"Ngapain kamu kesini?"
Nasya tersentak ketika mendengar suara dingin dari Gadhing. Tanpa menjawab, ia bangkit mendekati Gadhing dan meraih tangan dan mencium punggung tangan Gadhing, salam takzim.
"Assalamualaikum, Mas."
Gadhing berdecak. "Waalaikumsalam," balasnya lalu duduk di sofa begitu juga Nasya.
"Mas. Aku bawain bekal makan siang untuk kita," ucap Nasya bersiap akan mendengar penolakan dari Gadhing.
"Gak perlu repot-repot. Karena mau sekeras apapun usahamu tetap gak akan merubah kebencian ku padamu, Nasyama."
Nasya membuka rantang yang di bawanya lalu mengambil rantang kosong dan diisinya sayur dan lauk yang sudah dibawanya.
"Mencintaiku atau membenciku, keduanya menguntungkanku. Jika kamu mencintaiku, aku akan selalu ada di hatimu. Jika kamu membenciku, aku akan selalu ada di pikiranmu!" ucap Nasya tersenyum seraya menyodorkan rantang yang telah diisi untuk Gadhing.
Gadhing hanya diam saja setelah mendengar ucapan Nasya karena kalah telak. Ia pun menerima makanan yang di makan nya.
"Aku masakin tumis kentang daging cincang dan ikan gembung goreng. Minuman nya jus alpukat. Makanan dan minuman ini bagus untuk Mas yang hipertensi," celetuk Nasyakenudian menutup mulutnya karena keceplosan.
Gadhing menghentikan suapan. "Jadi kamu bilang kalau aku ini punya penyakit hipertensi? Yang membuatku hipertensi adalah kamu, Nasyama. Apa gak cukupkah rasa benci ku selama ini sampai kamu menambah rasa benciku dengan kamu menjadi istri keduaku dan merebut kebahagiaan sahabatmu sendiri?" berangnya.
Nasya menggeleng. Mendapat ucapan ketus ataupun amarah Gadhing di belakang Bunda Fadia sudah terbiasa walau masih saja merasa sakit yang sama.
"Istighfar, Mas. Enggak baik suudzon sama istri!" ucap Nasya membuat Gadhing meneruskan acara makan nya.
Nasya menyodorkan jus alpukat saat Gadhing hendak meraih botol minum berisi jus itu.
"Makanlah," ucap Gadhing dengan wajah datar.
Nasya tersenyum. Inilah yang membuatnya semakin jatuh cinta pada Gadhing. Suaminya itu selalu mengatakan benci padanya tetapi ada satu sisi sikap Gadhing padanya berubah menjadi perhatian walau dengan ketus dan wajah datar seperti barusan.
"Enak nggak masakan aku Mas?" tanya Nasya menyuapkan makanan ke dalam mulut setelah berdoa.
Gadhing melirik Nasya lalu melanjutkan makan nya lagi. "Gak seenak masakan Bunda," gumamnya yang masih terdengar oleh Nasya.
Nasya berdecak sembari mengambil tumis kentang kembali. "Apaan sih, Mas? kalau itu aku tahu. Kamu pasti masih ingat brownies buatan Bunda yang gak ada duanya. Aku buat sesuai resep dan lakuinnya step by step sesuai instruksi Bunda. Tapi tetap saja rasanya masih enakan Bunda," aduh Nasya yang memang sedari dahulu sering bercerita pada Gadhing.
Hingga kini Nasya tak mengerti bagaimana Gadhing padanya. Suaminya itu selalu mengatakan benci tapi juga perhatian dan selalu membiarkannya datang mengaduh pada Gadhing.
"Tapi brownies buatan Daffa lebih enak dari buatan kamu," ucap Gadhing ketus kemudian mengambil nasi yang tinggal sedikit.
Nasya berdecak dengan melihat Gadhing makan dengan lahap. "Katanya masakan aku gak enak," ledek Nasya.
"Diamlah atau Mas akan memuntahkan makanan ini. Lagi pula mas gak ada bilang makanan mu gak enak. Hanya bilang gak seenak masakan Bunda."
Akhirnya Nasya hanya diam. Hatinya begitu bersyukur dibalik kebencian Gadhing, selalu menghargai kebaikan nya.
Ya, Gadhing dan Nasya diajarkan untuk menghargai apapun bentuk kebaikan dari seseorang sekalipun di dalam hati kita membenci orang tersebut.
Karena, kita tidak pernah tahu pada siapa membutuhkan pertolongan dihari kemudian kelak.
"Suamiku, semoga seluruh peluh dan tetesan keringat yang engkau keluarkan dalam perjuanganmu mencari nafkah untuk kami, senantiasa berkah dan dibalas surga."
Gadhing menatap Nasya secara intens. "Pulanglah. Hati-hati dijalan. Jangan buat masalah dengan Noni," ujar Gadhing dan di setujui oleh Nasya.
