"Mika, aku memanggilmu karena ingin tahu di mana rumahmu. Kadang perusahaan mengadakan acara tahunan dengan berkunjung ke rumah-rumah para pegawainya untuk memberikan hadiah."
"Aduh, mampus aku! bagaimana aku menunjukkan rumahku?"
"Mika, apa permintaanku terlalu berlebihan?"
"Ti-tidak, Tuan. Hanya saya tinggal sendiri di sebuah kost, karena sudah tak punya orang tua maupun sanak saudara. Saya malu jika Tuan menyambangi tempat kost."
"Hem, jelas sekali dia berbohong. Sepertinya memang ada sesuatu yang dia sembunyikan. Mari kita bermain-main, Mika," batin Michelson menyeringai.
"Hem, baiklah. Kalau begitu bisakah kamu tunjukkan tempat kost kamu?"
"Deg"
"Aduh, aku pikir dengan alasan seperti ini si tampan tak lagi ingin ke rumahku."
"Se-sekarang maksudnya, Tuan?"
"Ya, sekarang. Yok kita pergi!"
Michelson bangkit dari duduknya, dia pun meminta Mika segera mengikutinya.
"Tapi, Tuan."
"Kenapa? apa kamu sedang berbohong padaku ya?"
"Ti-tidak begitu, Tuan. Jika pagi seperti ini, tidak ada orang di tempat kost. Ibu kost juga pergi, kebetulan aku juga lupa menyimpan kunci kostnya."
"Hem, alasan apa lagi kamu! aku yakin sekali kamu menyembunyikan sesuatu dariku, Mika."
Michelson terus saja memojokkan, Mika dengan berbagai pertanyaan. Hingga Mika sampai tak bisa berkata lagi.
"Mika, aku lihat kamu sedang berbohong padaku. Sepertinya kamu sedang merahasiakan jati dirimu dariku. Katakan apa tujuanmu yang sebenarnya!"
Entah kenapa lama-lama, Michelson merasa geram dengan gelagat aneh, Mika.
"Tuan, saya tidak menyimpan apa pun. Saya mohon maaf, jika telah menyakiti hati Tuan."
"Jika dengan cara halus aku tidak bisa mendapatkan informasi dari, Mika. Aku akan melakukan dengan caraku sendiri." Batin Michelson kesal.
"Baiklah, jika kamu tak mau berkata jujur. Hari ini dan detik ini juga, aku pecat kamu!"
Keputusan sepihak dari, Michelson membuat Mika terhenyak kaget.
"Tuan, tolong jangan lakukan ini padaku. Aku mohon, Tuan. Aku butuh uang untuk biaya rumah sakit ibuku."
"Mika! kamu ini sudah terbukti berbohong! barusan kamu bilang sudah tak punya orang tua dan hanya sebatang kara! tetapi kini kamu berkata lain lagi! mana yang sebenarnya benar?"
Mika semakin panik, tubuhnya tiba-tiba gemetar dan dirinya mulai gelisah, bahkan tak sanggup untuk menatap, Michelson.
"Aduh, aku harus bagaimana ini? apakah sebaiknya aku berkata jujur? tapi kalau aku jujur pun pasti ancur!"
Mika semakin serba salah.
Hingga akhirnya dia pun berkata.
"Baiklah, Tuan. Saya akan berkata jujur, tetapi jangan pecat saya."
"Katakanlah!"
"Saya tidak tinggal di kost, tetapi tinggal bersama saudara saya yang ada di kota ini."
"Hem, baiklah. Nanti sepulang kerja, aku ingin ikut denganmu ke rumah saudaramu itu."
"Baiklah, Tuan."
Setelah sore menjelang, Mika sudah tak bisa memberi alasan lagi. Dia pun menunjukkan dimana saat ini dirinya tinggal.
"Hem, jadi kamu tinggal di rumah itu?"
"Iya, Tuan. Itu rumah bibiku."
"Hem, baiklah kalau begitu. Turunlah dan katakan pada bibimu aku ingin bertemu."
Mika menuruti kemauan, Michelson. Dia memanggil Merry.
"Tante, ini bos aku ingin bertemu dengan Tante."
"Tante, yang benar saja kamu! masa mengenalkan mamah ke calon suami barumu dengan sebutan, Tante?"
"Aduh, celaka! aku lupa nggak memberi isyarat pada, mamah. Hancur sudah, dech!"
"Ohhhh, aku tahu sekarang. Kamu ini anaknya Tante itu kan? dia mamahmu kenapa kamu memanggilnya, tante?"
