Esok hari di salah satu Rumah Makan Cintarasa yang telah direbut Dimas tampak beberapa pelanggan komplen atas kinerja pegawai dan citaras yang berbeda dari sebelumnya.
Bagaimana tidak berubah? Karena juru masak Rumah makan Cintarasa telah mengundurkan diri atas perintah Nasya.
Dimas mulai khawatir akan kelangsungan Rumah makan yang berhasil direbut dari tangan Nasya. Banyak pelanggan membatalkan pesanan untuk acara-acara yang telah memesan makanan pada Rumah Makan Cintarasa.
"Aarrgh.. Bagaimana ini?" gumam Dimas mengacak rambutnya dengan kasar merasa frustasi.
Mata Dimas melirik kearah ponsel yang bergetar dan layar berkedip. Diraih dan diklik icon hijau disana.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam. Dimas, Ibu masuk Rumah Sakit. Bisa kamu pulang? Paman enggak bisa jaga Ibu mu terus. Paman harus kerja."
"Baik, Paman."
Panggilan terputus setelah Dimas mengucap salam. Kemudian membereskan berkas laporan Rumah Makan karena hendak ke Kampung Halaman.
Dimas memilih naik Bus karena lebih dekat dengan Puskesmas tempat sang Ibunda di rawat.
...----------------...
Sesampainya di Puskesmas, Dimas langsung masuk ke kamar rawat inap setelah mengucap salam.
"Untuk apa kamu kesini?" tanya Ibu Surti yang tak lain dan tak bukan adalah ibu kandung Dimas.
"Maafin Dimas, Bu!" ia tahu jika Ibu Surti harus di rawat karena kesalahan yang dilakukan nya.
Ibu Surti mengetahui hubungan nya dengan Noni dan batal menikah karena itu pula.
"Aku dan Noni saling mencintai, Bu."
"Dia gak pantas di cintai. Dia sudah bersuami dan berselingkuh dengan mu. Ibu ingin bertemu dengan Nasya."
"Gimana hubungi dia, Bu? dia sudah bersuami."
Dimas tak menjawab, memilih pergi mengurus administrasi dan pemindahan sang ibunda agar di rawat ke Rumah Sakit di Kota Surabaya pagi itu juga.
...----------------...
Hari itu. Gadhing, Noni, dan Nasya sudah kembali ke Surabaya. Profesi sebagai Dokter mengharuskan Gadhing siap siaga bila ada panggilan dari pihak Rumah Sakit.
Sesampainya di rumah Gadhing. Noni langsung istirahat. Sedang Nasya pergi ke dapur membuatkan teh untuk suaminya itu.
Gadhing masuk ke dalam kamar utama dimana ada Noni sudah terlelap. Di kecup kening Noni barulah membersihkan diri.
Gadhing keluar dari kamar langsung di kejutkan oleh Nasya yang tengah tersenyum membawa segelas teh untuknya.
"Yang aku tahu, salah satu manfaat teh manis hangat itu membuang racun dalam tubuh!" ucap Nasya tersenyum tetapi membuat wajah Gadhing berubah menjadi datar.
"Racun nya itu kamu," desis Gadhing.
"Terserah mas, saja. Diminum, teh ini juga membantu menyehatkan jantung karena setelah ini bakal banyak kejutan untuk, mas!" Nasya tersenyum seraya menyodorkan gelas yang dibawanya.
Nampaknya Gadhing enggan menerima. Tetapi Nasya terus memberi isyarat lewat mata agar Gadhing segera menerimanya.
"Allah SWT tidak menyukai hambanya yang membuang-buang makanan karena itu adalah mubazir," ucap Nasya sekali lagi membuat Gadhing terpaksa menerima teh hangat tersebut.
"Besok-besok gak perlu begini. Ada Noni yang melayaniku," ucap Gadhing memberikan gelas yang sudah kosong pada Nasya.
Nasya sendiri hanya diam memendam rasa yang teramat sakit. Di benci oleh seseorang yang kita cinta itu begitu menyakitkan. Apalagi tidak tahu alasan sebenarnya rasa benci itu terus melekat pada seseorang itu.
"Aku akan tetap layani mas sebelum pembagian hari kebersamaan kita. Ingat, aku bukan hanya sepupu tiri yang kamu benci. Tapi aku juga istrimu yang sah dan aku punya hak untuk meminta nafkah lahir maupun batin darimu," Nasya mengatakan itu dengan kepala menunduk. Selalu saja tak bisa berlama-lama berada di dekat Gadhing karena tak bisa mengendalikan perasaan dan jantung yang terus berirama.
"Aku bisa saja memberimu nafkah lahir. Tapi enggak dengan nafkah batin dan itu gak akan pernah terjadi. Sungguh, aku semakin membencimu, Nasyama."
