Pagi menjelang, Rose sedang termenung sendiri. Tiba-tiba dia teringat akan masa indah bersama orang tuanya.
"Astaghfirullah alazdim, kenapa aku melamun seperti ini? jika tidak ada pelakor itu, mungkin saat ini mamahku masih hidup. Ini semua gara-gara, Tante Merry yang membuat orang tuaku meninggal! aku ingin menuntut balas padanya juga pada, Siska!"
Entah kenapa rasa benci pada ibu tiri dan adik tirinya kini bagaikan sudah berurat berakar setelah kejadian memalukan itu. Selagi melamun sendiri di balkon kamar, datanglah Mickel.
"Mommy, aku dari tadi mencarimu. Tenyata kamu ada di sini, sepertinya ada yang sedang mommy pikirkan?"
"Iya, Daddy. Aku teringat masa lalu indah pada saat orang tuaku masih ada dan masih bersama."
"Aku tahu, mommy. Apa yang saat ini sedang kamu pikirkan. Kamu sakit hati pada ibu tiri dan Adi tirimu, kan?"
"Kok Daddy tahu, seperti cenayang saja yang tahu isi hati orang."
Walaupun Rose telah terbiasa dalam memanggil kata Daddy, akan tetapi dia belum juga merasakan rasa cinta di dalam dirinya untuk suaminya walaupun sudah enam bulan bersama.
Akan tetapi, Rose mampu menyembunyikan perasaannya tersebut. Sehingga, Mickelson tidak mengetahui isi hatinya. Dia hanya tahu jika saat ini, Rose telah membalas rasa cintanya.
"Heh, anak tak tahu diri! untuk apa kamu datang ke rumah ini lagi?"
Kedatangan Rose yang secara tiba-tiba membuat, Merry sangat kesal. Dia tidak suka dengan anak tirinya tersebut.
"Hay, mamahku tersayang. Bagaimana pun ini juga masih rumahku, peninggalan orang tuaku. Kamu kan cuma menumpang!"
"Mau kapan pun aku kemari itu tak masalah. Tapi aku kemari hanya ingin mengambil barang-barangku yang tertinggal. Jadi jangan khawatir, aku takkan tinggal lagi di rumah ini kok."
"Kasihan juga kan, ibu tiriku tersayang. Jika rumah ini aku ambil, dia akan tinggal di mana?"
Merry langsung tersulut emosi mendengar ocehan dari, Rose.
"Dasar anak durhaka! sudah di rawat malah kurang ajar! mentang-mentang kamu sekarang sudah sukses jadi sombong!"
"Maaf ya pelakor! saya kesini bukan ingin mengajak ribut anda, karena tidak ada gunanya juga."
Rose langsung memerintah beberapa anak buahnya untuk mengambil barang-barang kenangan milik orang tuanya yang ada di gudang. Dia sangat menyayangkan jika peninggalan orang tuanya di letakkan di gudang begitu saja.
"Heh, anak barbar! mau kamu kemanakan barang-barang yang ada di gudang? enak saja main angkut! itu semua mau aku jual!"
"Jual katamu! apa kamu sudah sangat miskin sehingga menjual barang-barang kenangan orang tuaku?"
Rose merogoh tas nya dan melemparkan segepok uang ke arah ibu tirinya.
"Ini, aku beli semuanya!"
Pada saat, Rose sedang bersitegang dengan Merry. Datanglah Siska bersama dengan Raymond.
"Mah, kenapa ada di sini? dari tadi aku mencari mamah."
"Heh, Kak Rose! untuk apa kamu kemari?"
Siska menatap tak suka pada Rose. Akan tetapi di dalam hatinya dia merasa takjub dengan penampilan, Rose yang sekarang.
"Ka Rose benar-benar telah berubah lebih baik. Dia menjadi begitu cantik, aku yakin bajunya sangat mahal."
"Sedangkan aku, sejak kejadian saat itu. Tidak ada satu pun produser yang mau melirikku. Aku hidup hanya mengandalkan jatah bulanan dari, Raymond."
"Apa lagi saat ini kondisi tubuhku bengkak seperti ini karena kehamilanku!"
Batin Siska terus saja menggerutu di dalam hati nya.
"Eh, adikku tersayang. Aku pikir kamu sudah melahirkan anak dari hasil selingkuhan."
