Gadhing melirik ke arah arloji yang melekat pada pergelangan tangan kemudian matanya beralih menatap ke arah pintu masuk ruang kerjanya.
Gadhing melengos. "Setiba sudah giliran waktu ku untuk dia justru tak datang. Kamu memang gadis menyebalkan, keras kepala, dan tukang gombal, Nasyama." gerutu Gadhing karena waktu makan siang sudah tersita satu jam hanya untuk menanti Nasya datang membawa bekal makan siang untuknya.
Gadhing bangkit kemudian berjalan menuju pintu hendak memanggil suster Retno buat membeli makan siang untuknya.
Dahi Gadhing terlihat berkerut ketika suster Retno sudah mendatanginya dalam keadaan tergesa-gesa.
"Ada apa, sus?"
Tangan suster Retno mengudara setara pada dada memberi isyarat pada Gadhing agar menunggu sejenak buat menormalkan pernafasan yang terasa sesak akibat berlari.
"Dok. Ibu Nasya berada di ruang Unit Gawat Darurat," ucap suster Retno setelah merasa sudah tenang.
Mata Gadhing melotot mendengar ucapan suster Retno. Tanpa aba-aba, ia melangkah cepat bahkan berlari menuju ruang Unit Gawat Darurat dimana Nasya berada di dalam sana.
...----------------...
Di dalam ruang Unit Gawat Darurat.
Nasya menelan saliva ketika seorang Dokter hendak membersihkan luka lecet di kedua lututnya.
"Tunggu, Dok. Biar aku saja," pekik Nasya. Bukan tanpa alasan Nasya menolak di sentuh Dokter.
Ia tahu tidak apa-apa disentuh orang yang bukan muhrim ketika dalam keadaan darurat. Tetapi, Nasya takut bila luka nya menjadi perih.
"Tapi, Bu."
Nasya meminta cairan seline pada suster. Saat hendak memberi cairan saline, Gadhing masuk langsung menghampiri Nasya.
"Dokter Gadhing," ucap sang Dokter yang hendak menangani Nasya, Dokter Dika.
"Biar saya yang tangani istri saya," ucapan Gadhing mampu membuat Dokter Dika dan dua orang Suster lain nya tercengang begitu juga dengan Nasya.
Dengan sigap Gadhing mengambil cairan seline dari tangan Nasya lalu membersihkan luka lecet di lutut dan kedua siku tangan sang istri.
Diambil antibiotik lalu dioles kesetiap luka agar membuat luka tetap lembab, sehingga mempercepat penyembuhan serta mencegah infeksi.
Selesai itu, Gadhing menutup setiap luka dengan kasa steril yang lembut. Kemudian diambilnya obat pereda nyeri karena salah satu luka lecet di lutut Nasya sedikit lebih lebar dari pada luka lain nya.
Sesaat hendak menyodorkan obat, Gadhing menatap Nasya yang diam saja sedari tadi. "Jangan melamun," sentil Gadhing pada kening Nasya.
Nasya mengusap bekas sentilan tersebut tanpa berkomentar apapun. Baginya, perlakuan lembut dan pengakuan Gadhing membuat hatinya berbunga-bunga.
"Kenapa bisa diserempet mobil?" tanya Gadhing membuat tubuh Nasya mematung.
Sekelebat kejadian dimana Nasya diserempet mobil dengan sengaja dan ia tahu siapa pelakunya.
Dimas dan Noni.
Beberapa saat lalu, Nasya turun dari taksi tak jauh dari rumah sakit. Sebelum ke Rumah Sakit, ia mampir ke Minimarket sebentar membeli air mineral.
Setiba keluar dari Minimarket, Nasya dengan sengaja di serempet mobil yang ngat diketahuinya.
Bahkan Noni dengan sengaja membuka kaca jendela mobil dan melempar senyum miring pada Nasya yang sudah tersungkur sebelum pada akhirnya orang-orang mengerumuni nya dan mobil Dimas pergi sebelum di tahan warga.
"Hei," cicit Gadhing lagi saat menyadari Nasya melamun kembali.
"Aku yang kurang hati-hati tadi," ucap Nasya berbohong.
"Mas khawatir ya sama aku?" tanya Nasya menggoda Gadhing agar teralih dari pembicaraan tadi.
Gadhing mencebik bibir. "Sembarangan. Aku begini karena gak mau Bunda khawatir sama kamu," sanggah Gadhing.