Setelah Nasya mencium punggung tangan Gadhing dengan takzim, hendak pergi namun langkahnya terhenti saat mendengar ucapan Gadhing kembali menyayat hati.
"Kamu harus ingat Nasyama. Aku gak akan pernah memberi cinta untukmu. Cintaku hanya untuk Noni. Aku baik padamu hanya karena Bunda."
Nasya berbalik badan, mendekati Gadhing kembali. "Mencintai itu kayak sholat terawih. Bukan siapa yang datang lebih awal, tapi siapa yang sanggup hingga akhir."
"Oleh karena itu. Aku buka pintu hatimu dengan Al-fatihah, hingga tergoncang Az-Zalzalah, karena aku tahu hatimu gak sekuat Al-hadid, tapi selembut Ar-Rahman," terang Nasya membuat Gadhing tertegun.
Nasya tersenyum lalu keluar dari ruang kerja Gadhing setelah mengucapsalam.
Gadhing mengusap wajah dengan kasar. Posisinya serba salah sedari dahulu bila menyangkut Nasya. Satu sudut hatinya membenci adik sepupu tirinya itu tetapi ada janji yang harus ditepati.
"Kamu membuatku pusing, Nasyama."
...----------------...
Setiba di luar ruangan, ponsel Nasya berdering membuatnya mengambil benda pipih tersebut dalam tas jinjing nya.
"Hallo, assalamualaikum."
"Waalaikumsalam. Nasya, ini aku Dimas."
Hening. Nasya diam sesaat. Mau bagaimanpun, pria tersebut telah menyakitinya.
"Nasya, Ibu sakit dan ingin bertemu denganmu!"
Nasya terperanjat. "Innalilahi. Jadi gimana keadaan Ibu sekarang, mas? aku akan ke Malang kalau begitu."
"Jangan. Hari ini Ibu akan di bawa ke Rumah Sakit dimana Gadhing bekerja."
Nasya mengangguk walau Dimas tidak melihat. "Baiklah. Aku akan jenguk Ibu disini saja," ucap Nasya lalu panggilan diakhiri setelah salam.
Nasya pulang ke rumah mendapati Noni sedang makan masakan nya. Ia tidak menggubris apapun dari Noni yang menyindirnya.
"Hebat ya, suami kerja malah kelayapan di luar!" sindir Noni membuat Nasya menghentikan langkahnya.
Nasya mengerutkan dahi lalu menggeleng, kembali melangkah masuk ke dalam kamar tanpa menanggapi sindiran dari Noni.
Andai Noni tahu jika Nasya telah menghabiskan banyak waktu bersama Gadhing pasti akan marah besar.
Masuk ke dalam kamar, Nasya membersihkan diri. "Aku lupa pakai deodoran?" matanya melotot lalu mencium ketiak yang putih mulus tanpa di tumbuhi bulu-bulu halus.
"Wangi kok."
Usah membersihkan diri, Nasya tidur sebentar karena sejak baru sampai dari Malang, belum ada istirahat sedikitpun.
Dua jam berlalu, Nasya dibangunkan oleh dering ponsel miliknya di atas nakas.
"Waalaikumsalam," sahutnya dengan suara serak.
"Maaf ganggu. Ibu sudah di pindahkan di Rumah Sakit, Sya. Ibu nunggu kamu. Saat ini, Ibu masih belum mau bertemu dengan mas."
Mata Nasya terbuka sempurna. "Sebentar lagi aku kesana, Mas tenang saja. Aku akan bujuk Ibu agar mengerti," Helaan nafas terdengar. Ia begitu dekat dengan Ibu Surti tentu tahu pasti mantan calon ibu mertua nya tersebut begitu kecewa atas batalnya pernikahan mereka.
Ia pun beringsut turun dari ranjang untuk bersiap. Keluar rumah kemudian mengambil sepeda motornya yang baru saja sampai saat masih terlelap tadi.
Usai memakai helm, dilajukan sepeda motor tersebut dengan kecepatan sedang. Tidak butuh waktu lama hingga sampai ke Rumah Sakit karena jarak tempuh tidaklah jauh.
Saat sudah di Parkiran sepeda motor, Nasya membuka helm lalu memperbaiki hijab instan nya, barulah masuk menuju kamar rawat inap Ibu Surti yang sudah diberitahu Dimas sebelumnya.
"Assalamualaikum, Bu."
"Waalaikumsalam, Sya. Maafin Ibu," tangis Ibu Surti pecah dalam dekapan Nasya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Neulis Saja
reader belum mengerti jalan ceritanya msh bingung 🫡
2023-10-11
0
ria
semangat
2022-10-20
0
Sriniti Herawati
hari gini masih ada bekal pake rantangan?
2022-10-06
0