"Assalamualaikum," ucap Bunda Fadia dan Buya Niko membuka pintu kamar rawat inap Nasya membuat Gadhing dan Noni terkejut tetapi tidak dengan Nasya.
Gadhing bangkit mendekati orang tuanya setelah menjawab salam. Ia pun mengambil satu tas pakaian dan buah-buahan yang di bawa Buya Niko kemudian melakukan salam takzim kepada kedua orang tua nya.
Noni juga beranjak dan melakukan hal yang sama seperti Gadhing dengan malas.
"Siapa yang kabari Bunda?" tanya Gadhing karena merasa tidak memberi kabar karena tahu bakal sangat khawatir bila itu urusan Nasya.
"Bunda baru sampek itu di suruh duduk, nak. Ini malah di interogasi begitu!" cebik Bunda Fadia langsung duduk di sofa bersama Noni.
Gadhing menghela nafas panjang kemudian melirik Nasya yang juga tengah menatap nya penuh kemenangan.
Ia pun menggerutu dalam hati ketika menyadari bila Nasya lah sang pelaku.
Dasar pengadu.
Buya Niko tampak memberi air minum setelah Noni mengambilkan nya tadi.
Nasya melihat itu tersentuh. Sedari dahulu, Buya Niko tak pernah berubah dalam memerhatikan kebutuhan Bunda Fadia.
Cinta Buya Niko kekal abadi buat bunda Fadia. Ia juga tahu kisah cinta mereka. Dengan setia Buya Niko menunggu bunda Fadia hingga sampai menjadi janda dua kali.
Ia juga tahu bila Buya Niko adalah mantan suami ibu Hanum, ibu kandung Nasya.
Bunda Fadia bangkit mendekati brankar. Di kecup kening Nasya dengan lembut.
"Gimana keadaanmu, Nak?" tanya bunda Fadia.
"Nasya sudah baikan, Bun."
"Jangan banyak gerak dulu. Nanti lama sembuhnya," tutur bunda Fadia lagi dan di angguki Nasya.
Bunda Fadia kembali duduk di sofa memerhatikan Gadhing dan Noni kemudian menghela nafas panjang.
"Selama bunda di Surabaya akan menginap di rumah kamu, boleh?" tanya bunda Fadia menatap Gadhing.
"Rumah ku, rumah bunda juga. Kapan pun bisa tinggal bersama kami," ucap Gadhing merasa tak suka atas apa yang ditanyakan bunda Fadia.
"Kalau begitu, ayo kita pulang!" ajak bunda Fadia menatap Noni.
"Loh. Kok sama aku, bunda?" tanya Noni.
"Ya jadi sama siapa, nak? bukankah mas Gadhing harus merawat Nasya?" cecar bunda Fadia ngenak di hati.
Noni sudah tampak mulai kesal. "Aku mau sama mas Gadhing saja, Bun."
Bunda Fadia menghela nafas. Bukan ingin menjauhkan sang anak pada menantu pertamanya, tetapi ia juga harus membuat Gadhing dekat dengan Nasya dan melupakan masalalu.
"Kasihan mas Gadhing kalau harus melayani kamu juga padahal masih giliran Nasya. Bukankah begitu, nak?" bunda Fadia menatap Gadhing.
Gadhing melengos mendengar pertanyaan bunda Fadia. Tentu saja tahu maksud dibalik pertanyaan itu adalah Biarkan Gadhing bersama dengan Nasya.
Noni tak bisa membantah akhirnya menuruti bunda Fadia ikut pulang ke rumah Gadhing. Buya Niko tak menginap, hanya mengantar bunda Fadia saja karena harus menjaga peternakan sapi mereka.
Gadhing memicing menatap Nasya yang sedari tadi diam saja. "Ini pasti ulah kamu kan, Nasyama?" tanyanya menyelidik.
Nasya nyengir kuda.
Gadhing bangkit mendekati brankar. "Dengar ini, Nasya. Sekuat apapun kamu berusaha gak akan mengubah rasa benci ku padamu."
Nasya menunduk sambil memejamkan mata. Luka di tangan dan kaki tak seberapa sakit dibanding luka hati yang terus di gores ucapan Gadhing bak belati itu.
Nasya menghela nafas dan memberanikan diri menatap mata Gadhing yang memang sedari tadi menatapnya.
Tangan Nasya terangkat memberanikan diri mengelus pipi Gadhing dengan ibu jari.
"Terdengar klasik memang. Tetapi, selagi masih ada waktu dan kesempatan, aku ingin menunjukkan rasa cintaku untuk mas Gadhing. Hingga sampai waktu itu tiba, entah aku yang menyerah atau mas Gadhing yang memutuskan meninggalkan aku."
Sesaat kedua mata mereka saling pandang dan Nasya memutuskan pandangan lebih dulu.
Setelah mengucapkan itu, Gadhing tak berbicara lagi karena ia harus kembali bekerja.
*
*
Nasya menatap nanar pintu yang baru saja tertutup. Rasanya di benci oleh orang yang sangat kita cintai begitu terasa sakit.
Ingin rasanya menyerah, tetapi tak mungkin. Menjadi orang ketiga adalah pilihan nya demi membalas Noni dengan merebut Gadhing dari wanita yang sudah ia anggap sebagai saudara.
Nasya memilih istirahat setelah meminum obat dan lagi pula ia sendiri di kamar itu.
*
*
Gadhing membuka masker setelah keluar dari ruang operasi. Pasien yang baru saja di operasi adalah pasien yang sering memeriksa kandungan padanya.
Tidak ada kendala apapun dalam masa kehamilan. Tetapi naas harus segera di operasi karena pasien jatuh dari rumah sakit dan harus melahirkan prematur.
Bayi yang masih berusia 36 Minggu saat di kandungan harus berada di inkubator selama dua Minggu.
Menjadi sebuah kebiasaan bagi Gadhing bila baru saja menolong pasien melahirkan, ia akan menyempatkan diri melihat para bayi yang baru saja dilahirkan di ruang bayi.
Dari jendela kaca Gadhing menatap para bayi di dalam sana. Ada rasa haru melihat makhluk kecil tanpa dosa itu bergerak kecil.
Setelah puas melihat bayi, Gadhing mengunjungi Nasya lebih dahulu sebelum kembali bekerja.
"Assalamualaikum," kata Gadhing ketika masuk ruang rawat Nasya. Ternyata ada Amanda, sahabat Nasya yang juga dikenalnya.
"Waalaikumsalam," sahut kedua gadis itu.
"Sudah lama, Manda?" tanya Gadhing basa-basi.
Amanda nyengir. "Sudah, mas. Ini sudah mau pulang, kok."
"Eum. Bisa minta tolong jaga Nasya sampai aku pulang?" tanya Gadhing tetapi tatapan nya bukan ke arah Amanda melainkan ke Nasya.
"Emang mas mau kemana?" bukan Amanda yang bertanya melainkan Nasya.
Gadhing menghela nafas kemudian mendekati Nasya yang masih di atas brankar. "Aku harus pulang dulu, sebentar. Gak enak ada bunda di rumah tapi aku gak ada disana."
"Tapi balik lagi, kan? gak nginep di rumah?" cecar Nasya mulai takut bila di tinggal sendiri lagi.
"Aku akan kesini, Nasyama. Aku tahu tanggung jawab," sahut Gadhing malas.
"Baiklah. Hati-hati. Aku harap mas datang sebelum jam makan malam aku karena aku menunggu mas suapi."
"Iya-iya. Bawel!"
Setelah meminta izin dan diberi izin Nasya, Gadhing kembali bekerja.
Dua jam kemudian, pekerjaan Gadhing telah selesai dan ia membuka jas putih kebanggaan nya kemudian di sampirke lengan nya.
Tujuan nya pulang ke rumah bukan hanya ingin melihat Noni, tetapi menemui bunda Fadia.
Gadhing masuk ke dalam mobil, dan melaju dengan kecepatan sedang menuju rumah yang tak jauh dari Rumah Sakit dimana ia bekerja.
Sesampainya di rumah, Gadhing keluar dari mobil dan segera masuk rumah setelah di depan pintu.
"Noni mana, Bun?" tanya Gadhing ketika tidak melihat Noni di rumah.
"Tadi pamit mau ketemuan sama teman. Kenapa kamu pulang?" selidik bunda Fadia.
"Gadhing hanya ingin melihat Noni, Bun."
"Tapi ingat!" Bunda Fadia mengacungkan jemari telunjuk sebagai peringatan.
"Dua Minggu ini giliran Nasya. Kalau kamu sudah kebelet ditahan dan lakukan itu pada Nasya. Kamu harus adil," peringat bunda Fadia.
Gadhing mengusap wajah dengan kasar lalu duduk di sofa. "Gadhing belum siap, Bun. Rasa benci itu terus menguasai hati, Gadhing."
Bunda Fadia ikut duduk dan beberapa kali menghela nafas. "Nak. Menikahi orang yang kita cinta itu adalah sebuah harapan. Tetapi, mencintai orang yang kita nikahi itu adalah kewajiban."
"Tapi, Bun."
"Harus, nak. Belajarlah memaafkan. Bunda sendiri sudah mengikhlaskan kepergian adikmu. Bunda dan almarhum ayah Harry sudah ikhlas, nak. Jangan pernah ungkit kejadian dulu lagi."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Neulis Saja
nah ada kejadian apa dulu sampai detik ini gadhing masih membenci nasyama
2023-10-11
0
Erlinda
terlalu bertele tele ga jelas cerita nya
2023-04-15
0
Uthie
Penasaran kisah dendam nya apa ya? 🤔
2022-10-26
0