Belum juga, Mika membela diri dengan kata-katanya. Kembali lagi Merry berkata.
"Iya, nak. Dia ini memang anakku, yang sudah sejak lama suka padamu. Terima kasih ya, sudah bersedia menerima anak, Tante ini."
"Hhaaa sekarang kamu ketahuan juga, oleh kejujuran mamahmu! Makanya jadi orang jangan berbohong, kena getahnya sendiri kan?"
Mika hanya bisa tertunduk lesu, dia sudah tak bisa mengelak lagi. Dia sudah pasrah jika penyamarannya terbongkar oleh ucapan mamahnya sendiri.
Mika melotot pada Merry dengan tatapan membunuh. Merry menautkan kedua alisnya, dia bingung kenapa pula expresi Mika begitu.
"Nak, kenapa kamu menatap mamah seperti itu?"
Merry terus saja berkata yang membuat Mika bertambah kesal. Padahal dia sudah memberi kode dengan tatapan matanya. Tetapi Merry tak paham juga.
"Ini semua gara-gara aku lupa tak memberi isyarat pada, mamah. Karena kesibukan di kantor sehingga aku sama sekali tak bisa menghubungi, mamah."
"Dan pula di kantor tak bisa leluasa memakai ponsel, apalagi aku di bagian personalia."
Mika terus saja merutuki dirinya sendiri yang sebelumnya tak memberi tahu pada mamahnya supaya tak berkata jujur jika dirinya adalah anaknya.
"Siska! kenapa kamu bohong padaku, hah!" tiba-tiba Michelson berkata lantang.
Dia pun tak sengaja menyenggol rambut palsu, Siska dan terjatuh.
"Haaaaaa, akhirnya terbongkar juga kebohongan dirimu. Tanpa aku bongkar, yang Kuasa telah menunjukkan siapa dirimu sebenarnya!"
"Siska-Siska, jadi kamu menyamar hanya untuk mendapatkan aku? bahkan kamu pikir penampilan dirimu ini sudah mirip dengan istriku?"
"Sangat jauh berbeda, Siska! kamu tak selevel istriku! kamu hanyalah wanita rendahan dan murahan yang bisanya hanya merebut pria dari kakak tiriku!"
"Katanya artis? kok nggak bisa usaha sendiri untuk mencari lelaki kaya? tapi malah ingin mengganggu lelaki, kakak tirimu!"
"Kamu pikir aku mudah tergoda seperti, Raymond? kamu salah, Siska. Sekali aku cinta dengan satu wanita, aku takkan bisa berpaling darinya."
"Dan kamu, Tante! sebagai seorang ibu seharusnya mengajarkan hal baik pada anakmu! bukan malah semakin menjerumuskannya!"
Setelah cukup lama, Michelson mengumpat dengan kata-katanya yang bagaikan kereta api. Kini dirinya pergi begitu saja.
Siska mengejarnya dan dia berlutut memohon padanya.
"Tuan, aku minta maaf padamu. Tolong jangan marah padaku, dan biarkan aku tetap bekerja di kantor, Tuan."
"Kamu memang benar-benar wanita murahan yang tak punya harga diri sama sekali. Kamu pikir, aku memaafkan kamu begitu saja?"
"Setelah kebohonganmu terbongkar, kamu kira aku akan tetap membiarkan dirimu bekerja di kantor aku!"
"Hari ini juga aku pecat kamu! dan jangan pernah menunjukkan mukamu di hadapanku!"
Michelson merasa jijik dengan, Siska. Dia menyibakkan kakinya yang sedari tadi di pegang oleh, Siska.
Seperginya, Michaelson. Siska langsung saja marah pada, Merry.
"Ini semua gara-gara, mamah! gagal sudah rencana aku untuk bisa mendapatkan cintanya!"
"Loh, kok kamu menyalahkan mamah? bukannya kamu membawa dia karena dia sudah menerima cintamu? tahu mamah ya seperti itu, sama seperti kamu bawa, Raymond dulu."
"Huh, mamah!"
Siska menghentakkan kakinya, dia melangkah masuk ke kamarnya. Percuma baginya terus saja berbicara dengan mamahnya. Karena dia sangat paham, mamahnya tidak akan pernah merasa bersalah sedikitpun walaupun mamahnya memang salah.
"Hhaa, ternyata feeling istriku tajam juga. Untung saja aku turuti dia untuk lebih berhati-hati, dan alhasil kebongkar juga penyamaran, Siska."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Cleo Tan
lanjut ka
2022-08-15
0