Bagai di hantam batu dan hancur berkeping-keping. Nasya mengerjap mata berulang kali agar air matanya tak menganak sungai.
"Empat bulan, mas."
Gadhing yang masih memakai dasi langsung melirik ke arah Nasya. "Apa maksudmu dengan empat bulan?"
"Aku menunggu selama empat bulan mas akan memberikan aku nafkah batin."
"Dalam Kitab Tafsir Qurtubi dijelaskan bahwa suami dibolehkan tidak menggauli istrinya selama 4 bulan dalam upaya untuk menyadarkan sang istri. Selepas dari masalah ku dan Noni, aku akan tetap menagih nafkah batin itu."
Gadhing berdecak. Di balik kebenciannya pada Nasya, pasti ada rasa kesal yang selalu merekat dalam hati. "Dasar keras kepala," gumam Gadhing membuat Nasya tersenyum.
Nasya berjinjit, secepat kilat ia melayangkan kecupan di pipi lalu menggapai punggung tangan Gadhing membuat sang empu terkejut.
"Halal, mas. Hati-hati."
Gadhing berdehem berjalan hendak pergi bekerja tetapi langkahnya terhenti ketika mendengar ucapan Nasya.
"Salam, mas."
Tanpa balik badan, Gadhing mengucap salam. "Assalamualaikum."
Nasya tersenyum. "Waalaikumsalam."
Nasya melihat Gadhing berjalan keluar rumah. Helaan nafas terdengar darinya. "Kamu kenapa begitu membenciku, mas?"
Nasya balik badan, melangkah kan kaki menuju kamar tamu dimana Gadhing menyuruhnya tidur disana.
Di dalam kamar, Nasya merenungi nasib rumah tangga nya. Akankah bertahan selamanya?
...****...
Gadhing menghela nafas. Sepanjang jalan menuju Rumah Sakit, pikiran nya hanya memikirkan ucapan Nasya.
Gelengan kepala cepat menghiasi. "Enggak. Mana mungkin aku kasih nafkah batin. Walau aku harus mempersiapkan diri dalam empat bulan ini, tetap aku gak mau."
Tetapi, seakan ada yang membisikkan pada Gadhing. "Aku tahu itu dosa. Tapi aku membencinya," ia seakan menjawab bisikan itu.
Lagi-lagi seperti ada yang membisikkan sesuatu padanya. "Aku perhatian sama dia hanya karena Bunda."
Mobil Gadhing telah sampai di Rumah Sakit dan langsung menuju ruang bersalin.
...***...
Senyum terukir dari bibir ranum Nasya ketika menyadari bila Noni masih tidur. Teringat dengan isi lemari makan di dapur masih kosong, segera bergegas ke dapur.
Di buka lemari es ada berbagai sayuran dan juga lauk pauk. Nasya memilih dua menu sayur dan lauk untuk makan siang dan malam.
Senyum nya terukir ketika ide untuk memasak terlintas di kepala nya.
Dua jam kemudian, semua masakan Nasya telah matang dan tersaji di atas meja. Memiliki Rumah Makan Cintarasa tentu saja memasak adalah keahlian nya. Ia pun bergegas bersiap hendak pergi ke Rumah Sakit.
Makan siang untuk Gadhing sudah selesai, makanan yang di masaknya tadi ditutup dengan tudung saji.
Sekali lagi Nasya memerhatikan penampilan nya. Inner hitam yang dipadukan dengan kemeja panjang kotak-kotak, sepatu sneakers, dan pasmina hitam.
Sangat pas dengan Nasya yang masih berusia dua puluh dua tahun.
Nasya pergi ke Rumah Sakit dengan taksi online yang sudah di pesan sebelum nya. Tidak butuh waktu lama hingga sampai ke tujuan karena Gadhing memilih tempat tinggal yang tak jauh dari Rumah Sakit.
Di lirik arloji dipergelangan tangan, belum masuk jam makan siang. Seperti biasa, Nasya akan meminta izin untuk menunggu diruangan Gadhing.
Satu jam kemudian, Gadhing masuk ruangan dengan wajah lelah.
"Ngapain kamu kesini?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Neulis Saja
ah tapi kamu nanti akan bucin kalau tahu istrimu pelacur yg rela mengorbankan kesuciannya pada laki yg bikin suaminya naudzubillah
2023-10-11
0
itin
uniknya sampai dibab ini.... sepertinya mereka tidak punya kendaraan sendiri/mobil
2023-02-03
0
Yati Syahira
novel lucu masa istriya berhubungan badan sama laki "lain teteo diterima tdk marah gemblung nilisnya nggak sery males bacanya bye
2022-12-20
1