Dua puluh dua tahun lalu.
Bunda Fadia dan Ibu Hanum (ibu kandung Nasya) sama-sama sedang hamil dan mengandung anak berjenis kelamin perempuan.
Kebahagiaan keluarga besar itu terasa lengkap karena akan hadir dua bayi perempuan sekaligus dalam tahun yang sama. Bagaimana tidak bahagia? karena tiga anak mereka adalah laki-laki. (Disarankan membaca novel sebelum nya, 'Jodoh KEDUA')
Tetapi naas, ketika usia kandungan bunda Fadia dan ibu Hanum menginjak enam bulan, bunda Fadia harus mengalami keguguran akibat terjatuh dari tangga.
Sebenarnya, saat itu ibu Hanum yang hendak terjatuh. Tetapi bunda Fadia yang berada di dekat ibu Hanum spontan menarik agar tak jatuh. Setelah itulah justru bunda Fadia yang terjatuh dari tangga dan Gadhing menyaksikan kejadian itu.
Tidak hanya sampai disitu kesedihan berlangsung. Beberapa bulan kemudian setelah kehilangan calon bayi, suami bunda Fadia yang tak lain adalah ayah Harry mengalami kecelakaan.
Hari itu! ayah Harry, ibu Hanum, ayah Yudha (ayah kandung Nasya), dan Gadhing pergi ke Surabaya karena ada urusan mendadak.
bunda Fadia di tinggal sendiri mengurus si kembar Daffa dan Daffi, juga Nasya yang masih bayi.
Malam semakin larut disertai hujan deras dan berangin. Mereka memaksa pulang karena khawatir dengan bunda Fadia di rumah.
Malam itu, ayah Yudha yang menyetir. Mereka melaju sangat hati-hati tetapi musibah siapa yang tahu?
Dari arah depan, sebuah truk melaju kencang menabrak mobil yang mereka tumpangi.
Ayah Harry, Ayah Yudha, dan Ibu Hanum kritis. Hanya Gadhing mengalami luka ringan dan dalam keadaan syok.
Bunda Fadia mendengar kabar suami dan keluarga nya kecelakaan sempat tak sadarkan diri. Pagi-pagi sekali ia membawa ketiga anak itu ke rumah sakit dimana keluarga nya di rawat.
Buya Niko yang saat itu juga merantau ke Surabaya langsung di kabari Bunda Fadia. Karena yang ada di pikiran nya saat ini hanya nama Buya Niko yang bisa menjaga ketiga anak itu.
Bunda Fadia masuk ke dalam ruang rawat ayah Harry setelah di kabarkan telah siuman. Dengan derai air mata, ia mendekati sang suami.
"Jangan menangis," kata Harry terbata-bata.
Bunda Fadia mengangguk seraya menghapus air matanya. Ingin sekali ia mengatakan jangan pergi tinggalkan kami. Tetapi, ia merasa lidahnya kelu untuk mengatakan itu.
"Aku sayang kamu."
"Aku juga," kata Fadia kembali meneteskan air mata.
Pintu terbuka menampakkan Buya Niko masuk bersama Gadhing, si kembar, dan bayi Nasya.
Ayah Harry yang memakai selang oksigen tersenyum melihat pemandangan itu. "Sayang," panggil Harry.
"Iya, mas."
"Jika nanti aku berpulang, terimalah cinta Niko."
Bunda Fadia menggeleng. Ia tidak terima atas apa yang di ucapkan Ayah Harry. Bagaimana mungkin?
"Kamu pasti sembuh, mas. Jangan ngomong begitu," Isak tangis bunda Fadia terasa sangat pilu membuat Buya Niko merasakan sakitnya.
"Niko. Aku titip istriku padamu. Terimakasih karena kamu, aku bisa menemukan cintaku. Kini, aku kembalikan dia padamu."
"Jangan bilang begitu, bang. Kamu pasti sembuh," kata Buya Niko dan hanya mendapat senyuman dari ayah Harry.
Dan pada akhirnya, di ruang rawat itu terdengar teriakan dan tangisan yang sangat menyayat hati. Bahkan, bunda Fadia tak sadarkan diri kembali.
Buya Niko sendiri begitu sabar menunggu bunda Fadia sadar dan mengurus keempat anak itu. Ia sangat bersyukur, Gadhing tidak mengalami luka parah.
Masih dengan menggendong bayi dengan kain batik, Buya Niko mengurus kepulangan jenazah ayah Harry.
Buya Niko kembali ke kamar rawat bunda Fadia, dilihat kembali sahabat sekaligus wanita yang masih di cintainya itu menangis.
"Fadia, istighfar. Kamu harus kuat demi anak-anak," nasihat Buya Niko menyebut anak-anak membuat bunda Fadia berusaha menghentikan tangisnya.
Buya Niko sama sedihnya, tetapi tak dapat melakukan apapun. Rasanya ingin memberi sekedar pelukan tetapi tak mampu.
"Kita lihat bang Yudha dan Hanum, dulu. Setelah itu baru pulang karena jenazah suamimu dalam perjalanan menuju rumah."
Bunda Fadia hanya mengangguk seraya menggandeng Daffa dan Gadhing. Sedang Daffi digandeng Buya Niko berjalan menuju ruang rawat ayah Yudha yang disatukan dengan ibu Hanum.
Pertama kali yang mereka dekati adalah ayah Yudha karena pria itu menggerakkan mata nya.
Mata ayah Yudha mengarah pada Gadhing. "To-long ja-ga Na-sya," kata ayah Yudha terputus-putus ketika mengatakan itu.
Gadhing yang masih berusia delapan tahun mengangguk. "Gadhing pasti jaga adik Nasya. Gadhing akan marahin adik Nasya kalau jauh-jauh dari Gadhing, Om. Gadhing janji."
Ayah Yudha tersenyum. Lalu mereka bergantian mendekati Ibu Hanum yang hanya diam saja tetapi matanya terbuka.
Gadhing melihat itu pun berinisiatif menggenggam tangan Ibu Hanum kemudian meletakkan tangan itu ke atas kepala nya.
"Ibu. Jangan menangis lagi. Gadhing janji bakal jaga adik Nasya. Cepat sembuh ya, Bu."
Setelah menjenguk ayah Yudha dan ibu Hanum, mereka semua memilih pulang karena harus mengurus pemakaman ayah Harry.
Tetapi, kabar duka kembali hadir di tengah keluarga itu. Setiba mereka di rumah, pihak rumah sakit mengabarkan bila ayah Yudha dan ibu Hanum telah tiada.
Kesedihan semakin melekat dalam jiwa mereka. Gadhing yang mulai mengerti pun menangis.
Lima tahun setelah kepergian mereka akhirnya bunda Fadia menerima lamaran Buya Niko. Waktu yang sebentar bagi mereka yang sedih di tinggalkan oleh orang yang di cinta.
Bunda Fadia memutuskan untuk menerima lamaran dan menikah dengan Buya Niko bukan hanya sekedar sudah mulai cinta atau belum.
Tetapi, ia tak ingin timbul fitnah dan dosa ketika Buya Niko mengunjungi dan mengajak keempat anaknya itu pergi bermain.
Buya Niko tentu sangat bahagia bila akhirnya Bunda Fadia menerimanya sebagai suami.
*
*
Gadhing menghela nafas ketika baru saja teringat kejadian dua puluh dua tahun lalu. Satu alasan yang membuatnya membenci Nasya adalah ketika bunda Fadia harus kehilangan anak yang sudah di nanti-nanti dan penyebabnya adalah menolong ibu Hanum agar tidak jatuh.
Baginya, seharusnya Nasya tidak ada dan adiknya masih hidup. Tetapi, karena sebuah janji maka Gadhing terus menjaga Nasya.
"Jangan terlalu membenci, Nak. Cobalah untuk membuka hatimu. Ingat dosa bagi suami dzolim," bunda Fadia mengingatkan sang anak lagi.
"Bunda," Gadhing merasa tak suka dikatakan dzolim.
"Boleh ibu jujur?" tanya bunda Fadia sangat lembut.
Gadhing menoleh ke arah bunda Fadia. "Tanya apa, Bu?"
Bunda Fadia meraih tangan lalu di genggam nya seraya tersenyum menatap sang putra. "Bunda melihat, ada cinta di matamu buat Nasya."
Gadhing tersentak sambil menarik tangan nya. "Itu gak mungkin, Mi. Gadhing sangat membenci Nasyama."
"Tapi kamu terlihat tulus dan terkesan posesif kalau Nasya pergi bersama cowok lain," kata bunda Fadia lagi.
"Terpaksa karena janji dan bunda juga."
Bunda Fadia menggeleng merasa gemas dengan anak sulung nya yang jual mahal. "Ya sudah. Tapi ingat ya.. Mencintai orang yang telah kamu nikahi adalah kewajiban."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Neulis Saja
oh seperti itu masa lalunya
2023-10-12
0
mentari
dendam yg mengada2 utk anak umur 8 th.. ngga masuk akal sih
2022-11-19
1
ria
benci jadi bucin..
2022-10-20
0