Pada saat, Rose pulang ke rumah akan menggemasi semua pakaiannya. Datanglah, Siska ke kamarnya.
Expresi Rose murung.
"Buat apa kamu menceritakan itu padaku, dan untuk apa pula menghampiriku lagi?"
"Ini anaknya, Raymond. Dia baru saja memberitahuku, bahwa dia akan segera menikahiku. Kamu sudah bersamanya cukup lama, tetapi dia belum pernah menyentuhmu. Bisa di katakan dia hanya mencintaimu sekilas tidak dalam hatinya. Melihatmu membuatku rasanya ingin muntah."
Mendengar ejekan dari Siska, Rose sangat kesal. Dia mengepalkan tinjunya menahan rasa geram.
"Hampir tiap hari loh, kamu melakukan hal itu. Dia katakan jika sedang bersamaku merasa sangat bahagia. Dia juga mengatakan kamu itu tak menarik sama sekali. Sikapmu dingin bagaikan es."
"Wanita seharusnya bisa melayani pria, tidak seperti dirimu seperti halnya pria. Bukankah tidak ada bedanya bersama denganmu itu seperti gay!"
Terus saja Siska menyerang Rose dengan seribu kata umpatan. Akan tetapi Rose masih bisa menahan amarahnya. Menurutnya tidaklah penting melayani wanita licik bak ular seperti, Siska.
"Siska, kamu bangga dengan apa yang kamu dapatkan dengan cara merebut? kamu itu tak ubahnya seperti maling, yang bisanya mencuri milik orang lain. Kamu rendahan, tapi bergaya tinggi!"
"Kalau kamu marah katakan saja, kak. Aku tidak akan mengejekmu atau pun menertawakanmu."
"Kenapa harus marah? lagi pula, kamu memperlakukan seonggok sampah yang telah ku buang seperti emas yang berharga. Kain yang kamu gunakan untuk membersikan pantatmu akan tetap berbau busuk meskipun telah kamu cuci. Apa kamu nggak merasa jijik menyeka wajahmu dengan menggunakan kain itu?"
"Kau?"
"Lagi pula aku tidak ada waktu untuk bicara omong kosong denganmu. Aku peringatkan kamu, jangan coba-coba menggangguku lagi. Kamu tidak akan sanggup menanggung konsekuensinya!"
Rose melanjutkan berkemasnya dan berlalu pergi dari rumah yang seharusnya menjadi rumah miliknya sendiri. Tetapi sekarang rumah itu telah menjadi milik ibu tiri dan adik tirinya.
Kata-kata yang di lontarkan oleh Siska memang sangat menusuk hati, Rose. Dia sangat merasakan hal itu. Akan tetapi dia berusaha menahan semua rasa sakit hatinya.
Sejenak pada saat berjalan pergi dari rumahnya yang penuh kenangan indah bersama kedua orang tuanya. Rose mengingat apa yang di katakan, Raymond saat merayunya.
Raymond mengatakan jika dia menyukai kepolosan dan ketegasannya. Raymond menyukai sikap dingin dan cuek, dan seperti bunga gunung bersalju yang hanya bisa di lihat dari jauh dan tidak tercemar. Itu membuat orang lain ingin melindunginya.
Cinta terbaik itu seharusnya tulus menerima apa adanya. Terlepas dari hawa napsu itulah cinta yang murni.
Namun kenyataannya, Raymond telah beberapa kali meniduri adik tirinya hingga kini di nyatakan hamil.
Perasaan kalut mulai menyelimuti dirinya, dia mengangkat kedua tangannya untuk menutupi wajahnya saat matanya mulai terasa perih dan akan menitikkan air mata.
Rose berusaha terus berjalan di tengah malam untuk mencari sebuah kendaraan umum, karena dia ingin pergi sejauh mungkin dari kota tersebut.
Pandangan mulai terasa berkunang-kunang, kepala merasakan pusing yang teramat sangat. Jalannya susah tak terkendali. Dia menahan sakit yang teramat sangat karena penghianatan calon suaminya dengan adik tirinya. Hingga rasanya tak karuan di tubuhnya.
"Ya Allah, kenapa aku nggak karuan sekali? kenapa kakiku terasa berat untuk melangkah, kepalaku sakit sekali."
Rose memegangi kepalanya sendiri, dan perlahan matanya mulai gelap. Kakinya tak dapat lagi menopang tubuhnya, sehingga dia limbung dan akhirnya pingsan begitu saja.
"Roy, cepat kita ke sana. Gadis itu pingsan dan kita harus segera menolong dirinya sekarang juga!"
"Baik, Tuan Mickelson."
Roy melajukan mobilnya menuju ke arah di mana saat ini Rose terjatuh pingsan. Mickelson langsung mengangkat tubuh, Rose dan membawa masuk ke dalam mobilnya.
