Pagi pun datang, Rose segera bangun dari tidurnya. setelah merasakan cahaya mentari menyilaukan matanya dari celah-celah hordeng kamar.
Rose mengucek matanya perlahan, kemudian dia menatap, Michelson yang masih tertidur lela di sisinya. Rose tersenyum manis menatap wajah polos suaminya yang masih tertidur. Sejenak dia mengusap pipi suaminya.
Rose pergi ke kamar mandi untuk mencuci mukanya yang terasa lengket. Suara gemericik air dari wastafel kamar mandi, membuat Michelson terbangun dari tidurnya.
Pria tersebut menatap kasur empuknya, dengan pandangan mata yang masih mengantuk.
"Hem, istriku memang sangat rajin. Jam segini sudah bangun, bahkan sudah menyiapkan baju kerjaku di kursi. Walaupun dia sedang hamil tapi tidak ada alasan untuk tidak melayani segala kebutuhanku."
Tersungging senyuman di bibir tebal, Michelson.
Cukup lama dia berpikir dengan pikirannya sendiri, hingga akhirnya suara derit pintu kamar mandi mengalihkan perhatiannya.
Rose keluar dari bilik tersebut dengan mengenakan sebuah lingerie yang sangat transparan membuat Michelson terpana menatap lekuk tubuh yang sangat terlihat menawan.
"Wah, suamiku ternyata sudah bangun. Pagi suamiku sayang."
Kecupan mendarat di bibir dan kening Michelson.
"Pagi juga cintaku, sayangku, kebanggaanku."
Michelson membalas kecupan dari istrinya.
"Sayang, masih pagi sekali kamu sudah bangun. Tidurlah lagi, aku masih ingin memelukmu, sayang."
Michelson menarik halus tubuh Rose sehingga dia terjatuh ke kasur dan di peluk erat oleh suaminya.
"Daddy, ini sudah siang. Apakah daddy tak merasakan silaunya pancaran matahari menyeruak dari balik celah jendela kamar?"
"Hem, biar sajalah mom. Aku masih kangen padamu. Ingin memelukmu sebentar lagi."
Rose membiarkan suaminya memeluknya dari arah belakang. Sembari sesekali mengusap perut, Rose yang masih rata.
"Baby Daddy, how are you?"
Michelson menciumi perut Rose yang masih rata.
Rose merasa geli karena tersenggol oleh kumis tipis milik suaminya.
"Sayang, ayok kita bangun sekarang juga, karena sudah siang. Oh iya, maaf ya Daddy. Pagi ini aku nggak masak untukmu. Sejak aku hamil, jika pagi bau bumbu saja rasanya pusing dan muntah terus."
"Ya, mom. Nyantai saja, kan sudah ada banyak bibi yang siap memasak apapun yang kita mau."
"Hem, baiklah Daddy."
Saat itu juga Michelson bangun dari ranjang dan membasuh mukanya. Mengajak istrinya untuk sarapan tetapi istrinya justru tak ingin sarapan.
"Aku sedang tak ingin sarapan, Daddy."
"Kalau mommy tak sarapan kasihan juga anak kita akan makan apa, mom?"
"Aku sedang ingin makan buah saja, Daddy. Jika aku makan di pagi hari juga percuma saja, pasti akan muntah dengan sendirinya."
"Ya sudah, yang terpenting perutmu isi makanan jangan sampai kosong."
"Daddy, aku sedang ingin ngemil kue-kue yang ada di minum market. Mau kan setelah sarapan menemani aku ke mini market?"
"Sekarang pun Daddy mau kok, mom. Sarapannya nanti saja setelah menemani mommy ke mini market. Kasihan anak kita jika harus menunggu terlalu lama."
"Baiklah, Daddy. Kalau begitu kita pergi sekarang saja ke mini marketnya."
Terpancar di wajah Rose rasa senang dan bahagia. Hal ini membuat Michelson juga turut senang melihatnya.
"Aku akan selalu menomor satukan istriku di atas segalanya. Apalagi saat ini dia sedang hamil. Aku tak ingin melihat kemurungan di wajahnya. Aku ingin selalu melihatnya tersenyum sepanjang masa."
Michelson suami siaga, dia selalu mengesampingkan urusan dirinya hanya demi membuat istrinya bahagia. Karena dia tak ingin di masa kehamilan istrinya merasakan kesedihan yang berdampak buruk pada kehamilannya.
