Nasya pulang lebih dahulu setelah makan siang dan sholat Zuhur berjamaah di Mushalla bersama Gadhing.
Senyuman terus saja menghiasi wajah ayu Nasya sepanjang masuk ke dalam rumah Gadhing.
"Cih. Sok cantik," maki Noni ketika Nasya baru saja melewatinya yang sedang duduk.
Nasya menghentikan langkah seraya melirik ke samping dimana Noni sedang duduk. Kemudian menunduk membersihkan hijab bagian depan bagai terdapat kotoran disana.
"Aku memang cantik, Noni. Suami kita saja mengakui itu," setelah mengucapkan itu, Nasya melanjutkan langkah meninggalkan Noni yang sudah kesal atas ucapan barusan.
"Banggalah atas kecantikanmu, Nasya. Tapi kenyataan nya, akulah pemilik cinta nya mas Gadhing!" tangan Noni terkepal.
Noni benci terhadap Nasya karena menurutnya kehidupan madu nya terlalu sempurna hingga membuatnya iri.
Warisan peternakan sapi, kafe, dan warung makan membuat Nasya semakin bersinar dan Noni tak bisa memiliki itu. Hanya satu yang dapat direbut dan membuat Nasya hancur yaitu cinta Gadhing.
Teringat kembali tiga tahun lalu. Tidak ada angin dan hujan, Gadhing mendatangi Noni dan melamarnya. Padahal, mereka tidak pernah menjalin hubungan sebelumnya.
Noni yang sudah dikuasai iri dan dengki, ingin melihat Nasya hancur langsung menerima lamaran Gadhing. Karena ia tahu bahwa Nasya sudah jatuh cinta pada Gadhing semenjak berusia enam belas tahun.
Apalagi merasakan sikap baik Gadhing padanya, Noni yakin bila Gadhing sudah lama jatuh hati padanya.
...----------------...
Beberapa malam telah berlalu seperti biasa Nasya tidur sendiri. Hubungan pada Gadhing juga masih sama walau Nasya sudah sering mencuri waktu agar dekat dengan Gadhing.
Malam ini adalah malam terakhir Noni. Dan pada mulai esok hingga dua Minggu kedepan adalah giliran Nasya bersama Gadhing.
Nasya meremas jemari sambil berjalan mondar mandir di belakang pintu kamarnya. "Aku harus bagaimana besok? aku gugup bila harus satu kamar sama mas Gadhing," ucap Nasya merasakan telapak tangan sudah sangat dingin.
"Astaghfirullah. Masih memikirkan nya saja sudah membuat ku nervous," gerutu Nasya lagi.
Pintu kamar Nasya di ketuk membuatnya terperanjat. Di usap dada nya dengan menggumamkan istighfar. Setelah tenang, Nasya membuka pintu kamarnya.
Belum juga tubuh Nasya keluar sempurna sudah mendapat sentilan di dahi. Ia tahu siapa pelaku yang sudah tega menyentil dahi nya.
Nasya mengusap dahi yang masih terasa perih sambut manyun. "Dicium gitu, mas. Jangan cuma di sentil Mulu!" gerutu Nasya kemudian hendak balik masuk ke kamar.
Tetapi Gadhing yang sedari tadi diam, melihat Nasya hendak masuk ke kamar langsung menarik bagian belakang hijab istri mudanya.
"Lihat jam berapa, Nasyama. Jangan sering makan terlambat. Aku gak mau Bunda ngomel sama aku lagi," cerocos Gadhing belum juga melepas hijab Nasya.
"Ih. Iya-iya. Tapi lepasin dulu, jangan ditarik-tarik." Nasya merapikan hijabnya.
"Dirumah kok pakai hijab," sindir Gadhing berlalu mendahului Nasya menuju dapur.
Nasya termangu. "Bukan nya Mas Gadhing yang minta aku pakai hijab juga di rumah?" gumam nya sendiri seraya melangkahkan kaki menyusul Gadhing.
Di ruang makan tersebut, ternyata Gadhing duduk sendirian di kursi kepala meja. Nasya memilih duduk di sisi kiri Gadhing karena tahu jika Noni sering duduk di sisi kanan.
Tak berapa lama Noni datang menatap sinis ke arah Nasya. Dilihat Noni menyediakan makanan ke piring Gadhing membuat Nasya cemburu.
Nasya memainkan kuku buat mengalihkan pandangan di hadapan nya yang menyayat hati. "Apa mas Gadhing sengaja ngajak aku makan bersama agar melihat kemesraan mereka? mau sampai kapan?" gumam Nasya dalam hati.
Nasya mengambil makanan untuknya setelah Noni selesai mengambil makan untuk Gadhing dan dirinya sendiri.
Ketiganya makan dalam diam. Sekuat tenaga Nasya tak melirik ke arah pasangan di hadapan nya sedang mengobrol.
"Aku sudah selesai," ucap Nasya tetapi masih duduk tak beranjak.
Noni menatap sinis pada Nasya. "Kalau sudah selesai ngapain masih disini? mau lihat kemesraan kami?"
Nasya mengedikkan bahu. "Aku hanya menghormati suami kita karena belum selesai makan," kata Nasya menekankan kata 'suami kita'.
"Mas Gadhing itu suamiku. Apa sekarang lupa dimana posisimu, Nasya? kamu pelakor disini," sentak Noni.
Ucapan Noni sungguh menyayat hati Nasya. Tetapi, pantang baginya menunjukkan kelemahan dihadapan mereka berdua.
"Baiklah kalau kamu menganggapku pelakor, Noni. Padahal aku hanya menginginkan kita berbagi suami. Kamu lupa singkatan pelakor itu apa?" tanya Nasya menatap tajam ke arah Noni.
"Perebut Laki atau suami Orang, aku ingatkan. Jadi jangan menyesal kalau aku akan merebut mas Gadhing darimu," Nasya berdiri kemudian menoleh ke arah Gadhing yang sedang menatap kearahnya. "Aku pamit ke kamar, mas. Aku harus mempersiapkan diri buat besok menyambutmu," setelah berbicara Nasya membawa piring kotor bekas makannya dan juga Gadhing ke dapur dan mencucinya di wastafel, selesai cuci piring Nasya masuk ke dalam kamar tanpa perduli Gadhing dan Noni sedang menatapnya ketika melewati mereka.
...----------------...
Malam ini Gadhing tak dapat tidur. Pikiran nya melayang entah kemana membayangkan jika besok harus berada satu kamar dengan Nasya.
Gadhing membuat kopi kemudian duduk di kursi yang terdapat di dapur. Mengingat bagaimana harus berada di kamar yang sama selama dua Minggu itu sangat lama baginya.
Ia memang sedari kecil selalu bersama dengan Nasya. Tetapi, Bunda Fadia dan Buya Niko selalu membuat batasan bagi Gadhing, Daffa, dan Daffi (adik kembarnya) terhadap Nasya.
Gadhing membuka kunci layar ponsel nya kemudian mendial nomor ponsel Bunda Fadia.
"Assalamualaikum, Bunda."
"Waalaikumsalam, mas. Ada apa menelepon malam-malam?"
"Gadhing ganggu, Bunda?"
"*Eum. Enggak."
"Iya."
"Ih. Apaan sih. Anak menelepon kok malah dijawab iya. Geser dong, Buya."
"Sudah."
"Jangan peluk dulu*."
Gadhing tersenyum mendengar percakapan Bunda Fadia dan Buya Niko. Tak menampik bila kisah cinta mereka juga tak kalah manis dengan kisah cinta Bunda Fadia dan Ayah Harry.
Bayangan kecelakaan maut itu kembali terngiang di kepalanya. Kecelakaan yang membuat trauma berkepanjangan bagi Gadhing dan juga Bunda Fadia.
Kepingan-kepingan luka hingga menimbulkan rasa benci terhadap Nasya tak dapat terhindar. Hingga kini, rasa benci itu masih mendominasi.
Bahkan karena rasa benci itu membuat Gadhing rela menikahi Noni hanya karena ingin melihat Nasya hancur.
Gadhing melirik kearah Nasya yang baru saja masuk ke dapur masih mengenakan hijab. Ia tak berkata apapun ketika istri muda nya itu membuat susu cokelat seperti biasa.
Gadhing tetap cuek ketika Nasya menaruh gelas di atas meja dan duduk disana dimana Gadhing juga duduk.
"Pepatah mengatakan, empat sehat lima sempurna. Namun, aku enggak merasakan kesempurnaan itu sebelum aku merasakan kasih sayangmu."
Tatapan keduanya bertemu tetapi Gadhing lebih dahulu memutuskan tatapan tersebut. Bagi Nasya, sudah biasa bila tak mendapat tanggapan dari Gadhing.
"Jangan GR deh. Aku cinta kamu sedikit saja kok. Sedikit berlebihan maksudnya," gombal yang bermakna kejujuran itu membuat Gadhing menatap Nasya kembali yang sedang tersenyum manis.
"Minum susu mu, Nasyama. Setelah itu sikat gigi dan pergilah tidur," ujar Gadhing memalingkan wajah karena wajahnya sudah memerah bahkan telinga nya juga ikut memerah.
"Mas suka kan aku gombalin?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Neulis Saja
untung kamu Nasya orgnya seneng bercanda dan humoris tak kebayang kalau kamu pemalu dan pendiam
2023-10-11
0
mentari
katanya mau balas dendam.. tp dr awal fokusnya malah cemburu2an..
2022-11-19
1
Tarsiah Asih
nasya trllu menurutku klo tau tetang agama kenpa msih punya rasa dendam .seharusnya tunjukin bahwa kmu mampu bisa hidup bahagiya tmpa harus jdi madu
2022-10-03
0