Segera mobil melaju menapaki jalan sunyi sepi. Perlahan Mickelson, menatap sendu wajah ayu Rose yang saat ini dia baringkan di pangkuannya. Tangan kanannya perlahan menyentuh keningnya.
"Demam tinggi, dia sakit. Lakukan mobil lebih cepat, Roy. Supaya lekas sampai di rumah, dia sakit harus segera mendapat pemeriksaan dari dokter.
"Hallo, Dokter Elsa. Segera ke rumah saya sekarang juga."
Mickelson sejenak menelpon dokter pribadinya untuk segera datang ke rumahnya.
"Hem, kebiasaan Mickel. Selalu saja memerintah tanpa memberikan kesempatan untuk aku berbicara sejenak."
Dokter Elsa lekas melajukan mobilnya menuju ke Mension Mickelson.
"Hem, sepi kan? katanya aku di minta kemari."
Dokter Elsa masuk saja ke pelataran Mension, karena kebetulan Mickelson telah terlebih dulu menelpon security-nya untuk membukakan pintu gerbang pada saat, Dokter Elsa datang.
Mickelson datang dengan membopong tubuh, Rose. Hal ini sempat menjadi tanda tanya Dokter Elsa yang melihatnya.
"Siapakah gadis yang di bawa oleh Mickel?" batinnya menautkan alisnya.
"Elsa, kenapa bengong. Buruan periksa gadis ini!"
Sontak teguran Mickel mengagetkan lamunan, Elsa. Dia pun langsung memeriksa, Rose.
Elsa adalah sahabat baik, Mickelson pada saat mereka masih sama-sama duduk di bangku kuliah akan tetapi di kelas yang berbeda.
Hingga mereka sudah tak canggung lagi dalam bercengkrama.
"Siapa gadis ini, Mickel? apakah dia kekasihmu?"
"Konsentrasi saja dalam memeriksanya, jangan kepo dulu."
"Hem, dari dulu kamu nggak berubah juga. Aku rasa gadis ini bukanlah kekasihmu. Mana ada wanita yang mau dengan pria dingin dan jutek sepertimu!"
"Sudah, ya. Tak usah mengajakku berdebat. Aku memintamu datang kemari untuk memeriksa gadis ini, bukan untuk mengajak berdebat."
Mendengar celotehan, Mickelson. Elsa pun terdiam dan konsentrasi dalam memeriksa, Rose.
"Gadis ini cantik juga, Mickel. Pantas juga dia untuk menjadi pendamping hidupmu."
"Bagaimana kondisinya?" Mickelson tak menanggapi perkataan, Elsa. Dia malah bertanya hal lain.
"Sepertinya dia habis mengalami sebuah masalah yang sangat pelik sehingga batinnya tertekan. Dia mencoba menahan rasa sakit hatinya, tapi semua itu membuat kesehatannya drop."
"Tebus resep ini, berikan dia antibiotik sehari tiga kali, vitamin satu kali. Usahakan supaya dia jangan beraktifitas dulu untuk beberapa hari, supaya kondisi badannya benar-benar pulih."
Dokter Elsa memberikan secarik kertas berisikan resep obat untuk di konsumsi oleh, Rose.
"Roy, kamu ke apotik sekarang dan tebus resep ini. Jangan mampir-mampir!"
"Baik, Tuan Mickelson."
Seperginya Roy, Rose mulai sadar. Dia membuka matanya perlahan, dan menatap ke seluruh penjuru ruangan.
"Dimana aku, perasaan tadi aku ada di jalan sedang mencari kendaraan umum. Kenapa sekarang aku berada di sini? r?Rumah siapa ini?"
"Hay, gadis. Bagaimana kondisimu sekarang, apa yang masih kamu rasakan?"
"Siapa kamu? kenapa aku ada di sini?"
"Tak perlu banyak bertanya dulu, pikirkan saja dulu kesehatanmu. Jangan terlalu memikirkan orang-orang yang telah menyakitimu."
"Jangan biarkan dirimu rapuh, itu akan membuat mereka yang telah menyakitimu menjadi bertepuk sorak sorai kegirangan."
"Bangkitlah, dan buktikan pada mereka yang telah menyakitimu. Jika kamu bisa sukses walaupun setelah mereka sakiti."
"Untuk apa kamu menghindari mereka dengan pergi dari kota ini? mereka akan menganggap diri mereka telah menang."
"Aku akan membantumu bangkit dari terpurukmu dan membalas semua Sakur hatimu pada mereka semua."
Rose hanya bisa menautkan alisnya mendengar semua perkataan, Mickelson.
"Apa dia tahu semua yang saat ini sedang menimpaku? jika iya, dari mana dia mengetahui akan hal ini?"
Batin Rose di liputi tanda tanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Lina Maulina Bintang Libra
jodohnya rose nh
2022-12-12
0
mei
sakit hatimu
2022-10-10
0
Nonny
hhaa payah ya ka😁😁😁😁
2022-08-27
0