Nasya cemberut tetapi dalam hati merasa bahagia walau Gadhing mengaku tidak khawatir tetapi ia tak mempermasalahkan hal tersebut.
"Minum dulu obatmu, Nasyama."
"Aku belum makan. Bekal yang ku bawa hancur," Nasya cemberut.
"Mas akan beli makanan dulu. Sementara kamu akan dipindahkan ke kamar rawat inap," tutur Gadhing langsung meninggalkan Nasya yang tengah tersenyum senang.
Hati Nasya tak luput dari gumaman hamdalah. Suster datang memberikan tas miliknya.
Perawat membawanya yang masih terduduk diatas brankar ke kamar rawat inap. Setiba di kamar rawat, Nasya langsung mengambil ponsel lalu menghubungi Joko, orang yang dipercaya mengurus Rumah Makan Cintarasa dan Kafe miliknya.
"Assalamualaikum, Mas Joko."
"Waalaikumsalam, ada apa Sya?"
"Mas. Aku butuh bantuanmu, segera. Tolong periksa rekaman CCTV sekitar depan Rumah Sakit mas Gadhing tepatnya sekitar satu jam lalu saat aku kecelakaan."
"Kamu kecelakaan? kok bisa?"
Nasya mencebik bibir. "Hanya terserempet. Aku tunggu kabar baiknya. Dan tolong jangan kasih tahu Bunda dan Buya."
"Baiklah."
Setelah mengucap salam dan balas salam, Nasya memutuskan sambungan telepon. Ia memanjatkan doa, semoga rekaman CCTV tersebut menampakkan bagaimana kejadian dan menampakkan plat mobil dan wajah Noni saat membuka kaca jendela mobil itu agar memiliki bukti kuat.
Gadhing masuk ke dalam kamar rawat inap Nasya setelah mengucap salam dan dibalas oleh Nasya.
Sama seperti biasa, Gadhing akan memasang wajah datar bila berhadapan dengan Nasya. Dilihatnya hanya ada satu box makanan yang dibawa sang suami. "Mas sudah makan?" tanya Nasya.
"Belum," sahut Gadhing seraya membuka box makanan berisi nasi ayam geprek.
Gadhing menyodorkan sesendok berisi sesuap nasi dan ayam geprek.
Nasya terharu atas perlakuan Gadhing. Sumpah demi apapun, hingga kini ia merasa bagai mimpi dan tak ingin terbangun.
Nasya menerima suapan itu dengan mata yang berkaca-kaca. Ia begitu terharu. "Makasih, mas."
Gadhing menatap Nasya tanpa ekspresi sekejap lalu melanjutkan menyuapi Nasya.
Sebenarnya, ia sangat tahu betapa besar cinta Nasya padanya sedari dulu. Cinta dalam diam. Ya, hanya sekali Nasya memberanikan diri mengungkapkan perasaan itu ketika istri keduanya itu berusia tujuh belas tahun.
"Makasih atas nafkah pertama kali mas beri ke aku. Mas tahu, satu suapan ke istri itu adalah sedekah yang paling besar daripada sedekah pada anak yatim ataupun fakir miskin. Dan semoga menjadi amal jariyah buat, mas."
Sekali lagi Gadhing tertegun atas ucapan Nasya. Ada yang terlupakan hingga kini. Ia lupa memberi nafkah lahir selama dua Minggu ini.
Mengapa Gadhing melupakan kewajiban itu?
Bukankah ia sebelumnya menjadi pria yang bertanggung jawab?
Bahkan hingga kini ia memikirkan bagaimana bersikap adil pada keduanya.
"Makanlah sendiri. Dasar manja," Gadhing menyodorkan box makanan itu pada Nasya.
Nasya cemberut. "Baru juga dipuji," sindir Nasya.
"Mas makan juga," rengek Nasya seraya menyodorkan satu suapan pada Gadhing lalu diterimanya.
Gadhing berdehem. "Aku harus kembali bekerja. Setelah pulang kerja, aku pulang lebih dahulu baru akan kembali kesini."
Nasya mengangguk tapi masih cemberut dan Gadhing menyadari itu. "Ada apa lagi, Nasyama?" tanya Gadhing jengah.
"Kita gak jadi malam pertama, mas. Huwaaaa..."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Neulis Saja
ehm nasyama msh ada hari esok
2023-10-11
0
ria
tunggu tgl mainx noni..
kesalahanmu fatal dan berulang2..
gadhing andai km tau..
2022-10-20
0
Jaya Nada
tunggu tanggal mainny noni
2022-09-27
0