Jaga mulutmu ya, Rose. Kamu sudah menikah dengan orang ternama, tetapi masih saja belum bisa merubah tutur katamu itu!"
Tiba-tiba Raymond membentak Rose.
"Uluh-uluh, suaminya nggak terima. Padahal belum tentu juga bayi yang dikandung istrinya adalah anaknya."
Rose semakin semangat membuat musuhnya tersulut emosi.
"Ka Rose! apa kamu masih belum ikhlas juga jika, Raymond lebih memilih aku? hingga kamu seperti ini?"
"Hello, ngaca dong Siska. Aku justru sangat bahagia melepasnya untukmu. Sekarang aku justru lebih bahagia bersama suamiku yang kaya."
"Kami iri kan padaku? secara aku punya segalanya, sedangkan kamu apa? suamimu hanya bekerja di bawah kekuasaan suamiku."
"Apa kamu tak tahu, Siska. Jika suamiku menarik saham yang ada di perusahaan suamimu, pasti dia akan bangkrut."
Raymond tak bisa berkata apa-apa, karena memang apa yang di katakan oleh Rose benar adanya.
"Apa itu benar, Ray?"
Siska menjadi penasaran, karena selama ini dia tak mengetahui hal sepenting ini.
"Iya, Siska. Aku mendapat suntikan dana dari perusahaan milik, Tuan. Mickelson."
Dengan rasa malu, Raymond tertunduk mengatakan kejujuran pada istrinya.
"Ya ampun, Ray. Dimana harga dirimu, hingga melakukan hal sebodoh itu?"
Siska mendengus kesal pada saat mengetahui hal itu.
"Siska! kamu jangan menyalahkan aku! ini semua juga karena dirimu dan mamahmu yang selalu merongrong aku dengan sebentar-sebentar meminta uang padaku! kamu selama ini boros, tak bisa mengerem pengeluaran!"
"Bagus! aku cukup puas hari ini melihat perdebatan mereka," batin Rose.
Dia pun berlalu begitu saja setelah melihat pertengkaran antara Siska dan Raymond. Bahkan Merry ikut pupa meramaikan pertengkaran.
Tak berapa lama, mereka baru sadar jika Rose telah pergi.
"Kemana perginya wanita barbar itu?" Merry celingukan mencari, Rose.
"Mah, uang apa itu yang ada di tangan mamah? boleh dong aku minta."
Siska akan merebut uang yang ada di tangan mamahnya, tetapi Merry menampiknya.
"Enak saja! ini uang mama pemberian dari, Rose!"
"Hah! Ka Rose memberikan mamah uang sebegitu banyaknya?"
Siska masih saja tak percaya dengan ucapan, Merry.
Dia baru percaya setelah Merry menceritakan semuanya pada, Siska.
"Lihatlah, Ray. Saat ini Rose punya banyak uang, dia bisa bersenang-senang kapanpun dia mau. Tidak seperti aku ini, aku hamil tapi melarat. Karena setiap aku ingin ini dan itu selalu kamu larang!"
"Aku menyesal tahu nggak, menikah denganmu."
"Plak"
Satu tamparan mendarat di pipi, Siska.
"Ray! apa yang kamu lakukan padaku?"
Siska memegang pipinya yang terasa sangat perih karena tamparan dari, Raymond.
"Ray, kurang ajar kamu ya! aku saja mamahnya tak pernah berbuat kasar pada, Siska!"
"Mah, itu semua juga karena mulut anak mamah yang tak bisa jaga ucapan! bagaimana pun aku ini suaminya, tetapi dia kurang ajar tak sopan padaku!"
"Jika kamu bisa membahagiakan, Siska. Dia takkan berkata seperti itu padamu. Kamu jangan menyalahkannya, karena di sini kamu yang salah tak bisa membahagiakan istrimu. Wajar saja jika dia merasa kecewa menikah denganmu."
Raymond menggelengkan kepalanya, dia hanya bisa menghela napas besar. Dirinya mengepalkan tinju menahan rasa kesal.
Untuk menghindari dirinya tak bisa mengontrol emosi, dia pun berlalu pergi begitu saja meninggalkan istri dan mamah mertuanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Ita
itulah buah dari penghianatanmu Rey... membuang berlian malah mengambil batu kali 😂😅
2022-12-20
1