Michelson ingin selalu istri dan calon anaknya sehat, makanya dia selalu ingin membuat bahagia istrinya walaupun dengan cara sederhana seperti sekarang ini.
Saat itu juga mereka pergi ke mini market terdekat. Rose sangat sumringah pada saat sampai di mini market. Tingkahnya sudah seperti anak kecil saja.
Dia langsung memilih berbagai makanan ringan dan banyak sekali kue-kue yang dia inginkan.
"Daddy, lihatlah. Aku nggak sadar memilih semua makanan yang ada di mini market ini."
"Nggak apa-apa, mom. Ambil saja semua yang kamu mau, kalau perlu kita beli sekalian mini market ini."
Canda Michelson terkekeh berkali-kali mengecup pucuk rambut Rose.
Pemandangan itu tak elak sempat di lihat oleh Siska dan Merry yang kebetulan sedang belanja pula di mini market tersebut.
"Sialan, kenapa pula aku harus selalu melihat kemesraan mereka yang hanya membuat aku semakin bertambah iri dan panas saja!"
Gerutu Siska seraya menghentakkan kakinya menatap sinis ke arah Rose dan Michelson yang sedari tadi bercanda ria.
"Seharusnya anakku yang ada di posisi, Rose. Bukan wanita barbar tersebut!"
Ibu dan anak merasa iri melihat kemesraan antara Rose dan Michelson.
"Mom, ada siapa itu di samping kanan kita sedang melihat kemari?" bisik Michelson lirih.
Rose menoleh ke arah Siska dan Merry, keduanya langsung melempar pandangan ke arah lain seolah tak melihat keberadaan, Rose.
"Biarkan saja, Daddy. Aku yakin saat ini mereka sedang iri dengan diriku yang punya suami setampan dan sebaik dirimu, Daddy."
"Ahh, mommy. Aku jadi tersanjung nech."
Tiba-tiba Michelson mengecup bibir Rose di hadapan orang banyak, hal ini membuat Rose tersipu malu.
"Daddy, ini di tempat umum loh. Jangan kamu ulangi lagi hal seperti ini."
Rose memukul-mukul dada bidang Michelson.
Siska semakin panas melihat Rose semakin mesra. Dia pun menghentakkan langkah kakinya berlalu pergi dari mini market tersebut.
"Sialan! terlalu lama aku di dalam mini market tersebut semakin aku tak karuan! kenapa sih, keberuntungan selalu berpihak pada, Ka Rose, bukan padaku!"
Siska terus saja menggerutu sepanjang perjalanan pulang. Dia tak peduli dengan mamahnya yang masih ada di dalam mini market. Dia langsung saja melajukan mobilnya tanpa peduli mamahnya terus saja memanggil namanya.
"Siska-Siska-Siska! aduh, kenapa malah mobilnya melaju dengan cepat sih? ini semua gara-gara, Rose! aku jadi di tinggal sendiri seperti ini! apa lagi belanjaan banyak pula seperti ini!"
Mery sibuk mencari dompetnya dan ponselnya, ternyata semuanya tertinggal di dalam mobil.
"Aduh, mana dompet dan ponsel ada di dalam mobil pula! bagaimana aku bisa pulang kalau seperti ini?"
"Tak mungkin pula aku mengemis meminta tolong pada, Rose. Dimana harga diriku ini?"
Merry duduk terpaku di pinggir mini market. Tak berapa lama keluarlah Rose dan Michelson.
"Loh, mamah tiriku kok masih di sini? oh aku lupa, barusan kan mobil Siska sudah pergi ya? hem, apa perlu bantuanku?"
"Nggak perlu! aku tak perlu bantuan dari wanita barbar seperti dirimu!"
"Bener nech, mamah tiri? apa nggak cape bawa banyak barang seperti itu jalan kaki? ya sudah kalau tak ingin di bantu."
Namun pada saat Rose akan pergi, ibu tirinya memanggil dirinya.
"Rose, tunggu!"
"Iya, aku mau bantuanmu."
Sat itu juga Rose memesankan taxi on line untuk ibu tirinya, bahkan dia juga telah membayarnya pula.
Merry masuk ke dalam taxi on line tersebut tanpa mengucapkan terima kasih sama sekali, membuat Michelson kesal melihatnya.
"Mom, seharusnya kamu tak perlu membantunya. Biarkan saja dia di sini sendiri.'
"Aku masih punya rasa belas kasih, Daddy. Jadi aku tak tega."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments