," tolak Nasya langsung dipahami suster Retno.
Di Rumah Sakit sudah mulai terdengar kasak-kusuk pernikahan kedua Gadhing dengan Nasya.
Nasya mengucapkan terimakasih dan langsung menuju ruangan Gadhing. Ketika sudah berada di depan pintu, Nasya berulang kali menarik nafas hingga kemudian memberanikan diri mengetuk pintu.
Nasya masuk ketika terdengar suara Gadhing memekik mempersilahkan masuk. "Assalamualaikum, mas."
Gadhing terperanjat mendengar suara Nasya langsung berdiri mendekati istri keduanya itu. "Waalaikumsalam," sambutnya mengulurkan tangan.
Nasya menerima uluran tangan itu lalu mencium dan salam takzim pada Gadhing.
"Aku bawa bekal makan siang buat mas," seru Nasya langsung duduk di sofa ruangan tersebut.
Dengan malas Gadhing berjalan menghampiri Nasya. Ia sangat tahu bila istri muda nya ini sangat keras kepala.
"Jangan licik, Nasyama. Ini masih giliran Noni," protes Gadhing ketika Nasya sedang menyajikan makan siang untuknya.
Nasya menatap Gadhing sekilas sambil tersenyum. "Aku tahu. Tapi aku ingin memastikan sendiri kalau mas makan tepat waktu," ucap Nasya. Padahal, ini salah satu trik nya agar Gadhing terbiasa dengan masakan nya.
"Dimakan, mas. Bunda dan Buya mengirimkan ikan teri Medan beberapa hari lalu tapi aku baru sempat memasaknya," lanjut Nasya lagi.
Gadhing diam tanpa menjawab. Tangan nya menerima piring dari Nasya. "Bunda dan Buya pulang ke Medan kok gak ngabari?" gumam Gadhing yang masih terdengar oleh Nasya.
"Mas sibuk banget jadi gak sempat telepon Bunda. Enak enggak sambal ikan teri Medan nya?" tanya Nasya merasa senang melihat Gadhing makan dengan lahap.
"Biasa saja," sahut Gadhing tetapi tangan nya bergerak mengambil sambal ikan teri Medan itu lagi dan lagi.
Nasya tersenyum senang melihat betapa lahapnya Gadhing memakan masakan nya.
Gadhing sendiri tahu jika sedang diperhatikan oleh Nasya. "Jangan melihatku dengan memasang wajah sok imut begitu," celetuk Gadhing.
"Halal, mas. Aku sudah bebas berbuat apa yang aku impikan selama ini. Memandang suami penuh cinta itu pahala, loh."
Gadhing hanya diam saja karena tahu Nasya akan mengeluarkan jurus yang membuatnya terbungkam.
"Mas. Aku belum disuntik Tetanus Toksoid," celetuk Nasya membuat Gadhing menatapnya.
"Untuk apa?" tanya Gadhing pura-pura.
Nasya mencebik. "Kan harus disuntik karena saat berhubungan **** pertama kali, biasanya terjadi robekan selaput dara. Lewat luka terbuka di ****** ini, bakteri penyebab tetanus bisa masuk."
"Selain itu, saat kita melakukan itu nanti, kemungkinan besar aku akan hamil. Sebelum hamil, suntik ** sebaiknya dilakukan untuk menghindari tertularnya penyakit tetanus baik pada ibu maupun pada bayi pada saat proses melahirkan. Benarkan?" sambung Gadhing lagi.
Selama Nasya menjelaskan, Gadhing tampak diam saja merasakan sesak di dada. Lantaran, dirinya belum siap untuk melakukan itu pada Nasya.
Kehidupan nya bukan seperti novel lain nya. Yang tadi benci menjadi cinta, dalam keadaan mabuk menyetubuhi istri lalu tak bertanggung jawab membiarkan istri pergi kemudian menyesal.
Bukan hanya itu, kehidupan nya menyangkut agama yang dianut dimana sang suami harus memberi nafkah batin pada sang istri terlepas bagaimana keadaan hatinya.
"Nanti saja. Bukan kah kamu memberi waktu hingga empat bulan?" tanya Gadhing.
Nasya mengangguk setuju. "Iya sih. Tapi apa salah nya selama empat bulan ini aku menjalani hidup sehat. Mas bisa suntik ** aku, periksa rahim, dan milik aku. Sehat atau enggak," cerocos Nasya tanpa memerhatikan wajah Gadhing yang memerah.
"Berhenti bicarakan hal itu, Nasyama. Apa kamu gak malu bercerita hal pribadi pada orang lain?" sentak Gadhing.
Nasya tak menyerah. Ia pun beringsut dari tempat duduk berpindah duduk bersebelahan oleh Gadhing.
"Kenapa mas marah? bukankah aku sedang konsultasi dengan mas yang memang seorang Dokter SpOG? toh, aku cerita sama suami aku."
Gadhing membuat muka ke lain arah. Tak berani lagi protes karena yang dikatakan Nasya benar. Dirinya saja yang mudah baper.
"Mas pingin ya lihat punya aku?" goda Nasya langsung mendapat tatapan tajam dari Gadhing.
"Jangan bicara sembarangan, Nasyama." Sudah menjadi kebiasaan Gadhing bila mulai kesal pada Nasya pastilah mengucapkan nama depan Nasya dengan lengkap.
Sama seperti ayah tiri Gadhing dahulu, Harry Setiawan yang selalu menyebut nama Fadia Rahayu bila sedang kesal tetapi tak sedikitpun menaikkan suara pada sang istri.
Nasya cemberut tanpa membuka mulut nya lagi. Semakin lama kesal dengan Gadhing yang selalu kaku padanya.
Gadhing membereskan kotak bekal nya sendiri karena melihat Nasya diam dan cemberut. Di lirik arloji di pergelangan tangan sudah menunjukkan waktu sholat Zuhur.
"Tersenyumlah. Sudah waktunya kita bertemu Allah. Cemberut dihadapan suami saja dosa apalagi sama yang memberi segalanya."
Mendengar itu langsung membuat Nasya tersenyum malu. Ia hampir saja lupa akan hal itu. "Mas. Jangan benci-benci, ya."
"Kenapa?"
"Aku takut suatu saat nanti, mas menyesal pernah membenciku."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Neulis Saja
salut dgn nasyama dgn kegigihannya dlm melunakan hati di oon
2023-10-11
0
ria
semangat..
2022-10-20
0
Siska Agustin
biar makin semangat buat up,tak kasih mawar ya kak 😊🌹🌹
2022-08-21
0